MALANG, Tugumalang.id – Di dalam peringatan Hari Kesaktian Pancasila pada Minggu (1/10/2023) yang bertepatan dengan satu tahun Tragedi Kanjuruhan, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Malang menggelar aksi di depan Balai Kota Malang.
Di dalam aksi tersebut, GMNI Malang menyoroti tiga isu yang diabaikan oleh pemerintah, yaitu Tragedi Kanjuruhan, pelanggaran HAM, dan konflik agraria. Di dalam aksi bertajuk “Nestapa Hari Kesaktian Pancasila: Negara Abai, Keadilan dan Kepastian Hukum Terbengkalai” tersebut, GMNI Malang menyerukan enam tuntutan.
Secara ringkas, tuntutan tersebut berisi desakan bagi pemerintah untuk melakukan investigasi ulang Tragedi Kanjuruhan, menindaklanjuti kasus-kasus pelanggaran HAM berat, memberikan perlindungan dan keadilan bagi masyarakat adat di Rempang.
Baca Juga: Berusia 69 Tahun, GMNI Malang Bekerja, Makan dan Tidur Bersama Rakyat
Kemudian, berpihak kepada rakyat dalam setiap persoalan agraria, menghentikan tindakan represif dan kriminal kepada warga negara, masyarakat adat, serta aktivis HAM dan agraria.
Tuntutan terakhir adalah pemerintah didesak melakukan evaluasi besar-besaran dan reformasi birokrasi dalam tubuh aparat penegak hukum.
“Pemerintah hanya menyatakan permohonan maaf terkait pelanggaran HAM berat di masa lalu dan belum ada tindak lanjut konkret untuk menyelesaikannya. Dalam urusan konflik agrarian juga lebih berpihak pada investor ketimbang warga negara (sipil). Apalagi tentang Peristiwa Kanjuruhan, upaya usut tuntas seakan hanya jadi jargon semata,” ujar Kepala Bidang Kebijakan Publik, Agitasi dan Propaganda DPC GMNI Malang, Yohanes Bhoka Pega di dalam aksi tersebut.
Baca Juga: GMNI Malang Tolak Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa 9 Tahun
Sementara itu, Ketua DPC GMNI Malang, Donny Maulana menyebut terdapat 692 konflik agraria di Indonesia sepanjang Januari hingga Agustus 2023. Tak jarang, konflik ini terjadi antara warga dengan perangkat negara.
Ia merinci 30,6 persen konflik agraria di Indonesia melibatkan perusahaan, 17,7 persen melibatkan pemerintah daerah, 17,6 persen melibatkan pemerintah pusat, dan 7,4 persen melibatkan kepolisian. “Kami menyerukan pada Pemerintah Indonesia agar melakukan evaluasi besar-besaran serta reformasi birokrasi kepada aparat penegak hukum negara,” kata Donny.
Reporter: Aisyah Nawangsari Putri
Editor: Herlianto. A