Tugumalang.id – Perang Surabaya yang pecah pada 10 November 1945 menjadi cikal bakal penetapan Hari Pahlawan. Orasi ikonik Bung Tomo kala mengobarkan bara semangat rakyat menjadikannya sosok pahlawan yang memiliki peran besar dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Kala itu, pasukan Inggris memberikan ultimatum agar pihak Indonesia menyerahkan senjata dan menghentikan perlawanan selambat lambatnya pada 10 November 1945 pukul 06.00 WIB. Bahkan Inggris mengancam akan menggempur Surabaya dari darat, laut dan udara jika ultimatum tidak dipenuhi.
Melalui siaran radio, orasi Bung Tomo membangkitkan puluhan ribu rakyat yang ada di Surabaya menjadi barisan pasukan tak takut mati. Mereka sama sekali tak gentar dengan persenjataan canggih pasukan sekutu yang ingin menguasai Surabaya.
Pertempuran pun pecah hingga berminggu minggu, ribuan pasukan Inggris tewas dan puluhan alat perang canggih hancur. Ribuan rakyat Surabaya juga gugur dan ratusan ribu warga mengungsi keluar Surabaya karena sekutu mulai menguasai keadaan dan Bung Tomo menjadi buronan sekutu.
Saat itulah Bung Tomo mulai bergeser ke wilayah Malang agar tetap bisa mengobarkan bara perlawanan melalui siaran radio. “Radio sebagai alat perlawanan itu sempat dibawa ke Malang oleh Bung Tomo,” kata Pemerhati Sejarah dan Budaya Kota Malang, Agung Buana.
“Situasi memang tidak memungkinkan. Bahkan sekutu membuat sayembara untuk menangkap Bung Tomo. Makanya beliau sementara bersembunyi di Malang,” imbuhnya.
Meski begitu, Agung mengatakan bahwa Bung Tomo terus melakukan orasi mempertahankan kemerdekaan melalui siaran radio dari beberapa tempat di wilayah Malang. “Mulai di Celaket, Jalan Bandung, Klojen hingga ke Bululawang,” ujarnya.
Agung mengatakan bahwa bara pertempuran Surabaya juga terus dikobarkan Bung Tomo dari Malang. Bahkan menurutnya, Bung Tomo juga pernah melakukan orasi secara langsung di Stadion Gajayana Kota Malang.
Stadion itu menjadi salah satu saksi bisu jejak perjuangan Bung Tomo mempertahankan kemerdekaan dari Kota Malang. Kala itu, ribuan warga Malang berbondong bondong datang ke stadion untuk mendengarkan pidato Bung Tomo.
“Ribuan orang berkumpul di Stadion Gajayana untuk mendengarkan orasi Bung Tomo pada awal 1946 sebagai upaya menggalang kekuatan melanjutkan pertempuran Surabaya,” paparnya.
Semangat mempertahankan kemerdekaan kala itu menjadi kunci pemersatu bangsa tanpa memandang perbedaan. Kemudian, barisan rakyat Malang mulai terpanggil untuk bersiap siaga membantu Surabaya melawan sekutu jika sewaktu waktu dibutuhkan.
Agung mengatakan bahwa terdapat 2 fase rakyat Malang dan Surabaya berada di titik persatuan yang utuh. Yakni jelang dan pasca Perang Surabaya 10 November 1945. Disebutkan, ratusan warga Malang pernah membantu memperkuat pasukan dalam Perang Surabaya. Ratusan warga itu berangkat dari Malang sebelum perang pecah.
Kemudian pasca perang, Bung Tomo juga sempat membuat barisan rakyat Malang bersiaga untuk menghadapi Perang Surabaya.
“Jadi saya lihat ada 2 fase. Pertama sebelum 10 November dan pasca 10 November ketika Bung Tomo menggalang pasukan dari Malang untuk membantu Surabaya,” tandasnya.
Reporter: M Sholeh
Editor: Herlianto. A