TuguMalang.id – Ombudsman Republik Indonesia ambil bagian untuk mendalami potensi pelanggaran dalam Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022. Akibat insiden penembakan gas air mata ke arah tribun itu membuat nyawa 135 orang melayang dan 700 orang lebih luka-luka ringan maupun berat.
Hasil investigasi sementara, Ombudsman RI telah memandang adanya potensi maladministrasi pada 5 lembaga yang bertanggung jawab. Dalam hal ini ialah panitia pelaksana (panpel), Arema FC, operator pertandingan, PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) dan Polri.
Sebab itu Ombudsman melakukan investigasi atas prakarsa sendiri (IN) sesuai pasal 7 huruf d Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI. Nantinya, hasil investigasi merumuskan tindakan korektif dalam penyelenggaraan kompetisi sepak bola. Bukan mengarah ke tindak pidana.
Kepala Ombudsman Mokhammad Najih menuturkan jika investigasi dilakukan terkait aspek pelayanan publik. Mulai sebelum peristiwa, saat peristiwa, realisasi bantuan hingga penegakan hukumnya. Sejauh ini, tim masih terus mengumpulkan data valid baik di lokasi kejadian hingga kelengkapan dokumen.
”Kami menaruh perhatian terkait aspek pelayanan publiknya. Sampai saat ini, kita mulai masuk untuk investigasi ke semua pihak. Termasuk pemeriksaan kepada tersangka, kita monitor terus,” ungkap Najih pada tugumalang.id, Selasa (1/11/2022).
Sebelumnya, Ombudsman juga telah merilis temuan maladministrasi dari sejumlah aspek yang diabaikan sesuai Pasal 1 huruf 2 Regulasi Keselamatan dan Keamanan (RKK) PSSI 2021.
Yaitu kelebihan jumlah penonton, kepastian layanan kedaruratan hingga mekanisme pengendalian massa oleh pihak kepolisian yang berlebihan. Dalam aturan itu sudah jelas menjamin keselamatan dan keamanan penonton di dalam stadion.
Apalagi, akibat insiden penembakan gas air mata itu mengakibatkan kepanikan massa sehingga saling berebut mencari pintu keluar. Faktanya, situasi ini justru semakin membuat korban jiwa berlipat ganda.
Padahal, meski penembakan gas air mata sesuai dengan Perkapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa, namun dinilai tidak tepat karena kondisi stadion yang tidak sesuai standar. Lagipula cara pengamanan seperti itu juga menyalahi standar FIFA pada pasal 19 FIFA terkait Stadium Safety and Security.
Selain itu, Ombudsman juga sedang mendalami soal kebijakan PT LIB yang bersikeras agar derby keras Jatim itu tetap dilangsungkan pada malam hari. Meski begitu, Ombudsman tidak berfokus soal itu.
Pada dasarnya, kelalaian dalam memitigasi potensi kerusuhan itu termasuk dalam maladministrasi sesuai UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Belum lagi, polisi juga memunculkan simbol ‘Surabaya’ dengan menggunakan kendaraan taktis (rantis) atau truk polisi bertuliskan Polrestabes Surabaya.
”Dari kami masih akan terus menelusuri lebih dalam terkait potensi maladministrasi ini,” tegas Najih.(*)
Reporter : Ulul Azmy