Tugumalang.id
  • Home
  • Peristiwa
  • Pendidikan
  • Bisnis
  • Hiburan
  • Pariwisata
  • Olahraga
  • Hukum & Kriminal
  • Advertorial
  • Catatan
No Result
View All Result
  • Home
  • Peristiwa
  • Pendidikan
  • Bisnis
  • Hiburan
  • Pariwisata
  • Olahraga
  • Hukum & Kriminal
  • Advertorial
  • Catatan
No Result
View All Result
Tugumalang.id
No Result
View All Result
Home Catatan

Sungai dan Kita: Inspirasi dari Tragedi Wadas

Redaksi by Redaksi
Sabtu, 26 Feb 2022
in Catatan
Reading Time: 4 mins read
A A
Share WhatsappShare FacebookShare Twitter

Siti A’isyah*

INSIDEN kekerasan yang terjadi antara negara (yang direpresentasikan oleh Lembaga kepolisian dan TNI) dan masyarakat (warga Desa Wadas) di Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, pada awal Februari 2022 lalu, menjadi sebuah tragedI yang menggoreskan trauma masyarakat setempat.

Insiden tersebut terjadi karena masyarakat menolak program pemerintah yang akan membangun Waduk Bener Purworejo, dan akan melakukan tambang batu andesit di Pegunungan Wadas, sebagai bahan utama dalam pembangunan waduk tersebut.

Waduk ini digagas tahun 2014 dan mulai dibangun tahun 2018, sebagai upaya mewujudkan kemandirian pangan. Dengan adanya waduk ini, diharapkan sawah seluas 15.069 hektar akan terairi. Akan dihasilkan listrik sebesar 6 MW. Diharapkan mengurangi banjir, dan menjadi salah satu destinasi wisata air.

Selain itu, dari bendungan ini pasokan air di Bandara Internasional Yogyakarta dapat terpenuhi. Karena itu, pembangunan waduk ini menjadi salah satu proyek strategis nasional (solopos.com, 11 February 2022).

Sementara itu, masyarakat menolak penambangan batu andesit di wadas tersebut bukan karena menolak pembangunan waduk. Bagi mereka, penambangan andesit tersebut akan menyebabkan bencana bagi masyarakat sekitarnya. Selain itu akan mematikan mata pencaharian sebagian besar masyarakat. Penambangan tersebut juga dapat merusak lingkungan dan rawan menyebabkan bencana alam tanah longsor (Kompas.com, 9 Februari 2022).

Tulisan ini tidak bermaksud untuk membahas tentang konflik kepentingan antara negara dan masyarakat tersebut. Tidak juga untuk membela salah satu pihak. Penulis hanya tiba-tiba teringat pada masa kecil dulu. Ketika di sungai-sungai kecil sekitar desa penulis masih banyak orang yang memasang keramba atau jaring untuk membudidayakan ikan.

Sejak tahun 90-an sampai saat ini, sudah tidak ditemukan lagi budidaya tersebut. Sungai mendangkal, penuh sampah, dan airnya tidak setiap hari mengalir karena harus dijadwal. Dalam seminggu, 3 hari dialirkan ke selatan dan 4 hari sisanya dialirkan ke barat. Sesekali masih ditemukan orang2 yang memancing di genangan sisa saat air sungai mengalir ke selatan, entah apakah mereka memang berniat mencari ikan atau sekedar hanya ingin duduk-duduk menjulurkan kail pancing dan menikmati pemandangan.

Kadang-kadang terselip kesedihan menatap sungai-sungai yang tidak lagi segar seperti masa kecil penulis itu, karena di sekitar tempat tinggal penulis, saat ini juga semakin sulit ditemukan tanaman padi.

Petani lebih memilih menanam tebu atau tanaman lain yang tidak membutuhkan air. Salah satu penyebabnya karena air untuk irigasi lahan pertanian semakin sulit. Efeknya, beras sebagai makanan pokok harus dibeli.

