Tugumalang.id – Universitas Brawijaya (UB) Malang kembali mengukuhkan 4 orang profesor lintas ilmu. Keempat profesor ini akan dikukuhkan pada Sabtu (14/10/2023) di Gedung Samantha Krida UB Malang.
Mereka berasal dari berbagai fakultas dan keilmuan mulai dari Teknik Sumber Daya Air, Ilmu Kimia Analitik dan Material, Manajemen Sumber Daya Hutan dan Lahan serta Ilmu Ekonomi.
Keempat Profesor tersebut yaitu Prof. Dr. Ir. Ussy Andawayanti, M.S., IPM., dari Fakultas Teknik (FT), Prof. Akhmad Sabarudin, M.Sc., Dr.Sc., dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Prof. Cahyo Prayogo, S.P., M.P., Ph.D., dari Fakultas Pertanian (FP) dan Prof. Setyo Tri Wahyudi, S.E., M.Ec., Ph.D., dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB).
Baca Juga: 7 Tempat Makan Dekat Universitas Brawijaya Cocok untuk Mahasiswa
Prof. Dr. Ir. Ussy Andawayanti, M.S., IPM. dalam orasi ilmiahnya menawarkan model pengendalian genangan dengan Urban Smart Solution Integrated – ecodrain (USS-Ie). USS-le ini diharapkan dapat memecahkan masalah genangan yang juga pelik di Kota Malang.
Menurut profesor ke-343 di UB ini, keunggulan model USS-Ie ini lebih mengedepankan penanganan pengendalian genangan yang mengintegrasikan penanganan drainase konvensional, pengendalian perubahan tata guna lahan dan eko-drainase.
”Dengan model USS-Ie ini efektif agar Zero Runoff segera tercapai. Hanya saja kelemahan model ini membutuhkan partisipasi semua pihak. Mulai dari pemerintah dan juga masyarakatnya,” terang Profesor aktif ke 21 di Fakultas Teknik (FT)
Secara teknis, Profesor aktif ke 184 di UB Malang ini menuturkan bahwa prinsip model ini adalah prinsip menyimpan air, di mana air tidak dibuang di saluran lain, tapi ditampung atau diresapkan di dalam tanah. Jika hanya dilimpaskan, maka masih akan ada genangan di titik lain.
Baca Juga: Universitas Brawijaya Resmikan Koneksi Jaringan 100 Gbps Tercepat di Indonesia
Tentunya, agar USS-Ie ini bisa diimplementasikan, disarankan ada campur tangan Pemerintah setempat, khususnya di Kota Malang agar terbebas dari genangan/banjir atau Zero Runoff.
Teknologi Nanomaterial
Sementara itu, paparan ilmiah menarik datang dari Prof. Akhmad Sabarudin, M.Sc., Dr.Sc. yang mengembangkan Teknologi Nanomaterial untuk Pemisahan dan Deteksi Biomolekul. Profesor ke-344 di UB ini telah berhasil mengembangkan teknologi nanomaterial yaitu monolit polimer organik nanopori dan nanopartikel logam untuk pemisahan dan deteksi biomolekul secara cepat, teliti, dan akurat.
Teknologi ini dapat mengurangi pemakaian jumlah bahan kimia dan menghasilkan limbah yang lebih sedikit sehingga lebih ramah lingkungan daripada teknologi pemisahan dan deteksi yang telah ada sebelumnya.
Profesor aktif ke-26 di FMIPA ini mengaplikasikan nanopartikel pada media kertas sebagai perangkat diagnostik cepat (PDC) untuk deteksi virus hepatitis B dan deteksi dini penyakit ginjal, keunggulan PDC ini bersifat portabel, murah, handal, dan mudah digunakan oleh masyarakat umum.
Berdasarkan penelitian ini, dapat dilihat bahwa nanomaterial memiliki peran sangat penting dalam pengembangan teknologi di bidang kimia analitik dan dapat meningkatkan sensitivitas, selektivitas, serta akurasi metode analisis.
Nanomaterial yang diintegrasikan dengan perangkat analitik berbasis kertas (μPADs) membuka jalan bagi pengembangan perangkat point-of-care testing (POCT) dengan akurasi yang tinggi, mudah digunakan, harga terjangkau, sensitif, spesifik, dapat digunakan di luar laboratorium, dan bisa dilakukan oleh pasien sendiri.
“Bicara soal akurasinya sudah 95 persen. Dari model ini kita bisa tahu seberapa parah sakit kita, bukan hanya sekedar tahu kita sakit. Teknologi ini sangat membantu para dokter dan nakes. Dengan begitu, level kesehatan di Indonesia juga akan meningkat,” papar Profesor aktif ke 185 di UB ini.
