MALANG, Tugumalang.id – Menjadi petani bukanlah pilihan karir yang menjadi primadona bagi generasi Z (Gen Z) atau anak-anak muda yang lahir pada tahun 1997-2012. Ada banyak pekerjaan baru di era digital ini yang banyak diminati Gen Z, seperti menjadi content creator, graphic designer, data analyst, dan sebagainya.
Meski demikian, ternyata masih ada Gen Z yang ingin berkarir menjadi petani di era ini. Mereka memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengembangkan pertanian agar hasil panen lebih baik. Selain itu, mereka juga mempelajari Agribisnis agar bisa memprediksi pasar sehingga petani tidak mengalami kerugian meski hasil panennya bagus.
Tugu Malang ID berkesempatan mewawancarai empat mahasiswa Universitas Wahidiyah Kediri yang tengah menjalani pelatihan kerja lapangan (PKL) di Kebun Puspa Agraria di Desa Bedali, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang. Mereka mengungkapkan alasan-alasan yang membuat mereka ingin mempelajari pertanian.
Baca Juga: Bukan Gaji, Ini Pertimbangan Utama Gen Z Mencari Pekerjaan Menurut Survey
Ria dan Tantowi, mahasiswa semester 5 Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Wahidiyah mengatakan bahwa mereka ingin mengelola tanah milik keluarga mereka yang ada di kampung halaman.
“Kebetulan orang tua saya petani, memiliki lahan juga. Nantinya untuk berkelanjutannya bisa saya teruskan,” kata Ria yang merupakan warga Kabupaten Pacitan ini.
Sementara Tantowi mengatakan bahwa ia ingin memanfaatkan lahan kosong milik keluarganya di Kabupaten Banyumas untuk mengembangkan agrowisata. “Keluarga punya lahan, tapi nganggur. Pikir saya daripada nganggur, mending ya dimanfaatkan dengan baik,” ujarnya.
Kemudian Dini dan Abdul Qodir yang mengambil Jurusan Agribisnis menyebut alasan mereka adalah untuk membantu manajemen pertanian di kampung halaman agar perekonomian para petani bisa lebih baik.
Baca Juga: Kontribusi Petani Milenial di Sektor Pertanian Kota Batu Mulai Nyata
“Kebanyakan petani di (sekitar) rumah saya yang berada di Lampung hanya menanam dan menjual. Dari segi manajemennya itu kurang. Saya mengambil agribisnis karena siapa tahu bisa memajukan cara manajemen petani-petani itu,” ujar Dini.
Senada dengan Dini, Qodir yang berasal dari Probolinggo mengatakan bahwa keluarganya yang berprofesi sebagai petani belum menerapkan manajemen dan pemasaran yang baik. Bahkan keluarganya pernah mengalami kerugian karena gagal memprediksi pasar meskipun hasil panennya bagus.
“Keluarga saya masih menggunakan sistem konvensional. Menanam macam-macam buah, tapi masih ikut-ikutan. Belum bisa memprediksi musim dan pasarnya,” kata Qodir.
Oleh karena itu, ia bertekad untuk mempelajari Agribisnis agar bisa membantu manajemen pertanian di keluarganya. Sehingga mereka bisa menjual produk yang sesuai dengan permintaan pasar dan mendapatkan keuntungan maksimal.
BACA JUGA: Berita tugumalang.id di Google News
Reporter: Aisyah Nawangsari Putri
editor: jatmiko