MALANG, Tugumalang.id – Masjid At-Thoiriyah atau yang lebih dikenal masyarakat dengan sebutan Masjid Bungkuk diyakini sebagai masjid tertua di wilayah Malang Raya. Masjid Bungkuk berlokasi di Kelurahan Pagentan, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Penamaan Masjid Bungkuk diambil dari tokoh pendiri masjid tersebut yakni Kiai Hamimuddin atau dikenal dengan Mbah Bungkuk. Diketahui Mbah Bungkuk merupakan salah satu pengikut setia Pangeran Diponegoro.
Ketika meletus Perang Jawa antara Pangeran Diponegoro dengan tentara kolonial Belanda. Beberapa pengikut Pangeran Diponegoro terpencar ke beberapa wilayah di Pulau Jawa. Salah satunya adalah Mbah Bungkuk yang singgah di kawasan Singosari, Kabupaten Malang dan melakukan syiar Agama Islam.
Baca Juga: 16 Masjid di Kota Malang Ini Sediakan Takjil Gratis
Awal penyebaran Islam yang dilakukan Mbah Bungkuk dimulai membangun musala berupa gubuk di tengah hutan. Musala tersebutlah yang kemudian menjadi Masjid Bungkuk seperti saat ini.
Sejak tahun 1835 Masehi, Masjid Bungkuk didirikan dan menjadi pusat syiar Agama Islam di wilayah Malang Raya pada saat itu.
Di awal berdirinya mushola yang kemudian menjadi Masjid Bungkuk. Kiai Hamimuddin membangun dengan bahan material seadanya dengan dinding berbahan bambu mirip seperti sebuah gubuk atau surau.
Baca Juga: Konsisten Gelar Subuh Keliling, Bupati Malang Terima Penghargaan dari Dewan Masjid Indonesia
Di awal syiar Agama Islam yang dilakukannya hanya beberapa orang santri di tempat Mbah Bungkuk tersebut. Hal itu dapat dimaklumi karena saat itu mayoritas masyarakat di lokasi tersebut masih banyak menganut Agama Hindu.
Kegiatan ibadah yang dilaksanakan oleh Mbah Bungkuk dan para santrinya dirasa sebagai hal baru. Apalagi adanya gerakan rukuk dan sujud dalam ibadah salat dinilai sebagai ritual agama baru bagi masyarakat saat itu.
Seiring berjalannya waktu, lantas masyarakat mulai tertarik dengan syiar agama yang dilakukan oleh Mbah Bungkuk. Kemudian musala gubuk itu direnovasi dan dibangun menjadi bangunan semi permanen dengan empat pilar kayu sebagai penyangga atap Masjid Bungkuk.
Meski kini Masjid Bungkuk telah mengalami beberapa kali renovasi tetapi keempat pilar tersebut masih utuh dan dapat dijumpai hingga sekarang.
Konon, di empat pilar kayu Masjid Bungkuk tertanam batu gilang yang berfungsi memperkuat tiang bangunan masjid dari getaran gempa bumi.
Peletakkan batu gilang tersebut sebagai wujud akulturasi dengan agama sebelumnya, Hindu dimana batu gilang dimanfaatkan sebagai penyangga bangunan candi agar tidak roboh saat terjadi gempa.
Lambat laun banyak masyarakat berdatangan untuk menjadi santri Mbah Bungkuk yang kemudian membangun Pondok Pesantren dengan nama Miftahul Falah dan masih eksis hingga sekarang.
Pada tahun 1850 Masehi, Mbah Bungkuk wafat dan dimakamkan di sekitar area Masjid Bungkuk tepatnya di belakang masjid.
Makam Mbah Bungkuk tak pernah sepi oleh peziarah dan ada makan lain di sekitar area pemakaman Mbah Bungkung yang dipagari besi tahan karat. Konon makam-makam tersebut adalah makam sanak keluarga Mbah Bungkuk.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Penulis: Bagus Rachmad Saputra
Editor: Herlianto. A