Tugumalang.id – Pengasuh pondok pesantren NI di Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang, berinisial MTF, diduga mencabuli puluhan santriwatinya.
Kasus ini sudah dilaporkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Polres Malang. Namun, tersangka mangkir dari panggilan polisi hingga akhirnya ia masuk ke daftar pencarian orang (DPO).
Kasatreskrim Polres Malang, Iptu Wahyu Rizky Saputro membenarkan, bahwa pihaknya tengah menangani kasus ini dan memburu tersangka. “Iya benar. Tersangka masuk DPO pada bulan April 2023,” ujarnya saat dikonfirmasi, Kamis (20/4/2023).
Pelecehan seksual yang dilakukan tersangka ini terjadi pada tahun 2020. Salah satu korban bertanya kepada ustaznya bagaimana hukum apabila seorang ustaz mencium santrinya.
Baca Juga: Lagi, Dugaan Kekerasan di Lingkungan Pesantren Terjadi di Kabupaten Malang
Ustaz yang ditanyai tersebut terkejut dengan pertanyaan itu. Ia kemudian mendapati bahwa ada beberapa santri yang mengalami kejadian serupa. Ia pun mendampingi beberapa santriwati yang menjadi korban dan melaporkan hal ini kepada Kepala Desa Tangkilsari dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH).
Konsultan Women Crisis Center Dian Mutiara Parahita, Dhia Al Uyun mengatakan, pihaknya menerima laporan dari korban pada 13 Desember 2021. Mereka kemudian membuat pengaduan ke UPPA Polres Malang pada 7 Januari 2022.
Menurutnya, pada saat itu, tersangka masih beraktivitas di pondok pesantren. Namun setelah mendapat panggilan polisi tak lama setelah pengaduan dibuat, tersangka menghilang dari pondok pesantren.
“Tersangka itu dikatakan menghilang dari pondok setelah dipanggil untuk pertama kalinya. Kemudian pihak keluarga (tersangka) mendatangi korban dan menyalahkan korban karena harus bertanggung jawab pada pondok dan seterusnya,” ujar Dhia saat dihubungi melalui sambungan telepon.
Tersangka merupakan pemilik, ketua yayasan, pengasuh, pengajar, dan dewan pembina di pondok pesantren tersebut. Sehingga, terjadi ketimpangan relasi kuasa antara tersangka dan korban.
Tersangka kemudian mendapatkan dua panggilan lagi dari kepolisian, namun selalu mangkir. Hingga pada akhirnya, UPPA Polres Malang menetapkan tersangka dalam DPO per Jumat (14/3/2023).
Meski ada puluhan santri yang mengalami pelecehan seksual, saat ini baru lima orang yang melaporkan tersangka. Korban-korban lain mendapatkan tekanan dari pihak pondok sehingga tidak berani menyampaikan apa yang sudah mereka alami.
Beberapa korban merupakan anak yatim/piatu dan mengalami kendala ekonomi sehingga sangat bergantung pada donatur pondok pesantren agar mereka mendapatkan pendidikan yang layak.
“Pada saat itu, ada beberapa korban yang tidak bisa kami akses karena korban tidak dibolehkan keluar dari pondok. Tapi, mereka sudah sempat menyampaikan keterangan sebenarnya. Di pondok itu juga ada isu umum bahwa ada pengalaman mereka mengalami situasi kekerasan seksual itu,” terang Dhia.
Pada kasus ini, tersangka dijerat dengan Pasal 82 Jo Pasal 76E Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang berbunyi, “Setiap orang dilarang melakukan kekerasan, ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.”
Reporter: Aisyah Nawangsari Putri
Editor: Herlianto. A