Tugumalang.id – Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Malang melakukan beberapa upaya untuk menjaga inflasi agar sesuai dengan sasaran yang ditetapkan, yaitu 3,0 ± 1 persen. Hingga bulan Oktober 2022, tercatat inflasi di Kota Malang mencapai 5,72 persen (ytd) dan 6,76 persen (yoy). Ini berarti inflasi di Kota Malang masih lebih tinggi dari sasaran yang ditetapkan.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) untuk menjaga inflasi adalah dengan menaikkan suku bunga. Ini merupakan upaya untuk mempengaruhi ekspektasi inflasi yang terlalu tinggi.
Kenaikan ini didasarkan pada rapat dewan gubernur BI pada 19-20 Oktober 2022. Rapat tersebut memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 bps menjadi 4,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 4,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 50 bps menjadi 5,50%.
Kepala KPwBI Malang, Samsun Hadi mengatakan hal tersebut adalah satu-satunya faktor pengaruh inflasi yang bisa dikontrol oleh BI. Faktor lain yang bisa mempengaruhi inflasi seperti suplai bahan pangan dan harga bahan bakar minyak (BBM) berada di luar kendali mereka.
“Ada inflasi yang dari suplai atau ketersediaan bahan pangan di lapangan, seperti hasil panen, logistik, distribusi. Belum lagi inflasi karena kebijakan harga pemerintah. Jadi walaupun inflasi “dikontrol” oleh BI, ada banyak faktor yang penanganannya tidak bisa kami lakukan,” terang Samsun.
Meski demikian pihaknya tidak berpangku tangan. Melalui Gerakan Nasional Pengendali Inflasi Pangan (GNPIP), KPwBI Malang melakukan beberapa upaya untuk menjaga inflasi agar tidak terlalu tinggi.
Bahan pangan disebut sebagai salah satu faktor pendorong atau penahan inflasi di Kota Malang. Bahan pangan di sini khususnya adalah cabai, bawang, daging dan telur ayam ras.
Untuk penanganan dalam jangka waktu pendek, KPwBI Malang melakukan operasi pasar. Ini ditujukan untuk memastikan ketersediaan bahan pangan.
“Kami memastikan ketersediaan suplai dengan operasi pasar, sehingga harga nggak tinggi. Kalau harga tinggi, kami melakukan operasi pasar murah,” jelas Samsun.
Untuk jangka menengah, KPwBI Malang melakukan berbagai kegiatan untuk menciptakan ketahanan pangan melalui program sosial. Misalnya dengan melakukan pelatihan dan pembinaan kepada kelompok petani, khususnya bagi petani yang produknya berimplikasi pada inflasi.
“Kami memfasilitasi, membimbing, memberikan bantuan teknis, bahkan kami memberikan sarana produksi kepada kelompok tani yang bergerak di bidang pangan. Kami bantu pelatihan dan alat produksi. Ujung-ujungnya bagaimana kami mendorong suplai bahan-bahan kebutuhan manusia tadi menjadi relatif lebih stabil,” kata Samsun.
Sementara untuk penanganan jangka panjang, Samsun mengatakan perlu keterlibatan banyak pihak, terutama pemerintah daerah (pemda)
“Penanganan inflasi ini komitmen bersama. Pemda juga harus berperan aktif untuk menjaga inflasi di daerahnya masing-masing,” ujar Samsun.
Ia mencontohkan, apabila ada akses jalan atau jembatan yang rusak, maka ini akan mempengaruhi distribusi hasil pertanian dan menyebabkan harga tinggi. BI tidak bisa mengintervensi pembangunan tersebut, sehingga diperlukan komitmen pemda untuk melakukan perbaikan.
“Pemda juga bisa mendorong terbentuknya koperasi Badan Usaha Milik Desa agar kestabilan harga tetap terjaga,” kata Samsun.
Reporter: Aisyah Nawangsari
Editor: Herlianto. A