MALANG, Tugumalang.id – Jenang Safar adalah makanan khas budaya Jawa berupa bubur yang terbuat dari beras ketan, gula dan santan. Jenang ini disajikan dengan taburan kelapa parut.
Meskipun penamaannya ada kata “safar”, jenang ini tidak selalu hanya ada di bulan Safar pada kalender Hijriah.
Tradisi membuat Jenang Safar sudah dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat Jawa, bahkan jauh sebelum masa kemerdekaan.
Ada filosofi yang berkembang di masyarakat tentang Jenang Safar, seperti bentuk bulat-bulat yang terbuat dari tepung ketan itu seakan mencerminkan sebuah cikal bakal manusia itu sendiri.
Baca Juga: Melihat Budaya Olahraga di Tengah Kesibukan Jakarta
Hal ini bermakna bahwa manusia berasal dari hal yang sama meskipun keluar menjadi berbeda-beda. Bentuk bulatan beras ketan yang disiram jenang warna coklat tua lengket, sehingga memunculkan perpaduan dan rasa khas.
Rabo Wekasan, Hari Sial yang Mistis
Rabo Wekasan adalah istilah Jawa yang merujuk pada Rabu terakhir di bulan Safar. Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, hari ini dianggap sebagai hari yang penuh dengan kesialan dan malapetaka.
Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan untuk menangkal sial pada hari tersebut, salah satunya dengan membuat dan menyantap Jenang Safar.
Baca Juga: Dukung Pelestarian Budaya, Bupati Malang Maraton Hadiri Bersih Desa
Kaitan antara Jenang Safar dan Rabo Wekasn lebih kepada aspek budaya dan kepercayaan masyarakat. Beberapa alasan mengapa jenang ini dikaitkan dengan Rabo Wekasn antara lain.
- Simbolisasi: Jenang safar yang manis dan lembut dianggap sebagai simbol untuk menolak segala hal yang buruk dan mengundang keberkahan.
- Ritual: Proses pembuatan dan pembagian jenang safar dianggap sebagai sebuah ritual untuk memohon perlindungan dari segala marabahaya.
- Tradisi turun-temurun: Kepercayaan ini telah diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi, sehingga menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya masyarakat Jawa.
Perkembangan Zaman dan Jenang Safar
Seiring perkembangan zaman, makna dan tradisi terkait Jenang Safar dan Rabo Wekasn mengalami dinamika. Meskipun masih banyak yang percaya akan mitos tersebut, namun tidak sedikit pula yang menganggapnya sebagai sebuah tradisi budaya yang perlu dilestarikan.
Jenang Safar dan Rabo Wekasn adalah contoh menarik tentang bagaimana kepercayaan dan budaya masyarakat dapat membentuk tradisi kuliner.
Meskipun sarat dengan mitos dan kepercayaan, namun keberadaan jenang ini tetap relevan hingga saat ini dan menjadi bagian penting dari kekayaan kuliner Indonesia.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Penulis: Muhammad Izzul Muttaqin (Magang)
Editor: Herlianto. A