Tugumalang.id – Pendidikan di suatu negara menggambarkan bagaimana sumber daya manusia didalamnya. Lewat tes PISA (Programme for International Student Assessment) yang diadakan 3 tahun sekali menunjukkan, bahwa pendidikan di Indonesia menduduki peringkat puluhan dari bawah atau 70an dari 78 total negara. Sebuah hasil yang menggambarkan kondisi pendidikan yang menyedihkan.
Tes ini mencakup 3 hal dalam pendidikan yaitu, membaca, matematika, dan sains. PISA terakhir kali dilakukan pada tahun 2018 oleh OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) dengan mengirimkan 3 perwakilan ini berguna untuk memperbaiki sistem pendidikan yang ada. Hal ini bermula saat negara-negara dahulu telah menyadari pentingnya evaluasi pendidikan.
Namun, saat itu OECD memiliki pandangan yang berbeda tentang evaluasi ini. Hingga, PISA diadakan bukan hanya untuk mengetahui pendidikan melalui hal-hal yang dapat dihafal oleh siswa. Lebih dari itu, mereka ingin siswa dapat menguasai hal yang fundamental serta bagaimama mereka menghadapi kehidupan. Karena disadari dengan menghafal saja, tidak cukup. Melalui tiga aspek yang perlu ditekankan pada siswa, yaitu :
– Ketika pekerjaan sudah berubah dengan munculnya robot apakah siswa-siswa dapat menghadapi tantangan di masa depan?
– Apakah mereka tetap dapat melakukan analisis dan penalaran logika yang baik setelah menyelesaikan sekolah nantinya?
– Bisakah nanti siswa-siswa ini terus memiliki minat untuk belajar setelah lulus?
Tiga pertanyaan ini telah diukur dalam 3 aspek yang disebutkan diatas, Reading untuk belajar, matematika untuk menganalisa, serta scientific literacy untuk memproses hal baru.
Di laman youtube satu persen ini dijelaskan bahwa efek terbesar yang dihasilkan adalah, banyaknya pengangguran setelah kuliah. Karena skill yang dimiliki tidak dibutuhkan oleh industri atau perusahaan yang ada. Sekolah juga tidak mengajarkan skill yang nantinya dibutuhkan oleh siswa. Maka dari itu, pentingnya revolusi pendidikan demi menunjang siswa dengan teknologi di abad 21.
Dapat disimpulkan, bahwa suatu negara yang memiliki nilai PISA rendah setelah lulus dari pendidikan formal tidak membantu kesiapannya dalam menghadapi hidup serta tantangannya. (Auliya Rahma Maziidah)
Editor: Soejatmiko