Tugumalang.id – Namanya Elo Kusuma Alfred Mandeville (23), akrab disapa Elo, seperti nama musisi kondang Indonesia. Elo adalah seorang difabel tanpa tangan. Hidup dengan kondisi fisik tak sempurna tidak membuat semangat belajar menuntut ilmunya sirna.
Bahkan Elo berani mengadu nasibnya jauh-jauh dari Bali bersekolah di Kota Malang, Jawa Timur. Elo kini sedang menempuh pendidikan S-1 Jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) Universitas Brawijaya (UB). Hasil kreasinya pun tak main-main, khususnya di bidang videografi.
Elo sendiri sekarang sudah semester enam dan sedang menyelesaikan magang di perusahaan media kreatif di Bumiayu Kota Malang. Di sana, dia dipercaya sebagai salah satu desainer grafis dengan beban yang sama menyelesaikan sejumlah proyek dari klien.

Saat ditemui Tugu Malang ID pada Sabtu (22/4/2022) lalu, Elo tampak seperti karyawan lain pada umumnya. Sibuk asyik bekerja dengan laptopnya masing-masing. Begitu juga dengan Elo yang sibuk otak-atik laptop dengan kakinya yang lihai sebagai pengganti jari tangan.
Saat itu, dia tengah diberi tugas mengerjakan editing video pesanan dari seorang klien. ”Ya gak susah sih, kan sudah biasa kayak gini sejak dulu. Kalau capek ya saya kondisikan laptopnya saya turunkan ke kursi,” ujar Elo, santai.
Elo sendiri bukan pendatang baru di dunia kreatif. Alumnus SMAK Thomas Aquino Bali ini, sudah menekuni dunia grafis sejak SMA. Bahkan sejak SMA itu, dia membuat konten gaming di channel YouTube-nya sendiri. Dari situlah minatnya di bidang sinematografi muncul dan menggebu-gebu.
Hingga akhirnya, dia mendengar ada Pusat Studi Layanan Disabilitas (PSLD) di UB yang menyediakan jalur dan kuota khusus bagi penyandang disabilitas. Berbekal keyakinan dan cita-cita, berangkatlah dia ke Malang dan diterima di jurusan DKV.
”Awalnya saya minatnya ke jurusan Film dan Televisi (FTV). Tapi keterimanya di DKV, ya sudah gak papa. Masih relate kok, bisa belajar di temen-temen. Di sini saya malah dapat matkul Nirmana 3 dimensi,” kata dia.
Di tempatnya magang, Elo semakin leluasa dalam mengembangkan skill editing video hingga terampil mengoperasikan sejumlah aplikasi editing. Meski hidup dengan keterbatasan fisik, Elo menyimpan harapan untuk dapat terlibat dalam produksi film jika mendapat kesempatan.
Tak hanya puas di situ, Elo masih punya target menggapai pendidikan setinggi-tingginya agar dapat terus menyalurkan hasrat kreativitasnya. Nanti setelah lulus, Elo berencana pulang ke kampung halaman dan melanjutkan pendidikan S2.
”Tapi nanti saya ambil sastra saja. Setelah dipikir-pikir, saya juga harus meningkatkan kemampuan soft skill bahasa saya,” sambung anak pertama dari tiga bersaudara ini.
Hidup dengan mengandalkan kedua kakinya, Elo merasa beruntung menempuh pendidikan di PSLD UB. Selama itu pula, dia mendapat dukungan penuh baik dari tenaga pendidik dan rekan-rekannya untuk tetap dapat berkarya.
Pria kelahiran asli Bali ini juga aktif di banyak organisasi dan komunitas difabel. Mulai dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) hingga komunitas difabel ekstra kampus. Di sela kegiatannya, Elo juga masih aktif memproduksi konten di YouTube dengan 2.500 lebih subscriber.
”Saya juga aktif terlibat di kegiatan komunitas untuk membangun lingkungan yang inklusif, khususnya bagi difabel,” tambahnya.
Sejauh hidup di Kota Malang yang terkenal sebagai kota pendidikan ini, menurut dia masih belum optimal dalam membentuk lingkungan yang inklusif. Meski secara aksesibilitas bagi difabel sudah mulai bermunculan, namun kesadaran masyarakatnya masih minim.
Kata Elo, masih banyak fasilitas difabel di jalan-jalan publik seperti guiding block hingga bidang miring masih diserobot oleh pesepeda motor. Begitu juga untuk di gedung-gedung lama juga masih ada yang perlu dipugar dengan tambahan aksesibilitas difabel.
Meski begitu, diakuinya soal kesadaran itu perlu waktu. Dengan begitu, Kota Malang bisa jadi kota yang ramah disabilitas. Pemkot Malang sendiri dalam Musrenbang RKPD Tahun 2023 membahas perwujudan kota yang inklusif dan ramah disabilitas.
Wali Kota Malang, Sutiaji sendiri yang menekankan agar Kota Malang merefleksikan pernyataan ‘Aku Kamu Kita Setara’ dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di lingkungan sekolah.
Hingga saat ini, Pemkot Malang telah melaksanakan sederet kegiatan dan inovasi ramah disabilitas seperti Braille e-Ticket and Extraordinary Access for Visual Disabilities (BREXIT), pameran UMKM produk karya disabilitas, terapi dasar bagi 200 anak-anak penyandang disabilitas, hingga penguatan pelatihan-pelatihan keterampilan disabilitas,
Pada musrenbang ini, ada 59 usulan yang masuk. Usulan tersebut termasuk penyediaan alat bantu disabilitas, pelatihan pelayanan perlindungan khusus anak, pemberdayaan ekonomi, penguasaan atau pemanfaatan teknologi informasi, hingga ketangguhan bencana.
Elo menjadi bukti bahwa keterbatasan fisik sama sekali tidak membatasi para difabel berkarya dan berprestasi. Kini, tugas menciptakan lingkungan yang inklusif dan kesetaraan hak hidup mutlak menjadi tanggung jawab bersama.
”Harapan saya juga agar teman-teman difabel terus aktif dan mandiri dalam berkarya dan berkontribusi untuk lingkungan. Jadi jangan nunggu peluang, kalau bisa ciptakan peluang, kenapa tidak?,” ungkap Elo.
Reporter: Ulul Azmy
Editor: Lizya Kristanti
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id