Tugumalang.id – Perkembangan pesat Kota Batu, Jawa Timur, tak lepas dari kejayaan sejarah masa lalunya. Kota yang melepas diri dari Kabupaten Malang ini masih menyimpan jejak masa lalu dilihat dari bangunan yang masih bertahan hingga kini. Termasuk hotel-hotel berumur yang masih eksis hingga kini.
Senada dengan Kota Malang, Kota Batu juga banyak menyimpan jejak arsitektur bangunan masa kolonial atau saat zaman penjajahan. Sejauh ini, ada dua hotel di Kota Batu yang menyimpan jejak historis yang panjang.
Sebagai pengantar, dulu Kota Batu masih jadi bagian wilayah dari Kabupaten Malang. Lalu, pada 6 Maret 1993, Batu ditetapkan sebagai kota administratif. Terus berlanjut, Kota Batu ditetapkan sebagai kota otonom yang terpisah dari Kabupaten Malang pada 17 Oktober 2001.
Sebelumnya, pada sekitar abad 19 saat masa penjajahan Belanda, banyak dibangun rumah-rumah dan permukiman bagi warga Belanda. Saat itu, Kota Batu dinilai menjadi kawasan strategis untuk dijadikan tempat beristirahat.
Orang-orang Belanda bahkan menyebut Kota Batu dengan istilah De Klein Switzerland atau Swis Kecil di Pulau Jawa. Dari waktu ke waktu, titel kota yang mahsyur akan wisata alamnya ini terus berkembang dan menjadi jujugan wisata dari berbagai daerah.
Berikut ini tugumalang.id menghimpun dua hotel legendaris yang ada di Kota Batu. Kedua hotel ini juga menjadi saksi perjalanan panjang kemerdekaan Indonesia semasa melepaskan diri dari penjajahan.
1. Hotel Selecta
Hotel Selecta menjadi ikon utama Kota Batu. Hotel ini terletak di satu lokasi wisata Taman Rekreasi Selecta di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Bicara Selecta, tidak lepas dari kisah-kisah heroik para pejuang kemerdekaan Indonesia.
Informasi dihimpun, Selecta ini didirikan oleh warga Belanda bernama Franciscus de Ruitjer de Wildt pada tahun 1928. Ruitjer ini merupakan warga keturunan Belanda yang lahir di Banyumas dari seorang administrator Pabrik Gula Klampok, Franciscus de Ruitjer de Wildt.
Sejak awal, di sana memang dibangun sebagai kawasan tempat peristirahatan dan juga kolam renang. Terletak jauh dari pusat kota dan berada di atas ketinggian, kawasan ini digadang-gadang bisa jadi lokasi wisata pilihan.

Maka dari itu dinamakan Selecta yang berasal dari kata Selecte yang artinya pilihan. Pembangunan di kawasan Selecta semakin pesat pada 1934 dan hingga 1937 ditambah bangunan hotel dan paviliun.
Seiring waktu, kawasan Selecta ini sempat hilang. Namun pada tahun 1950, Selecta kembali dibangun dan dikembangkan oleh 47 tokoh masyarakat yang kemudian dikenal sebagai pendiri pembangunan dengan nama PT Selecta.
Sejak itu, nama Selecta semakin tenar, terutama di kalangan pejuang kemerdekaan. Bahkan, di tempat ini juga menjadi saksi bisu Presiden Soekarno RI memikirkan nasib bangsa Indonesia.
Tercatat, Bung Karno berkunjung pertama kali ke Selecta pada 1 Maret 1955. Di sana, persisnya di Villa Bima Shakti, ada sebuah kamar yang menjadi kamar favorit Bung Karno. Jejak historis yang panjang ini menjadikan bangunan ini resmi ditetapkan sebagai cagar budaya.
2. Hotel Kartika Wijaya
Hotel legendaris yang juga menjadi saksi bisu era kemerdekaan Indonesia juga datang dari Hotel Kartik Wihaya yang terletak di Jalan Panglima Sudirman, Kecamatan Pesanggrahan, Kota Batu. Lokasinya dekat dengan Balai Kota Among Tani.

Hingga kini, keaslian bangunan masih terjaga dan tetap eksis hingga kini menjadi tempat peristirahatan. Diketahui, hotel ini dibangun oleh seorang bangsawan Belanda Martyrose Ter Martin Sarkies pada 1891 silam.
Dulunya, bangunan ini lebih difungsikan sebagai vila keluarga. Seiring waktu, fungsi bangunan ini terus silih berganti. Mulai menjadi gudang persenjataan Belanda hingga rumah sakit.
Martyrose sendiri memang dikenal sebagai seorang pengusaha perhotelan ternama. Hotel-hotel yang dibangun Martyrose di daerah lain seperti Rafless Hotel di Singapura, Hotel Strand di Birma dan Hotel Oranje atau yang sekarang dikenal sebagai Hotel Majapahit di Surabaya, Jawa Timur, Indonesia.
Bangunan yang berdiri di atas tanah hampir 2 hektar tersebut dikenal sebagai Jambe Dewe. Jambe Dewe sendiri berarti pohon pinang yang melambai-lambai. Pohon tersebut tumbuh tegak di halam hotel hingga saat ini.
Hotel yang memiliki sekitar 115 kamar tersebut sempat dilakukan pengembangan pada sisi kanan dan kiri bangunan utama. Kini, hotel ini rencana akan ditetapkan menjadi cagar budaya.
Reporter: M Ulul Azmy
Editor: Herlianto. A