Malang, Tugumalang,id – Universitas Islam Malang (Unisma) menggelar seminar internasional bertajuk ‘Islam, Nahdlatul Ulama (NU) dan Deradikalisasi Agama’. Acara itu berlangsung Senin (20/3/2023). Rangkaian kegiatan semarak Dies Natalis ke-42 Unisma itu digelar secara hybrid atau gabungan virtual dan langsung.
Wakil Rektor Unisma, Prof Junaidi Mistar menyampaikan bahwa kegiatan seminar tersebut membahas soal pemahaman nilai nilai Islam yang benar dan juga sekaligus untuk memperingati 1 abad berdirinya organisasi Islam terbesar di Indonesia yakni Nahdlatul Ulama.
Tak hanya itu, materi deradikalisasi juga dipaparkan oleh sejumlah narasumber dari berbagai universitas internasional mulai University of Nort Florida USA, Deakin University Autralia hingga Monash University Australia.
“Dari seminar ini kami harapkan ada pemahaman yang benar tentang Islam, tentang NU yang baik. Terutama pandangan pandangan yang sering kali masih belum benar dalam memandang Islam. Orang barat seringkali melihat Islam yang keras,” ucapnya.
“Nah ini yang kami coba untuk paparkan Islam ala Indonesia terutama Islam versi Nahdlatul Ulama Nusantara dengan nilai toleransinya,” imbuhnya.
Menurutnya, pemahaman tentang Islam yang benar diharapkan juga dapat merubah pola pikir dunia internasional yang masih memandang Islam sebelah mata.
“Mudah mudahan dengan mindset itu, bisa merubahan pemahaman mereka. Dengan demikian mereka akan lebih terbuka dan menerima Islam, bahkan bisa jadi mereka akan tertarik juga untuk belajar tentang Islam,” paparnya.
Sementara itu, Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid, putri Gus Dur yang turut hadir juga memberikan pemaparan materi tentang NU. Dia tak memungkiri masih banyak pihak yang memandang NU sebagai organisasi biasa.
NU menurutnya lahir dari perkumpulan para ulama yang kemudia mempersatukan pondok pondok pesantren di Indonesia. Selanjutnya, para jamaah jamaah pondok itu juga turut bersatu hingga menjadi perkumpulan bernama NU.
“Itulah yang membuat NU menjadi besar, sehingga tidak bisa dibaca dengan organisasi hirarki, struktural dan sentralistik,” tuturnya.
Dia mengatakan bahwa ada 26 ribu pesantren, 17 ribu sekolah, 13 ribu paud yang menjadi bagian dari NU. Disebutkan, terdapat 300 ustadz dan ustadzah yang ada di sekolah sekolah, belum termasuk dosen dosen yang tergabung dalam anggota NU.
“Kata kyai NU kalau merawat Indonesia, ya rawatlah NU. Indonesia bukan negara agama, tapi agama menjadi peran besar dalam negara,” ucapnya.
“Islam dan kebangsaan itu sepasang sayap. Islam dan negara itu saling memperkuat. Mencintai negara itu bagian dari iman,” tandasnya.
Reporter: M Sholeh
editor: jatmiko