Tugumalang.id – Nama Batik Tulis Celaket kini mulai naik daun. Ini tak lepas dari usaha sepasang suami istri, A Hanan Jalil dan Ira Hartanti. Selama lebih dari dua dekade mereka bekerja tak kenal lelah untuk memperkenalkan batik asli Malang itu ke berbagai kalangan.
Batik Tulis Celaket ini dilestarikan di Kampung Celaket, tepatnya Jalan Jaksa Agung Suprapto Gang II, Kelurahan Rampal Celaket, Kecamatan Klojen, Kota Malang, Jawa Timur, yang memang dikenal kental akan budayanya.
Kini, siapa pun yang datang ke kampung itu bisa melihat sendiri warga yang tengah membatik menggunakan malam (lilin khusus untuk batik).
Pada tahun 1996, Hanan dan Ira mencoba membangkitkan kembali budaya membatik yang ada di kampung tersebut. Ira mengatakan bahwa budaya membatik di sana sempat redup. Padahal, dulu sewaktu kecil ia sering melihat neneknya dan warga sekitar membatik untuk pasokan batik di Pasar Besar.
“Sebagai orang Celaket, saya pun ingin kembali menghidupkan batik yang dulu pernah ada di kampung saya ini. Akhirnya, di tahun 1996, saya beserta keluarga besar saya, generasi di bawah saya, keponakan-keponakan saya itu belajar lagi membatik,” ujar Ira.

Keputusan ini tak langsung mendapat persetujuan dari keluarganya. Banyak yang meragukan keinginan Ira untuk membatik. Namun, lambat laun Ira berhasil meyakinkan mereka untuk melestarikan budaya ini. Mereka bahkan setuju untuk ikut belajar membatik di Kecamatan Laweyan, Kota Solo.
Ira juga mengajak ibu-ibu yang tinggal di kampung tersebut untuk membatik. Ia berharap hal ini bisa membantu perekonomian mereka.
“Di tahun pertama, tahun kedua, tahun ketiga, itu kami hanya menghasilkan batik, tanpa tahu mau ke mana. Pada saat itu, ibu-ibu yang datang hanya membuat aja. Kami sampaikan kami belum bisa menjual, jadi hanya membuat saja,” kenang Ira.
Di tahun-tahun awal, upaya Ira dalam membangkitkan Batik Tulis Celaket masih belum terlihat hasilnya. Hingga di tahun 2000-an usahanya sempat bangkrut. Akan tetapi, ia tidak menyerah. Di tahun 2003 ia kembali membuka usaha setelah mengumpulkan modal dari gaji suaminya.
Pada tahun 2006, ia dan ibu-ibu di Kampung Celaket mengikuti pameran yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Malang. Batiknya mendapat atensi dari Ketua Tim Penggerak PKK Kota Malang pada masa itu, Heri Utami Peni Suparto.
“Alhamdulillah jalan terbuka ketika saya bertemu dengan Ibu Peni dan diperkenalkan kepada banyak PNS Pemkot. Dari situlah kemudian batik dikenal. Alhamdulillah-nya dikenalnya itu justru malah mulai dari tingkat atas dulu, baru ke bawah,” tutur Ira.
Kini, Batik Tulis Celaket sudah mulai dikenal khalayak luas. Motifnya yang unik menjadi ciri khas dari batik ini. Biasanya, motif-motif tersebut terinspirasi dari ikon lanskap yang ada di Malang.

Pemkot Malang kemudian mengklasifikasikan motif batik ini menjadi tujuh, yaitu motif tugu, kali brantas (motif cor), bunga teratai, singo, topeng, bunga puring, dan abstrak.
“Kalau batik dari Solo dan Jogja itu punya pakem-pakem tersendiri, ya. Nah, sementara di Malang ini nggak. Saya lebih membuat motif-motif baru dari apa yang saya lihat dan dengar disekitar rumah,” jelas Ira.
Bagi Ira, membatik itu bagaikan menceritakan sebuah kisah. Melalui batik, ia ingin menyampaikan tentang Celaket dan Malang, khususnya budaya-budaya adiluhung.
“Saya ingin bercerita dari batik. Ketika saya membuat batik, saya menggambarkan ini lho Malang tempo dulu, ini lho Celaket dengan berbagai jenis floranya, dengan berbagai jenis faunanya,” kata Ira.
Seiring dengan tenarnya Batik Tulis Celaket, Ira melakukan pengembangan produk dengan membuat batik cap. Dari situ ia juga memproduksi pakaian batik untuk laki-laki dan perempuan.
Reporter: Aisyah Nawangsari
Editor: Herlianto. A