Oleh: Soejatmiko, Redaktur Tugumalang.id
Tugumalang.id – Lima tahun lalu, tahun 2019, seorang teman mengajak saya masuk dalam tim multimedia kampanyenya. Dia jauh-jauh dari Jatim mencalonkan diri sebagai Calon Wakil Bupati (Cawabup) di salah satu kabupaten di Jawa Tengah. Wilayahnya memiliki kontur perbukitan dan sebelah selatan berbatasan dengan Pantai Selatan.
Teman saya itu kebetulan lahir dan besar di kabupaten tempat dia sekarang mencalonkan diri sebagai wakil kepala daerah. Meski hanya sebagai calon wakil bupati. Teman saya ini benar-benar semangat.
Ketika memasuki musim kampanye, tiada hari tanpa kampanye. Hampir tiap hari selama musim kampanye, rombongan saya dan Cawabup berangkat dari pagi hingga larut malam. Bahkan tidak jarang harus pulang ke posko pagi dini hari.
Baca Juga: Saweran
Setelah itu sekitar pukul 06.00, cawabup dan tim berangkat lagi. Lantaran daerah yang akan ditempati kampanye berjarak 3 jam perjalanan. Sedangkan jadwal kampanye pukul 10.00 pagi. Tentunya tim kampanye datang lebih dulu, meski sudah ada tim kampanye di lokal kecamatan mempersiapkan segala sesuatunya.
Tak hanya soal waktu yang harus dilalui cawabup teman saya dan timnya. Kadang harus kampanye di daerah terpencil. Mobil tidak bisa masuk. Maka mau tak mau, harus jalan kaki. Meski Cuma 15 menit. Tapi itu butuh effort. Karena titik kampanye itu memang terpencil. Listrik belum masuk, warganya hidup di bawah garis kemiskinan.
Sering pula terjadi, dalam sehari bisa mendatangi 5 titik lokasi kampanye. Maka tak heran bila berangkat pagi, Kembali ke posko tengah malam. Saya tidak tahu berapa titik yang dilakukan selama kampanye. Tapi yang saya dengar waktu itu 400 titik kampanye. Dan itu dibagi bersama calon bupatinya.
Baca Juga: Upaya Penuh Cinta Kasih
Menariknya, setiap usai kampanye, anggota tim langsung membagi-bagikan amplop kecil ke warga yang ikut kampanye. Bagi-bagi amplop itu bisa diberikan usai acara, kadang diberikan sebelum acara. Setiap peserta tanda tangan, setelah menerima amplopan.
Lalu di akhir acara kampanye, tidak lupa cawabup itu menyampaikan. ‘’Itu bapak ibu tadi terima amplopan, ini hanya uang bensin. Karena bapak ibu ke sini kan pakai motor, nah motornya perlu bensin. Meskipun tidak seberapa saya ikhlas kok memberinya,’’ kata teman saya waktu itu.
Blusukan itu tak selamanya selalu tepat waktu. Ada kalanya Ketika sudah di tempat kampanye, warga peserta kampanye sudah pulang ke rumah alias pada bubar.
Penyebabnya tim kampanye dan teman saya itu datang terlambat, hanya karena lokasi kampanye tidak sesuai dengan yang diarahkan tim lapangan. Pasalnya, rombongan cawabup kesulitan menghubungi tim lapangan. Usut punya usut, lokasi kampanye ini, termasuk kawasan blank spot. Alias nihil signal seluler.
Saya yakin, blusukan dalam rangka kampanye yang dilakukan teman di salah satu kabupaten di Jawa Tengah Pilkada 2019 lalu itu juga dialami pada para calon kepala daerah yang kini berkontestasi di Pilkada serentak 2024.
Blusukan itu sudah dilakukan sejak 25 September hingga 23 November 2024. Para calon bisa dipastikan akan obral janji-janji manis. Frasanya sama, bahasanya sama. Hanya intonasi suaranya berbeda.
‘’Bila nanti saya terpilih sebagai kepala daerah di sini, jalan menuju pusat kota akan diperbaiki. Pendidikan di semua jenjang akan gratis…’’
Lalu ada pula yang menyinggung soal Kesehatan. ‘’Pokoknya semua pengobatan gratis, BPJS ditanggung pemerintah daerah bila kami terpilih.’’
Tak berhenti sampai disitu, ada pula calon kepala daerah dengan penuh optimis menjanjikan kotanya akan bebas banjir. Lalu dengan bicara pada hal hal teknis. Seperti akan memperbesar gorong-gorong, menggiatkan pasukan kuning.
Semua janji-janji itu sering kali membuat warga yang menghadiri kampanye terkesima. Larut, melambungkan angan-angan rakyat. Berharap orang yang berbicara di depannya benar-benar menepati janjinya. Harapannya memang begitu. Setidaknya mereka ingat ketika blusukan, dan janjinya kepada rakyat saat kampanye.
Akan halnya teman saya 5 tahun lalu mencalonkan diri sebagai cawabup ternyata tidak terpilih. Paslon teman saya ini hanya juara ketiga dari tiga kontestan.
Meraup suara 50 ribu. Sedagkan dua paslon lainnya berhasil meraup 130 ribuan suara lebih dengan selisih masing-masing berbeda. Tentunya teman saya ini cari kambing hitam ketika balik ke Jatim.
‘’Ya, waktu mendekati hari pencoblosan, parpol yang membawa saya minta dana, Katanya untuk serangan fajar. Mereka juga minta ke calon bupati saya, untuk mendapatkan 130 ribu suara. Lha, kami ini kan sejak awal memang tidak punya uang,’’ kata teman saya itu.
Meski dia bilang tidak punya uang, teman saya itu sudah menghabiskan dana sekitar Rp 5 miliar. Apakah itu sumbangan dari orang lain. Ternyata bukan. Dia berani jauh-jauh dari Jatim ke Jateng hanya untuk calon wakil bupati dengan menggadaikan tumpukan sertifikat tanah dan rumahnya di Jatim. Sebagian milik keluarga, Sebagian milik sendiri.
‘’Saya ga tahu bagaimana cara menebus sertifikat tanah dan rumah yang saya gadaikan itu,’’ katanya sambil geleng-geleng kepala.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Editor: Herlianto. A