Malang, Tugumalang.id – Penetapan pungutan biaya untuk penerbangan pesawat nirawak atau drone di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) mendapat kritikan dari Federasi Drone Indonesia (FDI).
Menurut Pembina FDI, Arya Dega, kebijakan itu sangat disayangkan khususnya bagi pengguna atau penghobi drone pribadi. Terlebih dengan tarif mencapai Rp2 juta.
”Minusnya kan di situ, bagi penghobi dtone yang ingin mendokumentasikan momen keluarga, harus bayar dulu Rp2 juta. Tentu itu jadi beban tersendiri,” kata Arya Dega pada tugumalang.id, Minggu (3/11/2024).
Seperti diketahui, tarif tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2024 tentang jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Kebijakan ini bahkan sudah diberlakukan per 30 Oktober 2024.
Baca Juga: Dukung Survei dan Pemetaan, ITN Malang Dapat Hibah Drone DJI Mavic 3 Enterprise Series dari Kementerian ATR/BPN
Dalam hal ini, penerbangan drone menggunakan milik pribadi dikenakan tarif Rp 2 juta. Namun jika menggunakan drone resmi milik taman nasional, suaka margasatwa atau taman wisata alam dikenakan tarif Rp300 ribu.
Di sisi lain, kebijakan ini akan membawa dampak positif pada ekonomi usaha persewaan drone karena harga sewa drone di pasaran yang terbilang hancur. Meski begitu, hal itu juga belum bisa dipastikan apa juga berpengaruh terhadap minat pengguna.
Terlepas dari itu, pihaknya menyarankan agar kebijakan ini dapat dikaji ulang. Kebijakan itu sebaiknya hanya diberlakukan bagi kegiatan berbau komersil seperti kebutuhan shooting untuk film atau iklan dan lain-lain.
”Misal kebijakan itu hanya berlaku bagi kegiatan komersil itu wajar. Tapi jika digeneralisasi, tentu akan sangat memberatkan bagi penghobi drone pribadi hingga konten kreator yang sekedar ingin mendokumentasikan dan mempromosikan taman nasional,” ungkapnya.
Baca Juga: Review Autel Max 4T, Drone Canggih Dengan Kemampuan Jarak Jauh dan Keamanan Data yang Mengesankan
Arya Dega menambahkan dalam kajian ulang nanti juga perlu menggarisbawahi terkait kepemilikan sertifilasi pilot drone. Tentu, pilot drone yang sudah tersertifikasi telah terjamin memiliki skill, mental dan kode etik.
”Mereka punya kode etik dan tahu aturan soal penerbangan drone. Saya harap sertifikasi ini juga bisa menjadi pertimbangan dalam kajian ulang PP Nomor 36/2024 ini,” tegasnya.
Di sisi lain, pihak taman nasional sendiri juga diwajibkan memberlakukan PP ini. Seperti halnya Balai Besar TNBTS. Menurut Arya Dega, jika taman nasional ini tidak memberlakukan kebijakan ini, mereka akan dikenai sanksi denda 10 kali lipat dari tarif yang ditentukan.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Reporter : M Ulul Azmy
editor: jatmiko