Oleh: Ustadz Abdul Adzim Irsad*
Semua ulama sepakat bahwa ibadah puasa itu membentuk karakter manusia menjadi orang yang shalih, baik pribai maupun sosial. Kesalehan pribadi ditunjukkan dengan banyak beribadah malam hari, seperti; tarawih, witir, dan tahajud.
Sementara, shalih secara social, ditunjukkan menjadi orang yang care kepada sesama yang sedang menjalankan puasa. Sampai-sampai, Rasulullah SAW mengilustrasikan orang yang berbagi kepada orang yang berpuasa, pahalanya sempurna seperti orang yang berpuasa. Faktanya, masjid-masjid berlomba-lomba memberikan “takjil”, karena semua ingin mendapatkan keberkahan bulan Ramadan.
Pada bulan ini, orang islam berbondong-bondong berbuat baik dengan meramaikan masjid, dan tadarusan (membca Alquran), baik secara kolektif atau pribadi. Jika dilihat dari pahala membaca Alquran, jangan ditanyakan lagi. Satu huruf Alquran pahalanya sepuluh. Sebut saja, membaca surat Al-Ihlas, yang jumlah hurufnya 47 huruf.
Setiap membaca, sudah pasti mendapat pahala 450 kebaikan. Tidak terbayang jika setiap hari bisa membaca beberap juz dari Alquran. Beluam lagi, ketika membaca Alquran saat bertepatan dengan malam Lailatul Qadar, yang nilainya lebih baik dari 1000 bulan.
Di sisi lain, Rasulullah SAW mengkritik habis-habisan, banyak orang yang menjalankan puasa, namun yang diperoleh hanya lapar dan dahaga.
Rasulullah SAW berkata “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga (HR.Al-Nasai). Imam Al-Ghozali mengomentari “orang yang berpuasa itu berbuka dengan barang haram, atau melakukan ghibah (rasan-rasan) sesama umat islam”.
Hadis Rasulullah SAW mengingatkan agar puasa itu secara dhahir menajaga dari makanan dan minuman, hati dan fikiran juga menjauhi dari penyakit hati.
Orang yang berpuasa atas dasar iman yang kuat dari dasar hati, serta semata-mata karena mengharap ridha-Nya, akan mendapatkan banyak keuntungan, seperti; sehat jasmani dan ruhani, kecerdasan spiritual.
Para ulama sufi mengingatkan, jangan sampai puasa itu bertujuan mendapatkan balasan materi, seperti sehat ruhani, jasmani, tetapi niatlah puasa itu karena taat kepada Allah SWT.
Dalam hal ini, Rasulullah SAW mengingatkan betapa pentingnya menata hati setiap ibadah, karena akan memberikan pengaruh yang sangat signifikan.
Berbagai riset telahg membuktikan bahwa puasa itu menjadikan orang sehat secara fisik dan ruhani, apalagi di dukung dengan satu teks hadis Rasulullah SAW yang artinya “berpuasalah kalian niscaya kalian sehat” (HR. Al-Thabrani).
Jangan sampai, kita berpuasa hanya bertujuan sehat jasmani dan ruhani, tetapi puasa itu karena menjalankan perintah Allah SWT dan tuntunan Rasulullah SAW. Dengan demikian, puasa yang kita kerjakan benar-benar nikmat, damai, karena puasa itu menjadi bentuk penghambaan seseorang kepada Allah SWT.
Dalam tulisan sederhana itu, kita berharap kepada Allah SWT, semoga puasa Ramadan itu tidak sia-sia gegara tidak bisa menata hati, juga salah tujuannya. Ketika puasa yang dijalankan atas dasar iman dan semata karena Allah SWT, berarti puasa itu nilainya ibadah kepada Allah SWT. Dengan demikian, derajat menjadi orang yang bertaqwa akan bisa dengan mudah diperoleh.
Sedangkan bagi masyarakat awam yang hari-harinya melakukan salah dan dosa, baik sengaja atau tidak disengaja akan mendapat ampunan dari Allah SWT. Puasa karena Allah SWT, akan membangun karakter, serta menjadikan hidup menjadi kualitas dan bermakna.
*Pengajar di Universitas Negeri Malang (UM).