Tugumalang.id – Universitas Islam Malang (Unisma) menunjukkan komitmennya untuk berkontribusi dalam aspek kebencanaan melalui inovasi pembuatan Early Warning System (EWS) sebagai alat penanggulangan banjir, tanah longsor, gempa, angin puting beliung, dan tsunami.
Alat ini dibuat oleh Dosen Fakultas Pertanian Unisma, Hadi Apriliawan STP MP bersama puluhan mahasiswa Unisma.
Rektor Unisma, Prof Dr H Maskuri Msi menyampaikan bahwa perkembangan teknologi informasi menjadi kesempatan bagi perguruan tinggi untuk terus melakukan inovasi dan bermanfaat bagi sekitarnya.
“Sehingga ini menjadi instrumen memberikan perlindungan terhadap manusia termasuk saat bencana muncul,” ujarnya.
Pentingnya peranan Internet of Think (IoT), lanjut Maskuri, untuk memberikan pelayan yang sifatnya meningkatkan kesejahteraan manusia.
“Maka semuanya (EWS) itu bisa dikontrol secara real time lewat teknologi jarak jauh yaitu IoT, hanya dengan menggunakan handphone,” imbuh dia.
Sementara itu, Hadi menjelaskan bahwa sejatinya pembuatan EWS ini melalui kolaborasi tripartit antara Unisma dengan Universitas Negeri Jember (Unej) dan PT Metro Mesin.
“Kami libatkan sekitar 40 mahasiswa Unisma dari jurusan Elektro, Mekatronika dan Permesinan yang memang sebelumnya sudah kami seleksi secara ketat. Kemudian dari Unej sekitar 30 mahasiswa serta 40 tenaga ahli metro mesin,” beber Hadi.
Pembutaan EWS ini, kata dia, terbilang humanis. Berawal dari keprihatinannya terhadap maraknya bencana alam, khususnya banjir yang terjadi di berbagai daerah. Kemudian pihaknya tergerak untuk membuat empat EWS berbeda dengan teknologi yang terbarukan dan lebih efektif yakni dengan memanfaatkan IoT, sensor, tahan air, hingga panel surya sebagai pengganti tenaga listrik ketika padam.
“Ini sensornya bisa diatur jaraknya. Kalau biasanyakan model celup, kalau ini dengan infrared yang bisa nembak dan diatur jaraknya. Misal satu, dua, atau empat meter. Sehingga tingkat kerusakan alat sangat minim sekali. Biasanya kalau yang celup, kalau banjir bandang alatnya bisa hanyut, makanya ini kami pakai sensor,” jelasnya.
“Kami juga sudah pakai tenaga surya di penyimpanan baterainya. Sehingga kami tidak tergantung pada listrik. Lalu, kami beri satelit juga jadi meskipun di pelosok bisa menangkap sinyal,” sambung Hadi.
Dia menjelaskan, proses pembuatan EWS memakan waktu kurang lebih satu tahun termasuk dengan awal penelitian dan penyusunan kerangka berfikir agar dapat diterima. Disusun menjadi prototype, mengalami uji coba dan berbagai trial eror sampai kemudian berlanjut ke proses pabrikasi. Hingga akhirnya, pada enam bulan terakhir sudah diproduksi sekitar 40 alat. Salah satunya alat peringatan sejak dini bahaya banjir juga sudah di pasang di Kabupaten Jember.
Ke depan, pihaknya berencana untuk bekerja sama dengan BMKG dalam pemanfaatan alat ini. Pihaknya juga akan terus berinovasi untuk menyempurnakan alat ini sehingga dapat meminimalisir korban saat terjadinya bencana.
“Kami sedang kembangkan alatnya dengan CCTV. Jadi kalau ada korban banjir yang hanyut misalnya, itu akan bisa terekam,” pungkasnya.(ads)
Reporter: Feni Yusnia
Editor: Lizya Kristanti