Semakin jarang ditemukan penduduk yang menyimpan gabah untuk kebutuhan sehari-hari. Dalam indicator kesejahteraan, bagi masyarakat menengah ke bawah, pembelian bahan makanan pokok ini menjadi indikasi rendahnya kesejahteraan karena rawan untuk dimainkan pasar.

Membaca tentang sejarah sungai di Nusantara, memberikan imajinasi yang sangat menyenangkan. Setiap peradaban besar di Nusantara waktu itu selalu berada di sekitar sungai-sungai besar. Sungai menjadi urat nadi kehidupan. Sekaligus sebagai jalan raya utama sarana transportasi. Sangat wajar jika sungai sangat dihormati. Sumber mata air menjadi tempat yang disakralkan. Lebar sungai mencapai puluhan meter dengan debit air yang stabil dan melimpah.

Ketika membaca data tentang sungai-sungai di Nusantara, terutama di Pulau Jawa, akhir-akhir ini, penulis diperlihatkan dengan kenyataan yang lebih mengenaskan. Selain kondisi air yang kotor karena sungai menjadi tempat sampah kolosal. Baik sampah organik hingga limbah industri serta hilangnya berbagai flora dan fauna sepanjang aliran sungai. Kondisi hulunya juga tidak lebih melegakan.

Jumlah sumber mata air sungai-sungai tersebut rata-rata berkurang tajam. Bahkan sampai 50%, seperti di hulu sungai brantas yang hanya tersisa 53 dari sebelumnya 117 buah (http://kominfo.jatimprov.go.id/, 2011). Data ini pada tahun 2011, yang bisa saja saat ini sudah menyusut lagi jumlahnya.

Penurunan jumlah ini disebabkan oleh penebangan hutan di daerah hulu sungai dan dialihgunakan menjadi lahan pertanian serta penambangan. Kondisi ini menyebabkab debit air berkurang drastis. Sehingga air sungai tidak lagi sederas dulu. Seperti yang penulis saksikan di sungai-sungai sekitar lingkungan penulis. Sementara pada musim hujan, wilayah hulu tersebut rawan mengalami bencana alam longsor, sedimentasi aliran sungai dan banjir bandang.

Tidak hanya di hulu, di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) kondisinya tidak lagi mendukung kehidupan sungai. Tidak hanya dari sumber mata air di hulu sungai, pada dasarnya di sepanjang aliran sungai juga terdapat sumber-sumber air yang mendukung dan menambah debit air sungai.

Sumber-sumber air pendukung ini biasanya berada pada DAS dengan tanaman keras penyimpan air, terutama rumpun bambu. Namun saat ini, semakin sulit ditemukan DAS dengan tanaman keras.  Karena banyak beralih fungsi menjadi hunian atau lahan pertanian dan perkebunan. Hal ini menyebabkan sumber-sumber mata air pendukung sungai juga semakin jauh berkurang. Ujung-ujungnya, debit air sungai juga semakin jauh berkurang.

Lalu timbul pertanyaan-pertanyaan naif dalam diri penulis; orang awam yang tidak terlalu paham tentang teori pembangunan, kesejahteraan masyarakat, ataupun tentang konservasi lingkungan. Jika kondisi sungai sudah demikian, air yang mana lagi yang akan dibendung dalam sebuah waduk untuk kesejahteraan. Alih-alih memberikan kesejahteraan, waduk sudah terbangun megah namun sungainya sudah tidak mengalirkan air.

Saat memainkan jari di gawai, penulis juga menemukan sebuah hasil penelitian tentang waduk. Penelitian tersebut menyajikan fakta bahwa tren membangun waduk sebagai sumber energi di Eropa dan AS telah berlalu.

Sejumlah besar waduk tidak lagi digunakan bahkan telah dihancurkan karena mengalami penurunan produktivitas, tidak efisien, dan membawa efek negatif bagi kehidupan sosial dan ekologis. Waduk sebagai sumber hydroenergi digantikan energi angin, nuklir, gas, dan cahaya matahari yang dianggap lebih efisien dan terbarukan (Emilio F. Moran, dkk., 2018).

