MALANG – Berdiri tahun 2008, Pondok Pesantren (Ponpes) Nur Ilahi terus mengembangkan diri menjadi lebih baik dan bermanfaat.
Ponpes yang berlokasi di Jalan Raya Tangkilsari, Krajan, Tajinan, Kabupaten Malang ini mengutamakan anak dhuafa dan yafim piatu agar mendapatkan pendidikan yang setara teman sebayanya.
“Awal mula saya itu ingin hidup bersama anak yatim dan duafha, membantu mereka dengan membiayai pendidikannya, kehidupannya, dan mendidik agamanya,” ujar pengasuh Ponpes Nur Ilahi, KH M Tamyis Alfaruq.
Bermula dari 36 santri, ponpes ini terus berkembang hingga kini sudah ada kurang lebih 168 santri.
“Setelah anak semakin banyak, akhirnya setelah itu saya buat pondok pesantren, dan lembaga pendidikan formal mulai dari MI, MTs hingga MA untuk meringankan biaya,” imbuhnya
Dijelaskan KH Tamyis Alfaruq, pendidikan akhlak dan kemandirian merupakan poin penting yang terus ditanamkan kepada para santri. Sehingga, santri menjadi disiplin, peka, cerdas, berpestadi dan berfikir maju.
“Apalagi jaman sekarang ini kan fokusnya ke sana. Bagaimana lembaga kami walau kecil tapi berprestasi, walau masih muda harus berjiwa besar dan dikenal dimana-mana sehingga tidak kalah dengan sekolah maju,” imbuhnya.
Pembelajaran di ponpes ini terbagi menjadi dua. Pembelajaran keagamaan yang diajarkan mulai ba’da isya hingga subuh. Serta pendidikan formal di jam 07.00 hingga 13.00 WIB.
Untuk mendudung prestasi santri, ponpes ini juga memiliki program hafiz yang baru dijalankan 2 tahun belakangan. Tujuannya sebagai bekal para santri agar bisa mengenyam pendidikan yang lebih ditinggi di jenjang perguruan tinggi melalui bea siswa bidang keagamaan.
“Disini kami tidak mempelajari latar belakang mereka (santri). Siapapun mereka kalau ingin mencari ilmu kami fasilitasi di pesantren kami. Ada yang yatim piatu, broken home, dari keluarga kurang mampu, sampai anak punk itu juga kami terima selama usia sekolah, gratis,” katanya.
Hingga kini para alumninya yang sudah lulus dari sekolah menengah atas, beberapa di antaranya meneruskan ke perguruan tinggi di Kota Malang. ”Selebihnya ada yang kerja di rumah makan, bengkel, toko bahkan ada yang menjadi guru sekolah dan guru ngaji,” pungkasnya.