Tugumalang.id – Perundungan atau bullying hingga saat ini masih menjamur di lembaga pendidikan. Sederet kasus bullying pada anak-anak di beberapa daerah di Indonesia masih terus terjadi, bahkan sampai berujung pada tindak kekerasan hingga pelecehan.
Fenomena itu juga terjadi di Kota Batu. Berdasarkan data Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Kota Batu, pada 2021 terdapat 13 kasus berhubungan dengan anak dengan jumlah korbannya mencapai 23 anak.
Melihat data itu, sekolah masih belum tentu bisa menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi tumbuh kembang anak. Program Sekolah Ramah Anak yang dicanangkan Pemkot Batu sejak 2015 itu, masih menyisakan tanya: kapan ‘Sekolah Ramah Anak’ di Kota Batu bisa terwujud?
Pertanyaan itu selalu terngiang di kepala Qoriatul Azizah, seorang ibu dan guru di SDN 01 Punten, Kota Batu. Sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, Azizah, begitu ia disapa, masih bertekad keras mewujudkan lingkungan pendidikan yang ramah anak, bebas dari diskriminasi, dan marginalisasi.
Sampai hari ini, Azizah masih dibuat heran karena fenomena bullying ini masih saja terjadi. Terbaru, kasus bullying hingga berujung kekerasan dan pelecehan seksual terjadi antar sesama santri pria di salah satu pesantren modern Kota Batu. Kasus ini sempat senyap selama setahun dan baru ketahuan pada Juli 2021.
Awak media bahkan baru tahu kasus ini pada Desember 2021, seiring kabar pencabulan ustad di Cibiru, Bandung, terhadap 14 santriwatinya. Usai santer kabar ini beredar, sejumlah tokoh pendidikan hingga DPRD Jatim mengutuk keras ‘kebisuan’ tersebut.
Melihat hal ini, dia merasa miris karena dari bullying inilah, akar dari macetnya tumbuh kembang anak dan menggurita menjadi permasalahan sosial yang terjadi.
”Anak-anak korban bullying itu rata-rata terganggu mental, psikologis, dan sikapnya. Karena terganggu, dia tidak bisa mengaktualisasikan potensinya dengan baik. Kalau tidak didampingi dengan benar, mereka bisa depresi dan malah justru tumbuh jadi remaja yang liar,” tutur ibu dari tiga anak ini.
Gambaran kepribadian anak korban bullying itu bukan berasal dari pengamatan yang mengada-ada. Azizah bercerita kalau semasa kecilnya juga pernah menjadi korban bullying karena masalah ekonomi dan melebar kepada masalah lainnya.
Namun beruntung dari tekanan yang super berat itu, Azizah belajar bahwa dirinya sendiri yang harus bangkit dan membuktikan diri. ”Bahwa terlepas dari kekurangan itu sebenarnya bisa dibalik menjadi peluang, jika kita bisa menumbuhkan potensi dalam diri,” ucap instruktur dan motivator pendidikan ini.
Potensi dalam diri, lanjutnya, bisa ditumbuhkan dan dieksplorasi dari lingkungan belajar yang aman dan nyaman. Dari situ, Azizah mendirikan Sekolah Alam Ilalang. Sekolah non-formal yang dicita-citakannya menjadi ruang yang inklusif dalam mengakses pendidikan dan bebas dari diskriminasi.

Saat ditemui Tugu Malang ID di kediamannya, Azizah berkisah panjang lebar soal latar belakang sekolah non-formal ini bisa berdiri. Embrio awalnya bermula dari saat dia membuka les bimbingan belajar pada 2011.
Dari lembaga bimbingan belajar itulah, dia mulai menaruh perhatian kepada anak-anak korban bullying di sekolah. Kondisi termarjinalkan lalu ditambah minimnya perhatian dari orang tua inilah yang membuat pertumbuhan anak seperti pada umumnya tidak terbentuk dengan baik.
Di tangannya, anak-anak itu bisa luluh. Perlahan, mereka bisa kembali belajar dan bermain seperti anak-anak pada umumnya. Dalam pendekatan yang diberikan, Azizah menerapkan pembelajaran dengan kegiatan berbasis alam seperti menanam bunga, memancing ikan, bermain layang-layang, hingga berkesenian.

Seiring waktu, dirinya mulai mendapat laporan dari masyarakat yang menitipkan anaknya untuk diberikan sentuhan khusus. Bahkan hingga saat ini, di Sekolah Alam Ilalang memilki 82 siswa meliputi jenjang SD, SMP, dan SMA.
Dari beberapa siswa tersebut merupakan korban kekerasan anak, korban perceraian orang tua, anak-anak miskin, hingga anak berkebutuhan khusus (ABK).
”Kalau diprosentasekan, siswa di kami 50 persen siswa reguler, 25 persen ABK, dan 25 persen lagi anak dengan masalah sosial, salah satunya korban bullying,” paparnya.

Sekolah tempat anak-anak ini belajar sederhana saja. Sebuah gazebo sederhana terbuat dari bambu dibangun di atas lahan milik keluarganya sendiri. Sekolah Alam Ilalang kemudian diresmikan pada 16 Juli 2016.
”Iya, seperti ilalang, dia akan selalu melenggak-lenggok tertiup angin, tapi tidak akan ikut terbang terbawa angin karena akarnya yang kuat,” katanya menjelaskan makna filosofis penamaan sekolah.
Dari makna filosofis yang dalam itu pula, sekolah ini dibangun untuk kepentingan sosial, bukan untuk tujuan komersil. Dia tidak mematok tarif kepada wali murid yang menyekolahkan anaknya di sana. Apalagi terhadap orang tua yang tidak mampu.
”Kalau tidak mampu, kami gratiskan. Misal memang mampu ya kami gak patok tarif. Di sekolah saya juga ada banyak anak yang tinggal di rumah saya karena memang mereka yatim, ABK, hingga anak punk pun ada,” ungkapnya.
Pada prinsipnya, keberadaan sekolah ini membantu siswa untuk menemukan potensi dalam diri mereka secara maksimal dan mandiri selayaknya anak-anak pada umumnya.
Lebih lanjut, ragam perbedaan latar belakang siswa di Sekolah Alam Ilalang ini lantas tidak membuat pihaknya membedakan layanan pendidikan. Bagi dia, semua orang berhak mendapat pendidikan yang layak, terlepas dari apapun latar belakangnya.
”Hidup inikan gak bisa request (minta) ya. Ada yang beruntung, ada yang tidak. Tapi kalau soal hak mengakses pendidikan yang layak itu harusnya setara,” ucapnya.
”Semua orang berhak hidup dan tumbuh menjadi manusia. Semua orang itu unik, punya kemampuan dan potensinya masing-masing. Tidak ada ciptaan tuhan yang merupakan produk gagal,” tambahnya.
Kendati demikian, cita-cita mulia menciptakan dunia pendidikan yang aman, nyaman, dan ramah bagi anak bukan hanya jadi tanggung jawab seorang saja, seperti Qoriatul Azizah lakukan. Tugas itu mutlak menjadi tanggung jawab bersama. Mulai hari ini.
Sebagai informasi, untuk jam belajar di Sekolah Alam Ilalang dilakukan setiap hari, kecuali hari Senin. Jadwal sekolah buka mulai pukul 16.30 WIB sampai 19.30 WIB. Untuk akhir pekan, pada pukul 9.00 WIB sampai 13.00 WIB.
Reporter: Ulul Azmy
Editor: Lizya Kristanti
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id