Bisa jadi, kejadian serupa tidak akan terjadi di Indonesia, karena perbedaan posisi di permukaan bumi yang menyebabkan perbedaan musim dan karakteristik alamnya. Namun, melihat kondisi sungai-sungai kita saat ini, bukan tidak mungkin, bendungan atau waduk yang kita miliki suatu saat juga akan mengalami hal yang sama.

Bukannya tidak yang peduli dengan keadaan ini. Beberapa pihak, baik perorangan maupun komunitas telah melakukan upaya yang cukup besar, terutama sosialisasi media. Beberapa media telah melakukan penelusuran kondisi sungai dari hulu ke hilir dan melaporkannya secara komprehensif. Beberapa penelitian juga telah dilakukan oleh para ilmuwan, menghasilkan data tentang sungai yang rata-rata membuat miris.

Namun, kepedulian terhadap keberlangsungan hidup sungai belum menjadi kepedulian besar para pemegang kebijakan. Hanya segelintir saja. Misalnya, pemerintah daerah yang memiliki program revitalisasi sungai, itupun belum terbukti sustainabilitas programnya. Artinya, kebijakan terkait sungai masih bersifat sporadis. Penanaman kesadaran akan pentingnya sungai juga belum dilakukan secara komprehensif. Selain sosialisasi hasil liputan dan hasil penelitian, belum menjadi bagian integratif kurikulum Pendidikan.

Menurut hemat penulis, dengan melihat kondisi sungai dari hilir hingga ke hulu saat ini, sudah saatnya kepedulian terhadap kondisi sungai, atau air secara umum. Diwujudkan dalam kebijakan yang lebih serius terutama dalam ranah Pendidikan.

Berlomba-lomba mengejar kecanggihan teknologi, terutama teknologi informasi dan komunikasi, atau pertumbuhan ekonomi yang tinggi memang penting. Sangat wajar jika ranah Pendidikan kita memberikan ruang yang besar untuk bidang tersebut. Namun, Ketika ruang alam tidak lagi mendukung kehidupan, semua itu akan tak lagi berguna. Seperti pepatah Suku Indian yang mengatakan:

“When the last tree has been cut down, the last fish caught, the last river poisoned, only then will we realise that one cannot eat money”.

Saat pohon terakhir telah tumbang, ikan terakhir telah mati, dan sungai terakhir telah beracun, saat itulah baru kita sadar bahwa kita tak bisa makan uang.

*Dekan Fakultas Dakwah dan Syari’ah IAI Al-Qolam, Malang

Tags: IAI Al Qolam
Previous Post

Semarak HUT ke-49, SMAN 8 Kota Malang Gelar Webinar Nasional

Next Post

Hamzah Tito Wonderkid Singo Edan Terancam Absen Lawan Persik Kediri

Next Post
Arema

Hamzah Tito Wonderkid Singo Edan Terancam Absen Lawan Persik Kediri

BERITA POPULER

  • Terlapor yakni owner Barrat Entreprise Diah Ayu Satiarini (baju kuning) dan suaminya Agung Barrat saat hadir di kantor Polresta Malang Kota, Jumat (17/3/2023). Foto/M Sholeh

    EO Barrat Entreprise Dilaporkan ke Polisi Atas Dugaan Penipuan dan Penggelapan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Total Pelanggaran yang Terekam Kamera e-TLE di Kota Batu Tembus 57.945 Pelanggaran

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pantai Balekambang Malang Masih Sepi, Pengunjung Keluhkan Jalan Rusak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Taman di Median Jalan Depan Pasar Induk Among Tani Kota Batu Dibongkar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 20 Merek Pakaian Thrifting Paling Diburu Pembeli

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Tugumalang.id

© 2022 Tugu Malang ID - Powered by Tugu Media Group

Navigate Site

  • Kode Etik
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Kebijakan Data Pribadi
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Form Pengaduan
  • Pedoman Media Siber

Follow Us

No Result
View All Result
  • Home
  • Peristiwa
  • Pendidikan
  • Bisnis
  • Hiburan
  • Pariwisata
  • Olahraga
  • Hukum & Kriminal
  • Advertorial
  • Catatan

© 2022 Tugu Malang ID - Powered by Tugu Media Group