Oleh: Aisyah Nawangsari*
Mengikuti liburan ke Semarang dan Yogyakarta bersama Tugu Media Group sebenarnya bukan sesuatu yang saya sangka-sangka, meskipun saat ini saya berprofesi sebagai wartawan di media ini.
Sebagai karyawan baru, saya tidak berharap boleh ikut liburan kantor tahun ini. Asumsi ini berdasar pada pengalaman saya bekerja di berbagai tempat selama hampir satu dekade.
Oleh karena itu, saya kaget sekaligus senang ketika CEO Tugu Media Group, Irham Thoriq meminta saya segera konfirmasi bisa ikut liburan atau tidak. Masih tidak percaya, saya bertanya, “Ini saya ikut juga ya, Pak?”
Ia menjawab, “Iya, silakan isi list di grup.”
Boleh ikut liburan saja saya sudah senang. Tapi, ternyata kabar baiknya tak berakhir di sini. Saya juga menerima banyak kejutan menyenangkan lainnya di akhir tahun ini.
Liburan bersama rekan-rekan Tugu Media Group dimulai pada Selasa (14/12/2021) malam. Kami berangkat dengan bus milik Universitas Islam Malang (Unisma) sekitar pukul 23.30 WIB.
Perjalanan menuju Semarang cukup sunyi karena kami tertidur di dalam bus. Baru saat matahari terbit, bus mulai ramai.
Destinasi pertama adalah mess TNI AL di Kota Semarang. Kami mampir sejenak untuk mandi dan berganti pakaian.
Pagi itu kami diminta mengenakan kaos seragam yang dibuat khusus untuk liburan. Kaosnya berwarna putih dengan desain lucu di bagian depan.
Setelah semua peserta selesai mandi dan berganti pakaian, bus kembali meluncur. Kali ini menuju ke rumah dinas Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen untuk bersilaturahmi.
Sebelumnya saya sering melihat pria yang akrab dipanggil Gus Yasin ini di media sosial. Tapi saya tidak pernah menyangka akan bertemu langsung dengannya, apalagi dijamu sarapan di rumahnya!
Selama ini saya melihat Gus Yasin sebagai orang yang berwibawa, namun setelah bertemu langsung saya juga melihatnya sebagai orang yang ramah.
Satu hal kecil dan sepele yang justru membuat saya terkesan adalah ketika saya bertanya ke seorang karyawan di mana letak kamar kecil, Gus Yasin malah yang menjawab dan memberi arahan.
Setelah sekitar satu jam bertamu ke rumah Panglima Santri Gayeng Nusantara tersebut, kami melanjutkan perjalanan ke Kota Lama Semarang.
Saya penggemar bangunan kolonial dan Kota Lama adalah kawasan yang ideal untuk berburu foto dan pengetahuan tentang bangunan kolonial. Saya sangat antusias saat berada di sana.
Sayang, karena keterbatasan waktu, saya tidak sempat mengelilingi Kota Lama sepenuhnya. Namun saya sudah cukup puas dengan melihat-lihat sebagian dari kawasan bersejarah ini.
Sorenya kami berangkat ke penginapan, Santosa Stable yang berada di Kabupaten Kendal. Dari namanya, saya membayangkan tempat ini mirip dengan penginapan yang punya kandang kuda di novel Lima Sekawan yang saya baca waktu kecil.
Rupanya benar, kawasan seluas 15 hektar ini memang digunakan para atlet berkuda untuk latihan. Selain disuguhi tempat yang nyaman dan pemandangan yang indah, kami juga bisa mengelilingi kawasan Santosa Stable dengan naik ATV atau kuda.
Berkuda atau naik ATV memang terdengar menyenangkan, tapi saya lebih memilih berdiam di sudut villa tempat kami menginap sambil menonton Netflix. Sebagai seorang introvert, saya membutuhkan waktu untuk menyendiri.
Setelah bersantai dan makan malam, kami berkumpul kembali untuk gathering dan bermain games.
