Tugumalang.id – Rumah hunian sementara (huntara) bagi korban longsor pada 2021 lalu di Dusun Brau, Desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, sudah 2 tahun ini berdiri. Huntara dibangun untuk menampung warga yang terdampak pergerakan tanah di rumah mereka pada 2021 lalu.
Total ada 16 KK atau 53 jiwa yang dibangunkan tempat huntara ini. Namun, sebagian besar mereka hanya menempatinya sebentar dan memilih untuk kembali ke rumah, meski potensi pergerakan tanah di rumah mereka masih labil.
Kini, di kompleks huntara seluas 1.500 meter² itu hanya tersisa 1 KK saja yang bertahan menempati. Padahal, BPBD Kota Batu telah merekomendasikan sejumlah kawasan di sana untuk tidak ditinggali.
Baca Juga: Pagi Mencekam, Saat 15 Rumah di Kota Malang Nyaris Longsor
Berdasarkan hasil kajian PVMBG, BPBD Provinsi dan Geologi UB, kondisi tanah di sana terbilang labil karena kondisi tanah yang jenuh.
Ini mengingat ditemukannya sumber mata air yang berada di lereng Gunung Banyak. Melimpahnya air yang meresap ke tanah membuat kondisi tanah jadi jenuh. Sehingga rentan terjadi pergerakan tanah.
Meski hanya menyisakan satu KK, Dinsos Kota Batu selaku penanggung jawab masih akan memperpanjang sewa lahan huntara yang masa sewanya akan habis.
“Sudah kami siapkan anggaran sekitar Rp48 juta untuk memperpanjang masa sewa lahan serta uang bulanan Rp500 ribu untuk kebutuhan listrik bagi tiap KK,” kata Kepala Dinsos Kota Batu, Ririk Mashuri.
Baca Juga: Hujan Sebentar, Longsor Terjadi di Kota Batu di 4 Titik Sekaligus
Perpanjangan dilakukan karena hingga kini Pemkot Batu masih belum dapat menentukan lokasi hunian tetap (huntap). Huntap ini bakal difungsikan untuk merelokasi beberapa warga terdampak pergerakan tanah yang di Dusun Brau. Sementara, para warga terdampak tak dianjurkan untuk kembali ke rumahnya.
“Sampai sekarang kami masih kesulitan mencari lahan untuk huntap. Karena warga juga dilarang kembali ke rumahnya karena area di sana rawan longsor,” terangnya.
Terpisah, Kepala BPBD Kota Batu, Agung Sedayu, juga telah merekomendasikan agar warga tidak kembali ke rumahnya. Kendati begitu, lokasi huntara juga sebenarnya tidak aman.
Hanya saja di beberapa sisi, Agung masih dapat menjamin bangunan di areal sisi utara masih aman untuk difungsikan. Termasuk di kawasan Huntara yang terletak persis di belakang SD SMP Satu Atap. Tanah yang labil banyak terjadi si di satu sisi saja di bagian selatan.
”Tapi nanti akan kita kaji lagi karena intensitas hujan yang tinggi masih berpotensi membuat tanah disana jenuh. Sementara ini nanti akan dibuat sumur pelegah,” ungkapnya.
Tak heran, di wilayah Dusun Brau ini memang terletak di wilayah kontur perbukitan. Di sekeliling desa ini dikelilingi kawasan hutan dan perbukitan. Otomatis, jika terjadi curah hujan tinggi, maka akan menambah massa tanah sehingga tanah jadi labil.
Dusun Brau merupakan area di wilayah Kecamatan Bumiaji dengan tingkat kerawanan tinggi mengalami tanah labil. Bahkan pada 2021 telah ditemukan 13 titik rawan longsor atau rekahan tanah berpotensi bahaya di dusun sentra penghasil susu sapi perah itu.
Jangkauan 13 titik potensi kerawanan itu diketahui berdasarkan kajian geoseismik oleh BPBD Jatim menggunakan alat seismograf.
Reporter: M Ulul Azmy
Editor: Herlianto. A