MALANG – Bagi warga Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, toleransi sudah merupakan hal yang biasa dilaksanakan sehari-hari. Pasalnya, di desa ini terdapat berbagai agama mulai dari Hindu, Buddha, Islam dan Nasrani.
Rumah-rumah ibadah juga dibangun berdekatan sehingga menambah kesan toleransi yang sangat kental di desa yang menjadi akses utama menuju Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) dari arah Malang ini.
“Kebetulan kan Bulan Ramadan kali ini bertepatan dengan perayaan Galungan bagi teman-teman hindu, tapi ini bukan hal yang asing bagi kami karena sudah terbiasa dengan keberagaman seperti ini,” terang Shinta (19), warga asli Desa Ngadas yang kebetulan juga beragam Buddha.
Toleransi juga ditunjukkan saat warga muslim merayakan Idul Fitri, budaya ngelencer (bersilaturahmi ke rumah-rumah tetangga), ternyata tidak hanya dilakukan sesama umat Islam, tetapi seluruh warga tidak memandang agama.
“Kalau sedang lebaran bukan hanya umat muslim saja yang bersilaturahmi, biasanya seluruh umat juga mengunjungi tiap-tiap rumah untuk saling bermaaf-maafan,” ungkapnya.
Selain itu, ternyata para warga non-muslim juga menghormati umat muslim ketika melaksanakan ibadah puasa di Bulan Ramadhan. Biasanya warga akan mensupport warganya yang beragama Islam agar ibadahnya berjalan lancar.
“Kalau umat muslim sedang berpuasa kami pasti selalu menghormati dengan tidak makan atau minum di depan mereka, selain itu di sini suara adzan tetap berkumandang untuk peringatan sholat atau berbuka puasa,” bebernya.
Selain itu, saat dilakukan perayaan Galungan pada Kamis kemarin (15/04/2021) oleh umat Hindu, biasanya warga-warga non-hindu juga kebagian berkatnya (makanan).
“Kalau hari raya Galungan, biasanya kalau umat Hindu selesai sembahyang dan turun dari pura kita akan kebagian makanannya, makanan-makanan itu biasanya dibagi-bagikan ke warga,” pungkasnya.
“Memang sejak saya kecil sifat toleransi warga sini tidak pernah berkurang atau berubah sedikitpun,” pungkasnya.