MALANG – Madrasah merupakan salah satu manifestasi dan realisasi pembaharuan sistem pendidikan Islam di Indonesia. Demikian yang disampaikan oleh Dra. Hj. Anisah Syakur, M.Ag selaku anggota komisi VIII DPR-RI pada puncak rangkaian kuliah tamu yang digelar oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Maulana Malik Ibrahim Malang pada hari ini (6/10/2022).
Rangkaian kuliah tamu ini dilaksanakan dalam rangka memperingati Dies Natalis UIN Maulana Malik Ibrahim Malang yang ke-61. Kegiatan dijadwalkan selama 3 hari berturut-turut, yakni sejak hari Selasa (4/10) dan bertempat di auditorium rektorat lantai 5 sekaligus live streaming melalui Youtube. Adapun tema pada puncak rangkaian kuliah tamu ini adalah “Guru Madrasah dan Pendidikan Islam Masa Depan serta Telaah RUU Sisdiknas Tahun 2022” yang dipandu oleh Akhmad Mukhlis, S.Psi, M.A selaku Kepala Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD).
Lebih lanjut, Dra. Hj. Anisah Syakur, M.Ag menyampaikan bahwa komisi VIII DPR-RI telah mengupayakan RUU Sisdiknas dapat berdampak positif pada kesejahteraan guru madrasah maupun tenaga pendidik yang berada dalam lingkungan pesantren. Beliau menjabarkan terkait poin-poin utama yang menjadi urgensi dalam RUU Sisdiknas, termasuk di dalamnya unifikasi atau penyeragaman antara pelaksana pendidikan di lingkungan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementrian Agama (Kemenag).
Salah satu yang menjadi pokok bahasan dalam usulan komisi VIII DPR-RI dalam RUU Sisdiknas yaitu penyeimbangan anggaran bantuan dana pendidikan pemerintah. Perlu diketahui bahwa Kemendikbud mendapat anggaran sekitar 600 triliun rupiah untuk kepentingan pelaksanaan pendidikan, sedangkan Kemenag hanya mendapat kurang lebih 70 triliun rupiah. Hal tersebut dirasa kurang tepat mengingat jumlah lembaga madrasah di Indonesia hampir sama dengan sekolah umum. Komisi VIII DPR-RI juga menyinggung terkait dengan regulasi sertifikasi guru madrasah, tunjangan profesi guru, dan sebagainya.
Dengan adanya pengembangan RUU Sisdiknas, tantangan internal maupun eksternal bagi lembaga madrasah ke depan turut semakin banyak. Pertama, sebagian besar stigma masyarakat masih memandang bahwa madrasah merupakan pilihan kedua dalam memilih lembaga pendidikan. Kedua, kejelasan lulusan madrasah maupun kampus Islam terkadang dianggap tidak sebanding dengan lulusan pendidikan umum. Contohnya, terbukti bahwa lulusan jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD) seringkali tidak terdaftar sebagai kualifikasi calon Aparatur Sipil Negara (ASN).
Di sisi lain, lulusan madrasah juga dianggap lebih unggul sebab dapat mengintegrasikan ilmu umum dan agama. Adapun tantangan yang ketiga dan keempat yakni transformasi digital dan perhatian pemerintah yang dapat dianggap sebagai peluang dalam memajukan kesejahteraan guru madrasah. Maka pemerintah, penyelenggara pendidikan Islam, dan masyarakat diharapkan dapat bersinergi dalam menyukseskan kesejahteraan bagi guru madrasah baik secara moril maupun materiil.
Materi kedua disampaikan oleh wakil ketua komisi E DPRD Prov Jawa Timur yakni Hj. Hikmah Bafaqih, M.Pd. Beliau mengemukakan bahwa salah satu ciri dari pengembangan regulasi dengan “semangat” Omnibus Law adalah penyederhanaan. “Saya yakin, RUU Sisdiknas tidak akan membahas secara rinci terkait dengan sertifikasi guru madrasah maupun tunjangan” tutur Ibu Hikmah. Oleh sebab itu, beliau menghimbau bagi seluruh penyelenggara pendidikan madrasah maupun kepada mahasiswa/i untuk mengawal keputusan-keputusan turunan apabila RUU Sisdiknas telah disahkan kelak.
Sebagai akhir paparan materi pada kuliah tamu ini, anggota Komisi X DPR-RI yakni M. Hasanuddin Wahid, M.Hum sekaligus alumni UIN Maulana Malik Ibrahim Malang menyampaikan sambutan singkat secara daring melalui Zoom. Beliau menyampaikan terkait dengan banyaknya komponen di dalam RUU Sisdiknas yang masih harus dikaji ulang dan diperbaharui. Oleh karenanya RUU Sisdiknas saat ini belum dijadikan RUU prioritas.
Kegiatan kuliah tamu dilanjutkan dengan dialog antara pemateri dengan peserta yang terdiri dari ratusan mahasiswa/i dan guru madrasah. Beberapa pertanyaan mengacu pada topik layanan pendidikan inklusi bagi siswa/i berkebutuhan khusus di lingkungan madrasah. Hj. Hikmah Bafaqih, M.Pd. menjawab, hingga saat ini penyelenggaraan pendidikan inklusi di Indonesia belum ditelaah secara mendalam. Di sisi lain, terdapat banyak madrasah khususnya di Kota Malang yang bersedia menerima siswa/i disabilitas tanpa harus menyandang label sebagai lembaga penyelenggara pendidikan inklusi. Hal inilah patut diapresiasi dan turut diperjuangkan regulasinya.
RUU Sisdiknas diharapkan dapat membawa perubahan ke arah yang lebih baik bagi dunia pendidikan, khususnya pada lingkup madrasah yang seringkali di pandang sebelah mata. Dengan adanya regulasi induk yang lebih “sederhana”, semoga regulasi turunan yang dihasilkan dapat meningkatkan kesejahteraan guru madrasah dan mengatasi ketimpangan yang ada. “A good education can change anyone, a good teacher can change everything” –T. J. Herrmann. (Ads)