Pekalongan, Tugumalang.id – Pelestarian budaya tak cukup hanya mengandalkan segelintir orang. Butuh sinergi banyak pihak agar budaya Indonesia, seperti batik, bisa tetap hidup dan relevan. Menyadari hal ini, Tower Bersama Group (TBG) hadir melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) dengan mendirikan Rumah Batik Tower Bersama Infrastructure Group (TBIG) dan Koperasi Bangun Bersama di Kota Pekalongan.
Program ini tak hanya fokus pada pelestarian budaya batik, tapi juga memperkuat ekonomi lokal. Masyarakat diberi pelatihan membatik sekaligus dukungan finansial agar bisa berkembang secara mandiri.
Head of CSR Department Tower Bersama Group, Fahmi Sutan Alatas mengatakan, CSR ini hadir melalui Rumah Batik TBIG dan Koperasi Bangun Bersama. Lewat rumah batik, TBG memberikan berbagai pelatihan untuk perajin batik. Sementara melalui koperasi, mereka bisa membantu permodalan serta layanan keuangan lainnya.
Baca juga: Batik Utik Mardiati, Narasi Cerita dalam Selembar Kain
“Batik adalah identitas bangsa kita. Tidak cukup hanya dipamerkan. Harus ada aksi nyata agar bisa diwariskan ke generasi berikutnya,” ujar Fahmi Sutan Alatas, Head of CSR Department Tower Bersama Group.
Regenerasi Pembatik Muda: Inovasi Pelatihan dari Rumah Batik TBIG

Melihat rendahnya minat anak muda terhadap dunia batik karena dianggap kurang menjanjikan secara ekonomi, TBG mengambil langkah berbeda. Di Rumah Batik TBIG, pelatihan tak hanya mengajarkan teknik tradisional membatik, tetapi juga keterampilan desain dan pengembangan produk yang modern.
Sasarannya adalah pelajar SMK dan generasi muda yang siap terjun ke dunia kerja. Mereka dibekali keahlian agar bisa bekerja di butik maupun membuka usaha sendiri. Program pelatihan ini dirancang singkat tapi berdampak, dengan durasi kurang dari satu tahun.
Setelah sembilan bulan pelatihan, peserta masuk tahap inkubasi: mereka diuji untuk menghasilkan produk batik dari berbagai segmen, mulai dari batik cepat jual (fast moving) hingga batik tulis premium. TBG juga terus mendampingi hingga produk-produk tersebut memenuhi standar pasar.
“Kami ingin generasi muda melihat batik bukan hanya sebagai budaya, tapi juga peluang ekonomi,” tambah Fahmi.
Koperasi Bangun Bersama: Solusi Ekonomi Mikro bagi Perajin Batik
Untuk mendukung keberlanjutan program, TBG juga membentuk Koperasi Bangun Bersama. Koperasi ini menawarkan skema pembiayaan mikro tanpa bunga bagi para perajin batik, sekaligus membantu distribusi produk mereka.
Salah satu masalah klasik yang dihadapi perajin batik adalah sistem pembayaran tertunda. Produk yang dititipkan ke toko baru dibayar beberapa bulan kemudian. Melalui koperasi ini, perajin bisa langsung menerima pembayaran dan memutar modal lebih cepat.
“Kami temukan distribusi batik masih banyak yang merugikan perajin. Koperasi ini hadir agar mereka bisa dapat pembayaran tunai dan lebih berdaya,” jelas Fahmi.
Koperasi Bangun Bersama juga berperan penting dalam:
-
Standarisasi produk batik
-
Penguatan sistem distribusi
-
Perlindungan usaha mikro agar tumbuh mandiri
Cerita Nyata: Dari Terminal ke Butik, dari SLB ke Galeri
Dampak positif program CSR TBG mulai terlihat. Salah satunya adalah kisah seorang tukang sapu terminal yang rutin ikut pelatihan, belajar desain batik lewat software, dan kini bekerja di butik ternama di Sidoarjo dengan gaji di atas UMK.
Baca juga: Accor Merayakan Warisan Budaya Indonesia dengan KarnavALL Batik Indonesia
Tak berhenti di situ, TBIG juga menggandeng Sekolah Luar Biasa (SLB) di Pekalongan untuk melatih anak-anak difabel, termasuk teman Tuli dan tuna grahita, dalam seni membatik.
“Inilah kekuatan CSR: bukan hanya melestarikan budaya, tapi juga mengubah hidup dan memberdayakan masyarakat, termasuk penyandang disabilitas,” tutup Fahmi.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Reporter: Aisyah Nawangsari Putri
redaktur: jatmiko