Tugumalang.id – Awan panas Semeru bukan hanya satu-satunya muntahan gunung berapi di Jawa yang membahayakan. Sebelas tahun lalu, tepatnya 26 Oktober 2010, Mbah Maridjan menjadi salah satu korban jiwa ganasnya awan panas Gunung Merapi. Juru kunci yang populer itu bersikukuh tetap menemani Merapi hingga akhir hayatnya walau harus berhadapan dengan ‘wedhus gembel’.
Pada Desember 2022, Gunung Semeru yang terletak sejauh 400 Kilometer sisi timur Gunung Merapi pun mengeluarkan guguran awan panas sejauh 19 Km. Gunung Semeru pun dinaikkan statusnya menjadi level IV (Awas) hingga berita ini diturunkan. Lalu apa beda karateristik awan panas kedua gunung api aktif di Pulau Jawa ini?
Mengenal Guguran Awan Panas Semeru
Brian Bagus Arianto (2015) dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) dalam sebuah studi tentang jalur aliran lava menyebut jika awan panas Semeru merupakan aliran piroklastik yang muncul karena runtuhnya tiang asap erupsi. Guguran lidah atau kubah lava inilah yang kemudian mengalir ke permukaan tanah dengan kecepatan tinggi.
Kecepatan aliran guguran awan panas yang dapat mencapai 150-250 Km/jam ini disebabkan oleh adanya gravitasi sehingga mengarah ke lembah dan lereng searah dengan guguran. Guguran juga dipengaruhi oleh pelepasan gas magma atau lava.
Awan panas sendiri termasuk dalam Bahaya utama atau primer dari letusan gunung api. Selain awan panas, terdapat bahaya utama berupa leleran lava, jatuhan abu, lahar letusan dan gas vulkanik yang beracun. Adapun bahaya sekunder yang mungkin timbul yakni longsoran vulkanik, lahar hujan hingga banjir bandang.
Guguran awan panas (APG) Gunung Semeru pada Desember 2022 bukan yang pertama kali terjadi. Dalam jurnal riset Anggiat Purba (2022), awan panas pernah menyapu lereng Semeru pada November 1818. Pada Mei 1963, awan panas juga turun sejauh 8 Km.
Berikutnya pada 1977 juga terjadi guguran awan panas sejauh 10 Km lewat Besuk Kembar. Muntahan awan panas Semeru pun terus terjadi dalam beberapa rentang tahun selanjutnya. Tercatat pernah terjadi pada 1978, 1981, 1990, 1994, 2002, 2004, 2005, 2007, dan 2008.
Apa Bedanya Guguran Awan Panas Semeru dan Merapi?
Dalam sebuah konferensi pers daring, Hanik Humaida selaku Kepala Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), pernah menyebutkan sedikit perbedaan awan panas Semeru dan Merapi.
Menurutnya, karakter erupsi Gunung Semeru sebenarnya memiliki kemiripan dengan Gunung Merapi. Perbedaanya hanya terletak pada adanya kubah lava yang telah terbentuk sebelum erupsi pada Gunung Semeru. Sedangkan aliran awan panas wedhus gembel Merapi tak didahului dengan kubah lava yang hingga kini belum muncul.
Hanik juga menerangkan jika satu ciri munculnya awan panas salah satunya yakni adanya kubah lava. Guguran kubah lava yang runtuh akan menjadi awan panas yang mengarah ke lereng gunung.
Karakter Wedhus Gembel Gunung Merapi
Surono, Ketua Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mengungkapkan jika “Wedhus Gembel” merupakan sebutan awan panas yang juga disertai adanya agas beracun dengan kandungn sulfur, karbon dioksida dan abu vulkanik.
Saat keluar dari kawah, suhu wedhus gembel bisa mencapai 1000oC dan akan turun hingga 500oC saat mencapai pemukiman. Awan panas ini akan dengan cepat menyapu apa saja yang dilaluinya dengan kecepatan hingga 200 km/jam. Seorang pakar vulkanologi John Seach bahkan menyebut Gunung Merapi sebagai salah satu gunung paling aktif dan berbahaya di dunia.
Catatan Kementerian ESDM menyebut jika Gunung Merapi pertama kali meletus pada tahun 1006. Letusan dahsyat itu bahkan membuat seluruh Pulau Jawa tertutup abu. Letusan pada 1930 pun tak kalah mengerikan. Wedhus gembel yang menyapu 13 desa menyebabkan sekitar 1370 jiwa meninggal dunia.
PVMBG pun menyebut siklus Gunung Merapi kini berada dalam siklus pendek dimana dapat meletus dengan rentang 2-5 tahun dan 5-7 tahun. Letusan besar lainnya pernah terjadi pada tahun 1786, 1822, dan 1872. Hingga kini, awan panas Semeru dan Merapi masih sering terjadi dan perlu diwaspadai setiap saat.
Penulis: Imam A. Hanifah
editor: jatmiko