MALANG, Tugumalang – Mengelola pertanian dan peternakan dengan cara modern bisa memudahkan petani sekaligus memberikan keuntungan maksimal. Dengan demikian, ketahanan pangan dan perekonomian petani dapat ditingkatkan.
Bahrul Alam (28), pemuda asal Dusun Sepudak, Desa Kasembon, Kecamatan Kasembon, Kabupaten Malang mengembangkan pertanian terpadu bernama Bara Putra Farm agar pengelolaannya lebih efektif dan efisien.

Ia memanfaatkan limbah daun untuk pakan ternak dan kotoran hewan untuk pupuk tanaman. Sehingga, pengeluaran bisa ditekan, namun hasil pertanian dan peternakan tetap maksimal.
Berkat upayanya mengembangkan pertanian terpadu ini, Bahrul dipercaya untuk mewakili Provinsi Jawa Timur di ajang Pemuda Pelopor yang diselenggarakan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia.
Bahrul sendiri saat ini membudidayakan tanaman palawija dan hortikultura yang diintegrasikan dengan peternakan kambing dan domba.
“Limbah pertanian, seperti daun singkong, kami gunakan untuk pakan ternak. Lalu ternak menghasilkan kotoran yang kemudian diproses menjadi pupuk organik. Pupuk tersebut kami kembalikan lagi ke lahan sebagai pupuk tanaman,” jelas Bahrul.
Mulai Beternak dengan Modal Tabungan
Bahrul mulai beternak di tahun 2016 dengan empat ekor kambing dan domba. Ia berani memulai kendati tak pernah mengenyam pendidikan formal pertanian atau peternakan. Ia merupakan lulusan SMK jurusan teknik komputer. Setelah lulus sekolah, ia bekerja di perusahaan konstruksi di Kalimantan dan Jakarta.
Ia kemudian memutuskan banting setir mengelola peternakan agar tetap bisa tinggal di desa. “Kalau di desa agak sulit untuk teknik, jadi saya ke ternak ruminasia,” ujar Bahrul.
Modal beternak ini ia dapat dari hasil menabung selama bekerja di perusahaan konstruksi. Modal tersebut ia gunakan untuk membeli ternak. Kemudian dari situ, hasilnya ia sisihkan untuk perbaikan kandang.
Ternak ruminasia (kambing dan domba) ia pilih karena pakannya mudah dicari. Menurut Bahrul, 70 persen pakan ternak tersebut merupakan rumput liar yang banyak ditemukan di sekitar situ.
Setelah banyak belajar, Bahrul semakin mengerti tentang tanaman. Ia memahami mana tanaman tanaman-tanaman yang mengandung protein tinggi dan bagus bagi ternak seperti odot, kaliandra, dan indigofera.
Akhirnya, ia mengembangkan tanaman tersebut untuk ternaknya. Pakan tersebut dipanen di lahan sendiri atau di lahan orang lain dengan sistem bagi hasil.
Menurut Bahrul, jika menggunakan cara lama, yaitu mencari rumput liar, peternak akan kesulitan untuk mencari pakan bagi puluhan ternak. Dengan perkembangan pengetahuan, tak hanya pakan didapat dengan mudah, tetapi juga bisa diawetkan sehingga tidak ada yang terbuang.
“Dulu orang cari pakan untuk 10 ekor saja sudah berat. Tapi dengan sistem yang modern, pakannya bisa diproses agar lebih awet dengan cara fermentasi. Jadi lebih praktis,” ujar Bahrul.
Kembangkan Pertanian Terpadu

Pada tahun 2018, dua tahun setelah memulai beternak, ia mengenal sistem pertanian terpadu. “Jadi awalnya saya cuma beternak, kemudian saya kembangkan ke pertanian,” kata Bahrul.
Ia menanam jagung, singkong, dan lain-lain. Untuk afkir (produk yang tidak bisa dijual) dan produk yang tidak laku akan dijadikan pakan ternak. Kemudiam kotoran kambing akan dijadikan pupuk kohe. Jadi saling berintegrasi.
“Dengan begini, cari pakan untuk ternak lebih mudah dan waktunya lebih efisien. Metode ini sudah diikuti oleh peternak-peternak lain,” ujar Bahrul.
Belajar Bertani Otodidak
Bahrul tidak pernah mengikuti sekolah atau kelas pertanian dan peternakan. Ia belajar seorang diri melalui berbagai sumber. Salah satunya dengan konsultasi ke tetangga yang petani. Kemudian ia juga belajar dengan browsing di google dan youtube.
“Saya juga bergabung dengan komunitas peternak di Facebook dan menjalin relasi dengan para peternak yang ada di situ,” kata Bahrul.
Selain itu, komunitas tersebut juga berisi mahasiswa dan dosen sehingga banyak ilmu yang bisa ia dapat. Dari situ ia mempraktikan apa yang ia pelajari dan mendapat banyak pengalaman.
Mengukuti Ajang Pemuda Pelopor
Bahrul tak pernah menyangka ia akan mengikuti ajang Pemuda Pelopor. Ia mendapat kesempatan tersebut secara tidak sengaja.
Awalnya, Bahrul mengikuti program Petani Milenial di tahun 2021. Program tersebut berisikan petani-petani berusia 17-39. Beberapa bulan setelahnya, perwakilan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kabupaten Malang mengunjungi Desa Kasembon untuk mencari kandidat Pemuda Pelopor yang akan mewakili Kabupaten Malang.
Sistem pertanian terpadu yang dilakukan Bahrul menarik perhatian Dispora Kabupaten Malang sehingga ia pun dipilih untuk mewakili Kabupaten Malang di ajang Pemuda Pelopor kategori pangan tingkat Provinsi Jawa Timur.
“Saya kemudian mengajukan proposal ke Dispora Provinsi Jawa Timur. Seleksinya diikuti 28 orang dari seluruh Jawa Timur,” kata Bahrul.
Ia mengangkat konsep pertanian terpadunya. Ia juga mempresentasikan kegiatannya pemuda tani di Desa Kasembon bernama Guyubing Cah Angon.
Guyubing Cah Angon adalah perkumpulan pemuda tani dan ternak untuk belajar bersama serta untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional.
Setelah dilakukan survei dari Dispora Provinsi Jawa Timur dan mengikuti sejumlah seleksi, Bahrul meraih juara 1 dan berhak mewakili Provinsi Jawa Timur ke ajang Pemuda Pelopor di tingkat nasional.
“Tapi untuk yang nasional nggak lolos karena produk yang dibawa ternyata harus melewati pengolahan. Produk kami ya buah, palawija, susu, dan daging. Jadi tidak ada produk yang dibawa ke Jakarta,” jelas Bahrul.
Pertanian identik dengan generasi yang lebih tua. Namun Bahrul membuktikan menjadi petani dan peternak juga bisa dilakukan oleh generasi muda, bahkan lebih baik dan lebih efisien.
“Untuk generasi muda, jangan takut menjadi petani. Potensi di pertanian masih bagus. Lahan masih luas. Peternakan juga masih menjanjikan,” pesan Bahrul.
Reporter: Aisyah Nawangsari Putri
editor: jatmiko