Tugumalang.id – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Malang, Jawa Timur, menyoroti tingginya angka pernikahan dini di Kabupaten Malang.
Menurut catatan Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Malang, pernikahan di bawah usia 19 tahun di tahun 2022 mencapai 1.393 kasus. Angka ini terbilang tertinggi di Jawa Timur.
Kepala DP3A Kabupaten Malang, drg Arbani Mukti Wibowo, mengatakan bahwa pernikahan dini tidak selayaknya terjadi karena memiliki beberapa dampak, termasuk berpotensi menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan masalah kesehatan pada bayi yang dilahirkan.
“Apabila kedua pasangan belum siap dari sisi psikis, sisi konsep membangun rumah tangga, masalah ekonomi, dan belum siap dari sisi kesehatan reproduksi, maka akan terjadi hal yang tidak diinginkan,” ujar Arbani, Sabtu (21/1/2023).
Menurutnya, sebuah rumah tangga yang kondusif akan terbentuk apabila pasangan siap secara psikis, kesehatan, ekonomi, dan mereka memiliki kesepahaman. “Kesepahaman ini terkait perilaku sehari-hari dan terkait dengan goal yang akan dicapai dalam rumah tangga tersebut,” imbuh Arbani.
Ia melanjutkan, apabila tidak ada kesepahaman, maka rumah tangga tersebut akan rentan mengalami KDRT baik fisik maupun fisik. “Baik laki-laki maupun perempuan, di situ sama-sama merasa masih anak-anak, sehingga egonya tinggi,” ujar Arbani.
Dampak pernikahan dini lainnya yang tak kalah penting adalah kesehatan bayi yang lahir dari ibu yang remaja. Menurut Arbani, bayi bisa memiliki risiko lahir prematur dan stunting.
“Kalau orang tua belum siap dari segi ekonomi, kesehatan, dan psikis, maka bayi yang dilahirkan berisiko prematur dan stunting,” katanya.
Banyaknya dampak negatif ini membuat DP3A Kabupaten Malang bergerak untuk mencegah terjadinya pernikahan dini. Mereka menggandeng berbagai lembaga untuk melalukan sosialisasi dan edukasi kepasa masyarakat.
Salah satu lembaga yang didorong untuk memberikan sosialisasi dan edukasi adalah Puspa, yaitu lembaga bentukan Pemerintah Kabupaten Malang yang terdiri dari perkumpulan para perempuan.
“Puspa ini untuk mengedukasi para orang tua yang memiliki anak remaja agar bisa menunda perkawinannya hingga di atas usia 19 tahun,” tutur Arbani.
Menurutnya, komunikasi orang tua dan anak sangat penting untuk mencegah terjadinya pernikahan dini serta pergaulan bebas.
Di samping itu, ia juga menggandeng Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, serta Kementerian Agama untuk melakukan sosialisasi dan edukasi ke sekolah-sekolah terkiat dampak buruk dari pernikahan dini.
Reporter: Aisyah Nawangsari
Editor: Herlianto. A