Dr. H. Abdurrahman Said*
Kalender Islam
Penetapan kalender Islam didasarkan pada perhitungan kalender qomariyah, yaitu perhitungan kalender berdasarkan peredaran bulan terhadap bumi dan atau pantulan cahaya matahari di bulan yang terlihat di bumi, ini tergantung pada ketinggian posisi bulan dan elongasinya. Ketetapan ini didasarkan pada firman Tuhan dalam Al-Qur’an; ketika mereka bertanya tentang bulan itu, maka jawab; bahwa sesungguhnya bulan itu adalah (penentuan) waktu untuk manusia dan (penentuan) kapan waktu berhaji (wukuf di arafah) (QS. Al-Baqarah: 189). Dalam ayat yang lain; dan jika kalian menyaksikan (masuknya waktu) bulan (Ramadhan itu), maka berpuasalah (QS. Al-Baqarah: 185). Kedua ayat ini menunjukkan bahwa penentuan kalender Islam didasarkan pada posisi bulan, termasuk penentuan awal bulan Ramadhan.
Dalam penghitungan kalender Islam, secara garis besar, dimulai dari terbenam matahari pada hari terakhir bulan Hijriyah, dimana jumlah hari dalam satu bulan berfariasi antara 29 dan 30, itu tergantung dari penentuan awal bulan berikutnya. Sementara jumlah bulan dalam satu tahun adalah dua belas bulan, sebagaimana sudah digariskan sejak penciptaan alam semesta yang termaktub dalam Al-Qur’an; sesungguhnya jumlah bulan di sisi Allah Swt adalah dua belas bulan, (hal tersebut) ada dalam ketentuan Allah sejak Ia menciptakan langit dan bumi, empat diantaranya dalah bulan mulia (haram) (QS. At-Taubah: 36).
Terkait penentuan awal bulan pada umumnya digunakan dua cara; pertama, teknik penghitungan astronomik atau dikenal dengan ilmu hisab wujud hilal ba’da ghurub (teknik penghitungan keberadaan bulan setelah terbenam matahari) atau sering disebut hisab hilal. kedua, teknik ru’yat hilal (melihat bulan) atau ikmal ‘iddah atau sering disebut ikmal (menyempurnakan jumlah hari dari 29 menjadi 30 hari). Teknik ini didasarkan pada Hadits Nabi yang Sahih yang dapat ditemukan di banyak buku-buku Hadits terkemuka, termasuk Sahih Bukhari; bahwa satu bulan itu berjumlah 29 malam (hari), maka jangan berpuasa kalian sebelum melihat bulan (ru’yat hilal), jika (tertutup penglihatan kalian, disebabkan) ditutupi awan, maka sempurnakan jumlahnya menjadi 30 hari (ikmal ‘iddah) (HR. Bukhari: 1907)
Terdapat riwayat lain yang juga dapat ditemuakan dalam Sahih Bukhari dan beberapa buku-buku Hadits terkemuka lainnya yang mengandung indikasi alternatif selain teknik ru’yat hilal, Nabi menyatakan; jika tertutup awan, maka perkirakan (faqdiru lah) (HR. Bukhari: 1906). Dari redaksi ini muncul tiga pandangan; pertama, Imam Ahmad Hanbal (w. 241 H) yang mewajibkan berpuasa besoknya sebab harus diperkirakan bahwa bulan sudah muncul namun tertutup awan, kedua, Mutharrif bin Abdullah (w. 95 H) dari generasi Tabi’in, Ibnu Suraij (w. 306 H) dan Ibnu Qutaibah (w. 276 H) yang menyatakan harus diadakan penghitungan adanya bulan setelah terbenam matahari (hisab hilal), dan ketiga, pandangan Imam Malik (w. 179 H), Imam Hanafi (w. 150 H) dan Imam Syafii (w. 204 H) dan mayoritas Ulama yang lain, yang mengharuskan untuk menyempurnakan jumlah hari menjadi 30 hari (An-Nawawi: j. 6, p. 270).
Awal Puasa di Indonesia
Pada umumnya terdapat empat rujukan kalender yang banyak diikuti oleh masyarakat di Indonesia dalam menentukan awal bulan tahun Hijriyah, termasuk bulan Ramadhan, yaitu ketentuan dari Pemerintah, NU Strutural, Muhammadiyah dan NU Kultural. NU Struktural biasanya sepakat dengan Pemerintah untuk menggunakan teknik ru’yat hilal tanpa mengesampingkan teknik hisab hilal dengan beberapa ketentuan yang disepakati secara resmi, baik oleh Penerintah atau NU secara organisasi, dan kemudian diputuskan secara final dalam sidang isbat oleh Kementerian Agama. Ru’yat hilal dan sidang isbat itu biasanya dilaksanakan pada tanggal 29 sesuai ketentuan dari MUI.
Sementara Muhammadiyah cenderung menggunakan teknik hisab hilal, dan ketentuan organisasi Muhammadiyah itu hampir dipastikan akan diikuti oleh warganya. Berbeda dengan sikap NU Kultural yang kadang tidak sama dengan ketentuan yang dikeluarkan secara resmi oleh PBNU atau oleh NU Struktural di bawahnya. Ini secara umum, bisa saja disebabkan karena perbedaan teknik hisab yang digunakan sebagai pendukung dari teknik rukyat, misalnya penggunaan kitab yang sangat berfariasi di beberapa pesantren, terutama pesantren-pesantren besar, belum lagi banyak Kyai dan Ulama di pesantren yang memiliki karya sendiri tentang ilmu falak.
Faktor lain yang juga dapat menentukan adalah perbedaan ketentuan imkaniyat ru’yat (nilai perhitungan dimungkinkan bulan dapat terlihat). PBNU sendiri telah mengeluarkan surat instruksi ru’yat bernomor 012/LF-PBNU/III/2022 pada tanggal 31 Maret 2022 yang sepakat dengan Pemerintah dalam ketentuan ketinggian bulan 3 derajat dan elongasi bulan 6.4 derajat. Ketinggian bulan adalah busur vertikal yang ditarik dari toposentrik menuju pusat piringan bulan pada awal bulan Hijriyyah, sementara elongasi bulan adalah busur yang ditarik dari pusat piringan matahari menuju pusat piringan bulan secara geosentrik pada awal bulan Hijriyyah.
Ketentuan ini sesuai dengan hasil kesepakatan Menteri Agama empat negara; Brunai, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS). Kriteria MABIMS ini lebih tinggi dari kriteria sebelumnya yang hanya 2-3-8 (ketinggian bulan 2 derajat, elongasi 3 derajat dan umur bulan 8 jam). Manurut laporan hisab hilal yang dilansir oleh PBNU dari seluruh Indonesia; parameter hilal terkecil tinggi +1º 12’, elongasi 2º 58’ dan lama hilal 5 menit 48 detik, yang terjadi di kota Jayapura propinsi Papua. Sedangkan parameter hilal terbesar tinggi +2º 06’, elongasi 3º 04’ dan lama hilal 8 menit 42 detik, yang terjadi di kota Pelabuhan Ratu propinsi Jawa Barat.
Kesimpulannya, perbedaan penetuan awal bulan puasa sangat dimungkinkan, karena banyak faktor. Berbeda wilayah waktu saja sudah dapat menjadi indikasi adanya perbedaan kapan berpuasa. Namun yang paling penting adalah kita dapat bersatu dalam berpuasa, itu penting, walaupun berbeda waktu kapan memulainya, itu tentu tidak penting. Selamat berpuasa.
*Direktur Pascasarjana IAI Al-Qolam Malang
[email protected]
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id