Tugumalang.id – Eyang Djugo atau Kyai Zakaria II adalah sosok yang dikagumi karena ilmunya serta kesaktiannya. Makamnya yang terletak di lereng Gunung Kawi, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang, masih ramai dikunjungi peziarah kendati telah wafat 151 tahun yang lalu.
Eyang Djugo memiliki nama asli Raden Mas Soerjokoesoemo atau Raden Mas Kromodirejo. Ia merupakan keturunan dari Kasunanan Surakarta.
Pada masa perang Jawa, di tahun 1825-1830, ia turut angkat senjata melawan Belanda bersama Pangeran Diponegoro. Ia juga merupakan guru spiritual Pangeran Diponegoro.
“Setelah Pangeran Diponegoro ditangkap Belanda, beliau tidak angkat senjata lagi. Beliau memilih jalur penyebaran ilmu,” kata Putri, Administator Media Sosial Pesarean Gunung Kawi.
Eyang Djugo kemudian memutuskan untuk mengembara dan menyebarkan ajaran Islam hingga ke Desa Jugo, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Blitar. Di sana, ia bertemu dengan peternak lokal. Saat ditanya siapa namanya, Eyang Djugo menjawab: “Saya Sajugo (saya seorang diri).” Pada waktu itu, memang ia mengembara sendirian. Warga setempatpun mengira Sajugo adalah nama dari Raden Mas Kromodirejo sehingga mereka memanggilnya Eyang Djugo.
Suatu ketika, Desa Jugo dilanda wabah kolera. Warga yang sakit kemudian ditolong oleh Eyang Djugo dengan meminumkan air yang sudah diberi doa. Pasien yang meneguk air tersebut kemudian sembuh. Hal tersebut terus ia lakukan hingga wabah kolera musnah dari Desa Jugo. “Dari situ kemudian beliau menjadi tokoh yang dihormati,” imbuh Putri.
Konon, Eyang Djugo mengambil air yang telah diberi doa dari tiga buah guci. Dua di antaranya saat ini berada di Pesarean Gunung Kawi.
Sebelum meninggal, Eyang Djugo berpesan agar jenazahnya dimakamkan di sebuah bukit di lereng Gunung Kawi. Sayangnya, tidak ada yang tahu pasti alasan ia ingin dimakamkan di wilayah itu.
Oleh muridnya, Raden Mas Imam Sujono, keinginan tersebut dipenuhi. Ia dan pengikutnya melakukan babat alas hingga ke lereng Gunung Kawi yang saat ini menjadi lokasi pesarean tersebut.
“Raden Mas Imam Sujono ini adalah murid kinasih Eyang Djugo. Sudah dianggap seperti anaknya sendiri,” kata Putri.
Eyang Djugo wafat pada tanggal 1 Sela tahun 1799 Dal atau 22 Januari 1871 Masehi. Ia dimakamkan di lereng Gunung Kawi seperti keinginannya.
Meski sosoknya telah lama tiada. Karisma dan keteladanan Eyang Djugo masih bertahan hingga saat ini. Terbukti hingga saat ini, makamnya masih banyak dikunjungi peziarah.
Bahkan, Bupati Malang, Sanusi turut menghadiri khol Eyang Djugo yang ke-151 pada Minggu (17/7/2022) bersama dengan Ketua DPRD Kabupaten Malang, Darmadi. “Ini adalah pendidikan rohani pada penerus Eyang Djugo agar tidak melupakan sejarah perjuangan para tokoh-tokoh,” ucap Sanusi.
Reporter: Aisyah Nawangsari
Editor: Lizya Kristanti
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id