Gathering tersebut juga dihadiri oleh Pakar Komunikasi dan Motivator Nasional, Dr Aqua Dwipayana; Kabid TIK Polda Jawa Tengah, AKBP Alfian Nurrizal; Pemred Tugu Media Group sekaligus wartawan senior, Noercholis MA Basyari; dan pemilik Santosa Stable, Ana beserta putrinya, Ivana. Sebuah kejutan yang menyenangkan karena saya bisa berada dalam satu ruangan dengan orang-orang hebat ini.
Dalam gathering tersebut mereka berbagi ilmu dan motivasi serta membagi-bagikan hadiah untuk karyawan Tugu Media Group.
Saya berdoa agar bisa memenangkan salah satu hadiah. Alhamdulillah, doa saya terkabul. Saya menang hadiah jalan-jalan ke Bali dari Dr Aqua Dwipayana!
Ini rejeki yang sangat tidak saya sangka-sangka. Saya sendiri sempat sedih karena rencana saya untuk ke Bali pada April 2020 harus kandas karena pandemi COVID-19. Mungkin ini adalah rencana Tuhan. Saya mendapatkan ganti yang lebih baik.
Selain itu, “hadiah” lain yang berkesan bagi saya adalah cerita-cerita dari AKBP Alfian Nurrizal saat ia bekerja bersama media.
Ia mengingatkan kami sebagai wartawan agar tidak menulis berita yang mengandung hasutan dan fitnah. Terkadang, hasutan dan fitnah itu bisa saja ditulis secara tidak sengaja.
Saya menanamkan itu pada diri saya dan kembali teringat bahwa pena itu lebih tajam daripada pedang. Saya harus berhati-hati dalam menggunakannya. Jangan sampai tulisan saya melukai banyak orang, meski itu dilakukan secara tidak sengaja.
Keesokan harinya, kami meninggalkan Santosa Stable dan beranjak menuju Magelang untuk melihat kemegahan Candi Borobudur.
Sesampainya di sana, saya sedikit kecewa karena pengunjung tidak boleh naik ke atas candi. Tapi mengingat waktu berkunjung yang terbatas, saya rasa berjalan mengelilingi candi sambil menghirup udara segar saja sudah cukup memuaskan.
Selepas dari Candi Borobudur, kami menuju ke restoran Jejamuran di Yogyakarta untuk makan siang atau lebih tepatnya makan sore karena kami baru sampai sana sekitar pukul 15.30 WIB.
Begitu datang, kami langsung disambut oleh Dr Aqua Dwipayana dan putranya Savero Karamiveta Dwipayana. Makanan untuk kamipun sudah siap di meja. Tanpa menunggu lama, saya yang sedang kelaparan langsung menyantap hidangan jamur asam manis, ayam bakar, dan cah kangkung yang ada di depan saya.
Hari menjelang malam, kami segera pamit dan berpisah dengan Dr Aqua Dwipayana dan Savero. Kami melanjutkan perjalanan menuju Malioboro.
Di sana, saya bertemu dengan seorang kawan yang sudah lama merantau ke Yogyakarta untuk bekerja. Dibandingkan belanja, saya memilih untuk melepas rindu dengannya.
Kami duduk dan mengobrol di sebuah kafe yang terletak di atas toko oleh-oleh. Dari atas, kami bisa melihat kesibukan jalanan Malioboro. Mulai dari pedagang yang menawarkan jualannya, anak-anak muda yang lalu lalang menggunakan skuter, dan pengunjung Mal Malioboro yang bercengkrama bersama teman atau pasangannya.
Selama dua jam lebih kami ngobrol macam-macam sembari menyantap semangkok es krim.
Menjelang pukul 22.00 WIB kamipun berpisah karena saya harus kembali ke Malang dan dia harus istirahat setelah seharian bekerja.
Dalam perjalanan pulang ke Malang, saya sempat merenungkan betapa indahnya silaturahmi. Saya mendapatkan banyak kejutan menyenangkan serta ilmu-ilmu bermanfaat.
Sebelum ini, saya orang yang lebih suka menyendiri. Mungkin karena saya sempat dikecewakan banyak orang dalam waktu yang berdekatan, sehingga saya tidak ingat bahwa ada lebih banyak orang baik di sekitar kita.
Setelah perjalanan ini, saya akan mencoba lebih membuka diri dan bersilaturahmi ke lebih banyak orang.
*Penulis merupakan wartawan Tugu Malang ID