Tugumalang.id – Di Kota Malang, terdapat komunitas pegiat literasi yang didirikan oleh beberapa mahasiswa. Namanya komunitas Gubuk Tulis. Berdiri sejak tahun 2016. Bermula dari sebuah blog untuk menampung tulisan-tulisan para mahasiswa.
Salah seorang pendiri Gubuk Tulis, Al Muiz Liddinillah, menceritakan bahwa saat itu anggota Gubuk Tulis masih sekitar 4-5 orang. “Dulu kebanyakan memang mahasiswa UIN (Universitas Islam Negeri) Malang dan beberapa dari UB (Universitas Brawijaya), anggotanya,” terangnya, beberapa waktu lalu.
Beberapa mahasiswa yang memiliki inisiatif ini awalnya adalah para mahasiswa yang tergabung dalam sebuah organisasi kampus yang ada di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Dan mereka memiliki ketertarikan pada dunia literasi.
“Kita juga masih belum memiliki basecamp sendiri, para anggota Gubuk Tulis memutuskan untuk melakukan pertemuan rutin di warung-warung kopi. Kita sering melakukan diskusi mulai dari bedah buku, bedah film, sampai sharing karya tulis,” terang Muiz.
Kenyang dengan berbagai diskusi antar anggotanya, Gubuk Tulis mulai menularkan budaya literasi ke taman-taman di Kota Malang. Mereka membuat perpustakaan berjalan di Taman Merjosari, Taman Nivea, Taman Kunang-kunang, Taman Tunggul Wulung, dan masih banyak lagi. Perpustakaan berjalan ini oleh mereka diberi nama Tebar Baca. Kegiatan ini biasanya digelar pada Minggu pagi.
“Karena kita mahasiswa semua, awalnya kita bawa buku-buku serius tapi kita meleset, justru banyak anak-anak yang datang,” kenangnya, sambil tertawa.
Akhirnya keesokan harinya, Muiz dan kawan-kawannya membawa buku anak-anak. “Kita juga minta tolong mas Eko Cahyono dari Perpustakaan Anak Bangsa, Jabung, Kabupaten Malang, untuk menyediakan buku anak-anak,” lanjutnya.
Selain itu, Gubuk Tulis juga membuat sekolah literasi pada tahun 2018 untuk mengajari menulis buku maupun blog. Sekolah ini diadakan sekitar 3-4 hari dengan narasumber dari berbagai latar belakang. “Di tahun itu kita adakan 2 kali sekolah literasi di Malang,” ungkapnya.
“Sekolah literasi ini terbuka untuk umum, bahkan anggota Gubuk Tulis kalau mau ikut ya silahkan,” jelasnya.
Muiz juga tidak menampik adanya kesulitan mendirikan komunitas literasi dari awal. Dia mengakui kesulitan terbesar adalah dari pembiayaan. “Soalnya kita kan pembiayaan secara mandiri dari donasi para anggota, juga sempat sembari jualan buku saat diskusi dan keuntungan untuk sewa proyektor atau kita simpan untuk komunitas,” kenangnya.
Reporter: Rizal Adhi
Editor: Lizya Kristanti