Teknologi Cerdas CLIMO 1
Ketiga, Prof. Cahyo Prayogo, S.P., M.P., Ph.D. dalam orasi ilmiahnya menawarkan konsep Teknologi Cerdas ‘CLIMO 1’ yang meliputi pemanfaatan dan pengembangan teknologi data sensor (teknologi di bumi) yang dapat merekam kondisi hutan dan lahan di atas permukaan secara real time di mana pada saat yang bersamaan dilakukan monitoring data lapangan dari jarak jauh dengan citra satelit atau UAV (Unmanned Aerial Vehichle).
“Penerapan TCHL ‘CLIMO 1’ melalui uji coba di lapangan ini dapat menghasilkan data yang cukup akurat dan reliable (92 persen dengan kecepatan 6 byte per detik) meskipun ada kendala kontinuitas transmisi data karena ketidakstabilan koneksi dengan internet,” terang Profesor ke-345 di UB Malang ini.
Pengembangan teknologi ini, kata Profesor aktif ke 32 di Fakultas Pertanian (FP) diikuti dengan analisis komponen pengelolaan hutan dan lahan yang lebih kompleks dengan menggunakan pendekatan analisis statistika multivariate dan pemodelan.
“Proses pengumpulan data-data dari sensor di lapangan dapat digabungkan dan dihubungkan dengan data yang berasal dari UAV dengan tingkat akurasi rata-rata diatas 80 persen,” jelas Profesor aktif ke 186 di Universitas Brawijaya ini.
Keunggulan teknologi ini adalah pengumpulkan data yang cepat dan akurat mendekati kondisi aktual di lapangan sehingga dapat mengantisipasi dampak negatif yang ditimbulkan dari kesalahan pengelolaan hutan dan lahan.
Namun, kelemahannya terdapat pada mahalnya infrastruktur yang harus dibangun dan sistem yang akan dikembangkan serta stabilitas dan kontinyuitas pengiriman data.
Untuk pengembangan teknologi, alat ini sebenarnya siap dikomersialkan sehingga perlu dukungan hibah inovasi produk dan perlu dukungan dari pihak industri atau swasta untuk pembutan produk skala besar.
Inflation Delusions Management
Keempat, Prof. Setyo Tri Wahyudi, S.E., M.Ec., Ph.D dalam paparan ilmiahnya menawarkan Model IDMF Sebagai Antisipasi Dampak Inflasi Pada Kebijakan Penyaluran Kredit Dan Persaingan. Konsep Inflation Delusions Management Framework (IDMF) ini merupakan pengembangan dari Monetary-Policy Invariance Hypothesis yang meyakini bahwa inflasi merupakan fenomena moneter.
‘IDMF sebagai bagian dari ilmu ekonomi moneter bertujuan untuk mengurangi terjadinya persepsi yang salah atau “distorsi” mengenai inflasi,” kata Profesor ke-346 di Universitas Brawijaya ini.
Keunggulan IDMF ini, menurut Profesor aktif ke 26 di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) ini adalah bahwa kerangka ini memudahkan masyarakat dan pelaku ekonomi dalam membentuk persepsi mengenai inflasi secara benar sehingga memberikan dampak yang positif pada kebijakan penyaluran kredit dan persaingan.
Kelemahan model ini bahwa upaya mengedukasi masyarakat atau pelaku usaha dalam membuat persepsi yang benar tentang inflasi bukanlah hal yang mudah, karena beragamnya latar belakang, perilaku, maupun preferensi.
Adanya kesalahan persepsi di masyarakat (pelaku ekonomi) terkait inflasi dan harapan inflasi, telah mengakibatkan kebijakan pengendalian inflasi melalui kerangka target inflasi (inflation targeting framework) menjadi tidak efektif dan tidak optimal.
Hal tersebut telah ditunjukkan dari hasil penelitian sebelumnya, bahwa inflasi tidak sensitif dalam membentuk perilaku individu terkait pengajuan kredit perbankan.
“Melalui model IDMF, dilakukan perbaikan transmisi kebijakan moneter jalur ekspektasi dengan mengidentifikasi faktor pembentuk delusi inflasi yakni asimetri informasi dan distorsi harga,” terang Profesor aktif ke 187 di Universitas Brawijaya ini.
Kegiatan yang perlu dilakukan untuk mengurangi terjadinya asimetri informasi dan distorsi harga dapat dilakukan dengan acara edukasi, sosialisasi, serta update informasi harga.
Dalam konteks persaingan perbankan yang relatif tinggi, maka untuk mengoptimalkan fungsi intermediasi melalui penyaluran kredit, perbankan perlu memiliki strategi, salah satunya mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya kredit.
Selain itu, peran Bank Sentral dalam menetapkan suku bunga dasar acuan kredit (SBDK), menjadi hal krusial, supaya fungsi intermediasi bank dapat berjalan optimal dan memberikan manfaat bagi perekonomian secara luas.
Reporter: M Ulul Azmy
Editor Herlianto. A