Tugumalang.id – Tragedi Kanjuruhan usai laga Arema FC versus Persebaya di Malang menyisakan duka mendalam bagi Slamet Sanjoko, salah satu Aremania Korwil Bantur. Slamet menjadi saksi hidup para suporter Arema yang terjebak dalam kepulan asap gas air mata beracun pada Sabtu 1 Oktober 2022 malam itu.
”Rasanya kami kayak dibantai di sebuah kurungan. Kami ditembak (gas air mata), lari keluar, pintu desek-desekan. Ada yang ditutup, ada yang dibuka. Kami di tribun salah apa kok ditembaki?,” kata Slamet dengan nada geram, kepada tugumalang.id, Senin (3/10/2022).
Kembali dia mengingat malam itu, supporter yang juga terdiri dari banyak perempuan dan anak kecil kalut mencari jalan keluar. Namun, di pintu sektor selatan sudah dipenuhi manusia yang mengalami gejala yang sama. Mata perih, sulit bernafas dan berdesak-desakan.
”Waktu itu juga lampu sudah mati. Kami terjebak. Ada banyak perempuan, masih muda juga anak-anak. Kami kacau, karena gas air mata,” terangnya.
Slamet dengan tegas mempertanyan kenapa pihak Panpel maupun aparat menembaki gas air mata ke arah tribun. Padahal, supporter di tribun tidak berbuat tindak anarkis. Lalu, lanjut dia, kenapa pihak Panpel tak melarang aparat membawa senjata gas air mata.
”Yang saya tahu, para supporter hanya ingin turun buat foto-foto sama pemain. Selebihnya mungkin hanya ingin meluapkan kekecewaan. Lalu kenapa kami ditembaki? Kami salah apa?,” ujarnya.
”Gas air mata ditembakkan ke tribun itu sudah jelas pelanggaran berat. Iya kalau semua supporter terlibat adu pukul, tapi apa perempuan dan anak-anak ikut adu fisik? Sudah pasti mereka korban gas air mata,” sambungnya.
Slamet meminta semua pihak bertanggung jawab untuk menyelesaikan tragedi ini secara terang-benderang. Bagaimanapun kata dia, supporter adalah elemen penting dari tim.
”Gak cukup hanya dengan kata maaf. Kejadiam kayak gini jangan sampai terulang. Soal ini harus diusut tuntas. Jangan biarkan kawan-kawan kami meninggal tanpa ada klarifikasi yang jelas. Keadilan sudah menjadi hak mereka,” tegasnya.
Reporter : Ulul Azmy
Editor : Fajrus Sidiq