MALANG, Tugumalang.id – Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur mencatat ada 15.881 dispensasi nikah di Jawa Timur sepanjang 2022. Faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan dini di Jawa Timur cukup beragam. Meski saat ini yang banyak disorot adalah faktor kehamilan, namun ada faktor lain seperti budaya, agama, ekonomi, hingga perubahan undang-undang.
Menurut Ketua Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur (LPA Jatim), Anwar Solikin mengatakan faktor-faktor ini berbeda di setiap daerah. Misalnya di Pulau Madura, faktor budaya dan agama sangatlah kuat. Anak-anak yang berpacaran didorong untuk segera menikah untuk mencegah zina.
“Di samping takut dosa juga karena kultur, sejak kecil (mereka) sudah dijodohkan. Ketika sudah waktunya, ya dinikahkan saja,” ujar Anwar saat dihubungi, Minggu (22/1/2023).
Sementara di daerah selatan Jawa Timur, seperti Ponorogo, Tulungagung, dan sekitarnya, faktor kurangnya pengasuhan dari orang tua, sehingga anak-anaknya terjebak dalam pergaulan bebas dan hamil sebelum menikah.
“Kurangnya pengasuhan karena mungkin mereka itu anak-anak pekerja migran, orang tuanya tidak utuh, atau diasuh kakek neneknya sehingga pengawasannya kurang,” terang Anwar.
Meski ada kehamilan yang terjadi karena pergaulan bebas dan membuat anak-anak dinikahkan, Anwar menyebut bahwa tidak semua alasan kehamilan terjadi karena pergaulan bebas.
Ada orang tua yang tetap menikahkan anaknya secara siri. Setelah anaknya hamil, mereka kemudian membuat permohonan dispensasi nikah. Anwar mengatakan bahwa pengadilan agama pasti akan mengabulkan dispensasi nikah apabila calon pengantin sudah hamil.
“Kalau sudah hamil, pasti dapat dispensasi nikah,” kata Anwar.
Praktik pernikahan siri seperti ini biasanya dilakukan karena orang tua tak mau menahan malu jika anaknya tak kunjung menikah. Mereka takut jika menolak lamaran seseorang, anak mereka tidak akan ada yang mau melamar lagi.
Faktor lain yang bisa mendorong terjadinya pernikahan dini adalah kondisi ekonomi keluarga, khususnya keluarga mempelai perempuan. “Keluarga menyerahkan tanggung jawab atas anak ini kepada suaminya,” ujar Anwar.
Faktor terakhir yang mempengaruhi tingginya pernikahan anak adalah Undang-undang nomor 16 tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Di undang-undang terbaru tersebut, batas usia pernikahan bagi perempuan dinaikkan dari 16 tahun menjadi 19 tahun.
“Saat batasnya 16 tahun saja dispensasi nikahnya banyak, apalagi sekarang batasnya 19 tahun. Otomatis dispensasi nikah lebih banyak yang membuat data semakin melonjak,” kata Anwar.
Reporter: Aisyah Nawangsari
editor: jatmiko