MALANG, Tugumalang – Ratusan Aremania kembali melakukan aksi menuntut keadilan bagi korban Tragedi Kanjuruhan pada Minggu (27/11/2022). Akibatnya, sejumlah ruas jalan di Kota Malang mengalami kemacetan. Namun Aremania menganggap kemacetan itu sebagai simbol lambatnya proses hukum peristiwa yang menewaskan 135 jiwa.
Salah satu aksi Aremania terpantau berpusat di simpang 4 Jalan Besar Ijen, Kota Malang. Orasi, pembentangan spanduk, membopong keranda hingga teatrikal penembakan gas air mata layaknya Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 lalu. Mereka menilai peristiwa yang telah berlalu hampir 2 bulan ini belum menampakkan keadilan bagi para korban.
“Macetnya jalanan ini, ya karena hukumnya kan macet. Apalagi sudah dua bulan ini proses hukum berhenti begitu saja tak ada kejelasan sama sekali,” kata Indra Bogel, salah satu Aremania dalam aksi itu.
Indra mengatakan bahwa sejumlah tuntutan yang diaspirasikan tetap sama. Pasalnya, tuntutan mereka dalam aksi aksi sebelumnya juga belum terealisasikan. Mulai rekonstruksi ulang sesuai fakta, penambahan tersangka, penambahan pasal pembunuhan berencana hingga pemenuhan hak hak korban.
“Kemudian jalankan rekomendasi TGIPF. Karena selama ini penanganannya belum jelas arahnya,” ucapnya.
Dia menyebutkan bahwa jika keadilan bagi korban Tragedi Kanjuruhan tak terwujud, maka Aremania akan terus melakukan aksi turun ke jalan. “Kalau semakin rumit, kami akan semakin berlipat ganda,” tegasnya.
Dalam aksi itu, tampak Aremania melakukan teatrikal penembakan gas air mata. Gerakan itu dimulai dengan pemasangan police line membentuk persegi. Flare sebagai simbol gas air mata dinyalakan dalam teatrikal itu. Asap flare mengepul diantara teriakan orasi.
Teatrikal itu juga meletuskan balon berisi cat warna merah sebagai simbol darah yang tumpah dalam Tragedi Kanjuruhan. Poster “Malang Kucekwara” yang berarti Tuhan akan menghancurkan kebatilan dan akan menegakkan keadilan, terbentang dalam teatrikal itu.
“Ini seperti tuntutan kami semua, yakni yang paling bertanggungjawab dan para penembak gas air mata harus diadili,” kata Gotawa, salah satu Aremania lain.
Reporter: M Sholeh
editor: jatmiko