Tugumalang.id – Masyarakat Kota Malang memiliki gaya komunikasi yang sangat unik, hal ini tercermin dari penggunaan bahasa yang pengucapannya dibalik atau yang lebih dikenal osob kiwalan (boso walikan atau bahasa walikan).
Kalau orang Malang bilang Kera Ngalam itu berarti balikan dari arek Malang, yang artinya anak Malang. Bahasa ini jamak digunakan oleh warga Malang di beberapa tempat, bahkan hingga nama-nama warung atau toko.
Namun, siapa sangka bahasa tersebut bukan hanya sebagai alat komunikasi pada umumnya tetapi juga salah satu bukti perjuangan di era kemerdekaan Indonesia.
Baca Juga: Sejarah Pembantaian Tionghoa di Mergosono Malang
Dikutip dari berbagai sumber, boso walikan sudah ada sejak era penjajahan Belanda. Pemrakarsa bahasa ini adalah Gerakan Rakyat Kota Malang. Bahasa tersebut digunakan untuk menyampaikan pesan penting kepada sesama pejuang agar tidak diketahui oleh penjajah dan pribumi yang menyamar menjadi mata-mata musuh.
Disebutkan bahwa pada zaman penjajahan Belanda, banyak pribumi yang berkhianat dengan menyebarkan informasi penting kepada belanda. Kejadian tersebut menyebabkan Gerakan Rakyat Kota Malang kewalahan menghadapi gempuran pihak Belanda karena segala bentuk rencana untuk melawan penjajah sudah diketahui.
Berkaca dari hal tersebut, diciptakanlah bahasa walikan untuk memperdaya mata-mata Belanda. Terbukti, bahasa ini sukses membantu Gerakan Rakyat Kota Malang mengadakan agenda penumpasan penjajah dan informasinya tidak pernah diketahui ataupun bocor.
Baca Juga: Sejarah 32 Bangunan Cagar Budaya di Kota Malang
Boso walikan pada waktu itu banyak digunakan oleh warga Malang yang bermukim di wilayah garis demarkasi atau wilayah batas antar wilayah Indonesia dengan wilayah jajahan Belanda. Seperti pada wilayah Sumbersari, Kedungkandang, Singosari dan Bululawang.
Bahasa khas ini mempunyai arti yang berbeda di setiap wilayah di Malang. Hal ini karena bahasa ini tercipta dari berbagai komunitas di rentang tahun 1940 hingga 1980-an.
Terdapat aturan tidak tertulis yang menyatakan bahasa ini tidak diperkenankan untuk diterapkan pada kata yang dibalik memiliki arti kotor. Hal ini dimaksudkan untuk menghormati dan menjunjung tinggi norma kesopanan.
Boso walikan hingga saat ini masih sering digunakan bahkan sudah menjamur ke kalangan anak muda gaul untuk berbicara kepada teman-temannya. Hal ini juga menjadi menarik karena gaya berbicaranya menimbulkan logat yang khas.
Ada banyak contoh bahasa walikan yang biasanya dipakai untuk berbicara sehari-hari, seperti kera yang berarti arek, nakam yang berarti makan, kane yang berarti enak, dan masih banyak lainnya yang dapat dijumpai.
Baca Juga Tugu Malang di Google News (klik di sini).
Penulis: I Made Dupon Raditya Mahendra (Magang)
Editor: Herlianto. A