MALANG, Tugumalang.id – Aksi demonstrasi oleh kelompok Aremania pada Minggu (29/1/2023) lalu di Kantor Arema FC diwarnai kericuhan. Aksi itu berujung pada pecahnya kaca kantor Arema FC dan 6 orang luka-luka.
Pasca-insiden tersebut, polisi menetapkan 8 orang tersangka yang diduga terlibat pengrusakan hingga penghasutan. Dalam keterangan polisi, disebutkan bahwa demonstran telah merencanakan kericuhan tersebut, bahkan sejak jauh-jauh hari sebelumnya.
Namun penuturan kronologi berbeda diungkapkan salah satu peserta aksi. Peserta aksi itu bernama Remer (nama samaran, red). Remer menjadi peserta aksi, namun tidak terlibat aksi kericuhan.
Remer menuturkan kesaksiannya kepada Korwil Bawah Tanah. Hasil korespondensi itu sudah terbit terlebih dulu di sejumlah milis dan media sosial dengan judul ‘Kesaksianku Mengikuti Aksi ‘Arek Malang Bersikap’.
Remer sendiri menjadi peserta aksi yang berangkat dengan kesadaran dan sikap yang sama dengan peserta ‘Aremania Bersikap’ lainnya. Yaitu untuk menuntut klub ikut berjuang bersama korban dalam menegakkan keadilan hukum Tragedi Kanjuruhan.
Remer sendiri juga ikut dalam barisan atas inisiatif dia sendiri. Remer menuturkan jika dalam aksi Arek Malang Bersikap itu dihadiri oleh sekitar ribuan orang. Rata-rata, menggunakan atribut serba hitam dan penutup wajah. Aksi dimulai dengan melakukan long march dan menyanyikan lagu Bagimu Negeri seperti aksi sebelumnya.
Hanya saja, kata Remer, respon penjaga kantor Arema FC waktu itu lebih garang saat menyambut massa aksi. Mereka menudingkan jari tangan ke peserta aksi sambil meneriakkan kata-kata makian hingga menantang berkelahi. ”Hei Jancok!” ucap Remer menirukan suara penjaga kantor Arema FC.
Remer juga melihat salah seorang dari penjaga kantor memulai melemparkan batu ke arah massa aksi. Dari sinilah, emosi kedua belah kelompok saling tersulut.
”Tanpa aku duga, ternyata banyak dari bagian massa demonstran juga tersulut amarahnya dan membalas lemparan batu dan kantong cat dengan jumlah yang lebih banyak. Balasan lemparan batu dari massa aksi tersebut, berujung pada pecahnya kaca official store AREMA FC,” tulis Remer.
Bahkan, peserta aksi juga melihat salah seorang penjaga kantor mengacungkan sebilah pisau dan berupaya melemparkannya ke massa aksi. Namun tidak jadi. Dalam aksi itu, Remer juga melhat sosok Ferry Dampit (tersangka penghasutan, red) justru melerai dan menenangkan massa aksi.
Tak lama setelah situasi kondusif, dua orang yang salah satunya Ferry Dampit naik ke atas mobil angkot dan membacakan orasi permintaan maaf. Baik kepada seluruh masyarakat Indonesia, warga Malang Raya, klub-klub Indonesia dan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan.
Ferry Dampit juga membacakan permohonan maaf kepada manajemen, pemain dan kru Persebaya Surabaya karena tindakan intimidatif supporter AREMA FC usai pertandingan melawan Persebaya yang berujung pada Tragedi Kanjuruhan 01 Oktober 2022.
Dalam persinggungan itu, Remer juga baru menyadari bahwa mayoritas peserta aksi itu adalah warga Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang. Dimana di Kecamatan Dampit juga terdapat 3 orang korban meninggal dalam Tragedi Kanjuruhan.
”Rasa penasaran terhadap massa aksi dari Dampit ini membuatku bertanya-tanya. Bahwa ternyata orang-orang kabupaten (desa) yang selama ini aku pandang remeh, justru telah melakukan langkah-langkah yang menurutku sangat progresif,” kata Remer dikutip dari hasil korespondensinya dengan Korwil Bawah Tanah.
Remer juga mengungkapkan bahwa Ferry Dampit merupakan sosok yang pernah melakukan audiensi dengan Polres Kabupaten Malang beberapa waktu lalu. Mereka menanyakan proses pengusutan Tragedi Kanjuruhan ini dengan tegas dan kritis kepada Waka Polres Malang.
”Dari video youtube yang aku tonton itu juga, aku melihat Ferry Dampit menanyakan beberapa hal mengenai Tragedi Kanjuruhan ini dengan sangat kritis. Sejak saat itu, aku menaruh rasa hormat yang tinggi kepada orang-orang Dampit ini,” kata Remer.
”Bagiku, mereka ini bukan sekedar gerombolan yang suka caper dengan menggelar aksi demonstrasi, mereka hanya sekumpulan orang-orang yang memang benar-benar ingin menuntut keadilan bagi seluruh korban Tragedi Kanjuruhan,” imbuhnya.
Pasca insiden itu, Remer sendiri diketahui langsung pulang dan baru mengetahui penangkapan massa aksi dari media sosial. Bahkan dia mempertanyakan alasan penangkapan kepolisian yang terkesan janggal.
”Penangkapan ini menurutku sangatlah janggal, aku menduga penangkapan ini adalah “suruhan” dari pihak tertentu karena lokasi penangkapannya bisa sampai jauh dari titik aksi atau kantor manajemen AREMA FC,” ujarnya.
Seperti diketahui pula, beredar foto dan video penangkapan yang beredar di lokasi yang berbeda-beda. Bahkan jauh dari lokasi kantor Arema FC. Total ada sekitar 100 orang yang ditangkap dan menyisakan 8 orang yang langsung ditetapkan menjadi tersangka.
”Aku masih tidak percaya bahwa Ferry Dampit dan beberapa orang lainnya ditetapkan tersangka. Aku tidak begitu mengenalinya, tapi ancaman hukuman yang sangat berat bahkan lebih berat dari ancaman hukuman bagi tersangka Tragedi Kanjuruhan menurutku sangatlah tidak adil,” tegasnya.
Reporter: Ulul Azmy
editor: jatmiko