Tugumalang.id – Majelis Dewan Guru Besar (MDGB) Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) meminta pemerintah untuk memperketat syarat pemberian gelar profesor kehormatan. Utamanya pada kalangan non-akademik.
Usulan ini didasarkan pada fakta di lapangan, bahwa gelar ini banyak dipergunakan bukan untuk menjadi pendidik. Padahal jika merunut esensinya, gelar itu juga dinaungi konsep Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.
“Masak, orang tidak pernah sekolah disuruh ngajar anak-anak S3. Seperti apa jadinya lulusannya? Padahal dalam gelar itu juga terkandung tanggung jawab Tridharma Perguruan Tinggi itu tadi,” ungkap Ketua MDGB PTNBH Prof Harkristuti Harkrisnowo di Malang, kemarin.
Pergeseran itu menurut Prof Harkristuti tidak fair (adil, red) mengingat dalam proses mendapatkan gelar itu pada esensinya butuh perjuangan yang panjang. “Kami saja harus berdarah-darah, apalagi angkatan sekarang jauh lebih sulit persyaratannya. Butuh dedikasi yang tinggi,” timpalnya.
Pemberian gelar bergengsi ini memang mengalami pergeseran dari hari ke hari. Sejumlah pejabat publik yang pernah mendapat gelar profesor kehormatan itu di antaranya seperti Megawati Soekarno Putri, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto hingga Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar.
Untuk mendapat gelar tersebut, kriterianya telah tertuang dalam Permendikbudristek 38 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Profesor Kehormatan pada Perguruan Tinggi. Peraturan menteri ini melaksanakan ketentuan Pasal 72 Ayat (6) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Berbeda dengan gelar Doktor Honoris Causa, kata Harkristuti yang memang tidak diwajibkan memiliki tanggung jawab Tri Dharma Perguruan Tinggi. Justru gelar itu menjadi bentuk apresiasi terhadap kalangan non-akademik yang berkontribusi besar terhadap masyarakat.
Dikhawatirkan jika pergesaran budaya ini diteruskan maka bisa jadi gelar profesor kehormatan ini bisa diberikan kepada orang yang tidak menempuh pendidikan formal satu pun.
“Kami akui memang persyaratan mendapatkan gelar kehormatan ini sudah nggak ribet seperti dulu. Gelar ini implikasinya cukup penting bagi tanggung jawab Tri Dharma yang kami emban sebagai dosen,” ujar dia.
Sebab itu, pihak PTNBH sepakat untuk mengusulkan pada universitasnya masing-masing untuk berhati-hati dalam pemberian gelar tersebut. Di sisi lain, pemerintah dalam hal ini Kemendikbudristek juga perlu memperketat persyaratannya lewat regulasi.
“Jika mereka (penerima gelar profesor kehormatan, red) tidak melakukan kewajiban Tri Dharma itu tadi, ya gelarnya bisa dicabut. Sebenarnya kan boleh-boleh saja, tapi kami minta untuk diperketat, diatur lagi,” tegasnya.
Reporter: M Ulul Azmy
Editor: Herlianto. A