Tugumalang.id – Aliansi Selamatkan Malang Raya memberi sinyal peringatan bahwa ancaman bencana ekologis masih akan terus terjadi sepanjang ada degradasi ekologis imbas dari perubahan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (Perda RTRW) oleh Pemkot Batu. Perubahan Perda RTRW ini dinilai akan merusak lingkungan dan hak masyarakat.
Seperti dikatakan Perwakilan Aliansi Selamatkan Malang Raya, Atha Nursasi bahwa seringkali skema investasi yang dilakukan pemda berkaitan dengan alih fungsi lahan, di dalamnya selalu ada indikasi korupsi dan mengindahkan hak asasi masyarakat.
”Apalagi terhadap lingkungan. Praktik korupsi selalu ada hubungan erat dengan kerusakan lingkungan dan pelanggaran hak asasi,” kata Atha.
Hal itu, kata Atha, juga terjadi di Kota Batu di mana alih fungsi lahan hingga perubahan iklim yang terjadi begitu nyata. Data Profauna menyebutkan 90 persen kawasan tutupan hutan lindung beralih fungsi. Lalu dari Walhi Jatim menyebutkan 150 hektar kawasan lereng Gunung Arjuno telah beralih fungsi.
Pada lahan pertanian, BPS Batu menyebut, dari total luas lahan pertanian 2.681 hektar tahun 2003, menyusut menjadi 2.373 hektar di tahun 2013. Tahun 2021 hanya tersisa 1.998 hektar.
”Kondisi ini disebabkan konversi lahan untuk lahan pembangunan, baik untuk pemukiman hingga infrastruktur kepentingan wisata hiburan,” sebutnya.
Lebih lanjut, semua dampak tersebut adalah muara dari praktik penyusunan revisi RTRW yang akan diubah. Dalam prosesnya, dia menilai prosedurnya cacat karena berlangsung tertutup dan nir partisipatif.
Dia menambahkan, begitu juga secara substansi terdapat perubahan signifikan yang mengancam keberlangsungan kelestarian alam. Belum lagi potensi konflik sosial yang muncul akibat perubahan-perubahan.
Dia membeberkan catatan WALHI Jatim, sepanjang tahun 2020 hingga memasuki 2021, tercatat aneka konflik beberapa masyarakat sipil akibat perampasan ruang hidup. Kurang lebih ada 40 konflik sosial ekologis di Jawa Timur. Salah satunya berada di Kota Batu, terutama energi, tata ruang termasuk isu hutan dan air.
Selain itu, tambah dia, menurut catatan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), terdapat konflik agraria-ekologis yang mencapai 241 kasus di seluruh Indonesia pada 2020. Sementara Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) juga merangkum konflik pertambangan sepanjang 2020 ada sekitar 45 konflik tambang.
Sebab itu, mereka mendesak DPRD dan Pemkot Batu menghentikan segala bentuk pembangunan infrastruktur dan investasi yang sarat koruptif serta mengancam ekologis lingkungan Kota Batu. “Hentikan revisi Perda RTRW yang pro investasi dan semakin memperparah kerusakan ekologis di Kota Batu,” pintanya.
Reporter: Ulul Azmy
Editor: Lizya Kristanti