Tugumalang.id – Cholifatul Nur menceritakan kisahnya mencari mendiang anaknya, Jofan Farelino, yang meninggal saat Tragedi Kanjuruhan. Saat itu ia mendapat kabar bahwa putra semata wayangnya tak sadarkan diri usai menonton pertandingan Arema FC versus Persebaya pada Sabtu (1/10/2022) lalu.
Kabar tersebut ia terima dari teman anaknya. Perempuan yang akrab dipanggil Ifa tersebut saat itu sedang berada di rumah dan bersiap untuk istirahat.
Begitu menerima kabar, ia langsung bergegas menuju Stadion Kanjuruhan yang berjarak 20 kilometer dari rumahnya di Desa Kasembon, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang. Dia hanya memakai baju tidur.
Pertandingan Arema FC melawan Persebaya baru usai. Puluhan ribu orang masih memadati jalanan di sekitar Stadion Kanjuruhan.
Ifa melihat akses masuk melalui gerbang utama ditutup. Ia turun dari sepeda motor di simpang empat Yon Zipur 5 yang berada tak jauh dari Stadion Kanjuruhan. Ia meminta orang yang mengantarnya untuk menunggu di sana.
Tak mau berlama-lama dengan mencoba masuk lewat gerbang utama, Ifa memilih menyusuri got yang ada di sekitar Stadion Kanjuruhan.
“Saya nggak lewat pintu utamanya. Kan itu kayaknya enggak boleh ya lewat pintu utama. Saya itu loncat di got sebelumnya pintu itu,” kata Ifa.
Sesampainya di Stadion Kanjuruhan, ia melihat kepulan gas air mata memenuhi area parkir. Polisi masih menembakkan gas air mata di bagian luar stadion. Meski demikian, ia tak mundur. Ia menerobos kepulan gas air mata untuk mencari anak semata wayangnya.
“Saat saya masuk ke Kanjuruhan itu masih banyak gas air mata yang ditembakkan ke daerah parkir. Di luar itu masih banyak asap-asapnya. Tapi saya cuma lihat saja. Saya lari, fokus untuk mencari almarhum anak saya,” terang Ifa.
Beruntung, ia dibantu oleh seseorang yang tidak ia kenal untuk mencari anaknya. Ifa meminta diantar menuju ke Gate 7 karena berdasarkan info yang ia terima, anaknya berada di sana.
Namun, ia kemudian mendapat telepon bahwa anaknya telah dibawa ke area VIP dengan harapan segera mendapat bantuan ambulans. Namun, bantuan tak kunjung datang hingga Jofan menghembuskam nafas terakhir.
Menurur Ifa, kondisi tubuh Jovan saat itu sangat memprihatinkan. Warna kulit dan kukunya menghitam, sementara bagian keningnya putih. Meski diseka dengan tisu basah, warna hitam di kulit tersebut sulit hilang.
Badan Menghitam
“Anak berangkat masih cakep, tahu-tahu sudah menghitam semua. Kukunya dan kulitnya hitam. Semuanya hitam. Saya buka kaosnya, (kulit) yang ketutup kaos masih putih. Yang ini (tidak tertutup kaos) sudah hitam semua,” kata Ifa.
Ifa juga melihat busa yang mengering di mulut Jofan. Sementara hidung dan telinganya mengucurkan darah.
“Sewaktu anak saya ditemukan oleh yang menolong, hidungnya keluar darah dan mulutnya berbusa,” kata Ifa.
Menurut Ifa, kondisi tubuh Jofan utuh dan hanya mengalami sedikit lecet karena terjatuh.
“Dia jatuh karena pingsan. Kata teman anak saya, dia sempat terinjak setelah pingsan. Sebelumnya itu nggak terinjak. Pingsannya itu karena gas itu tadi. Dia nggak bisa napas, kemudian pingsan,” jelas Ifa.
Mengetahui kondisi anaknya sudah tak bernyawa, Ifa meminta bantuan TNI untuk membawa anaknya ke rumah sakit. “Saya mau memastikan anak saya ini benar-benar sudah nggak ada atau bagaimana,” kata Ifa.
Sesampainya di rumah sakit, Ifa mendapat kepastian bahwa Jofan sudah tiada. Namun, ia tak bisa mendapat rekaman medis ataupun surat kematian dari rumah sakit karena Jofan sudah meninggal sebelum dibawa ke sana.
Dengan berat hati, Ifa membawa jenazah Jofan pulang ke rumahnya di Desa Kasembon, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang.
Ifa berharap, keadilan dapat ditegakkan dan siapa pun yang bertanggung jawab atas peristiwa ini dihukum dengan semestinya.
“Bukan hanya yang menembak, tetapi semuanya. Termasuk panpelnya. Semuanya harus diusut. Saya cuma berharap itu,” kata Ifa.
Reporter: Aisyah Nawangsari
Editor: Herlianto. A