Malang, Tugumalang.id – Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022 membuka mata banyak pihak bahwa sejarah sepak bola di Indonesia dituntut untuk berubah dari setiap aspek. Khususnya aspek pengamanan jika terjadi kericuhan atau insiden suporter masuk lapangan di dalam stadion.
Fenomena kericuhan hingga ‘pitch invader’ bahkan sudah terjadi dimana-mana dan sejak lama. Hal ini bisa dilihat dari sejumlah arsip yang dikumpulkan Arief Wibisana, pegiat arsip dan sejarah dari Kota Malang.
Arief berhasil mendokumentasikan sejumlah arsip dan dokumentasi berupa hasil kliping artikel dari sejumlah media massa cetak mulai medio 2000-an. Semua tentang kiprah dan sepak terjang Arema dan Aremania sejak berdiri termasuk kronik masalah yang menyertainya.
Arief sendiri pernah memamerkan kumpulan arsip itu di sebuah Pameran ‘Menyerang Kota’ di Dewan Kesenian Malang (DKM) pada 9-11 Januari 2023 lalu. Pameran tersebut berkaitan dengan Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 suporter usai laga penuh rivalitas melawan Persebaya.

Total ada 27 artikel kliping berita yang dikumpulkan Bison untuk menyikapi Tragedi Kanjuruhan. Menurut dia, apa yang terjadi hari ini tak bisa lepas dari sejarah ‘rivalitas’. Semua kliping artikel berita itu dia susun membentuk piramida terbalik.
Kisah singkatnya begini, duel penuh rivalitas Arema vs Persebaya sebenarnya sudah tercipta sejak lama di media 2000-an. Waktu itu, kisah Bison, laga rival di Stadion Gajayana itu pernah terjadi tarik ulur.
Hanya saja, dinamika saat itu suporter kedua belah pihak memiliki inisiatif untuk menjaga kondusifitas laga. Namun, penyelenggara Ligina dan aparat tetap gamang memberi keputusan sehingga secara psiko-sosial saat itu semakin memanas.
”Dari sini bisa kita lihat bahwa tim dan aparat sudah mengkonsep pertandingan. Mulai ada tim khusus pengamanan Arema Persebaya hingga persiapan pertandingan,” terang Bison, Senin (13/2/2023).
Disitu juga dijelaskan bahwa prosedur pengamanan aparat saat itu tidak se-represif sekarang dengan penggunaan gas air mata. Dalam kacamata sejarah sepak bola, fenomena ‘pitch invader’ kerap terjadi dimana-mana, tidak hanya di Malang, namun juga di luar negeri.
Sebab itulah, diatur dalam peraturan FIFA Pasal 16 tentang Stadium Safety and Security Regulations. Di dalam sepak bola Indonesia, Komdis PSSI menjadi otoritas tertingginya.
Begitu pula, prosedur pengamanan di dalam stadion juga telah diatur dalam peraturan FIFA yang menjadi tanggung jawab steward atau petugas keamanan sipil. Polisi atau militer baru bisa bertindak jika kondisi darurat dan diperlukan.
”Dulu gas air mata adalah langkah ketiga. Yang pertama itu pakai komando panpel, lalu pakai air dari mobil pemadam kebakaran. Lalu pakai tongkat. sebagai langkah preventif. Kalau kita lihat pada 1 Oktober kemarin itu, prosedur itu tidak ada,” ujar Bison.

Argumen itu dia lengkapi dengan dokumentasi foto dimana aparat menghalau massa yang turun ke lapangan dengan menembakkan water canon. ”Itu lebih manusiawi dan efektif. Lagipula mereka itu kan suporter, bukan seperti massa demonstran,” ujarnya.
Pasca-kejadian, waktu itu juga sejarah mencatat Arema pernah mengancam mundur dari Ligina sampai elemen suporter bergerak berunjuk rasa menuntut tanggung jawab federasi. Begitu pula, gelombang protes itu juga hadir hari ini, namun tidak pernah ada kesamaan visi dan misi.
”Kalau begitu, jika dibedah secara detail bahwa di sini, suporter itu seakan perlahan demi perlahan dimatikan dengan cara tidak diberi ruang dialog. Akhirnya ya sampai sekarang hanya menjadi ladang bisnis semata,” kata dia.
Di sisi pengamanan, sambung dia, juga tidak ditemui adanya kemajuan. Artinya, jika dalam suatu laga masih menimbulkan korban jiwa, artinya sistem pertandingan di negara Indonesia tidak ada kemajuan.
”Iyam sebenarnya kalau sampai ada korban berarti ada langkah yang bodoh. Ini semua adalah masalah edukasi. Jadi jika kau tetap berangkat ke stadion dengan kesadaran dan sistem pertandingan yang tak berubah, kamu sudah dibodohi,” kata dia.
Dari susunan arsip itu, Arsip berharap semua pihak berkaitan dengan sepak bola bisa berintrospeksi dan evaluasi. Karena pada faktanya, peristiwa itu bukan pertama kali terjadi.
”Sekarang di Malang itu langitnya sudah berubah. Ada suasana pembodohan akut. Dari Tragedi, ayo kita belajar. Belajar dari arsip, belajar dari peristiwa, dari suatu massa. Karena Arema itu selamanya,” terang Bison.
”Hidup ini artinya bukan hanya tim-nya saja yang hidup, tapi supporternya juga harus hidup. Tanpa suporter, klub itu mau jadi apa? Dari arsip ini saya belajar, sepak bola kita gak ada kemajuan, malah jadi kemunduran. Saya harap kita bisa berpikir dewasa setelah ini,” imbuh Bison yang juga menjadi pelaku suporter Aremania sejak era Galatama itu.
Reporter: Ulul Azmy
editor: jatmiko