Kita menggeber mobil dari Malang sekitar 15.00 WIB, kamis (13/7/2023). Tujuan utamanya: mengikuti pengajian Gus Iqdam: da’i berusia 29 tahun yang baru-baru ini viral. Jama’ah pengajian dan shalawatnya yakni sabilu taubah (jalan taubat), dihadiri puluhan ribu orang.
Melalui maps, jika perjalanan lancar kita akan tiba di markas sabilu taubah di Karanggayam, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar, sekitar pukul 17.30 WIB. 2,5 jam perjalanan. Tapi, jalan menuju lokasi ternyata penuh dengan hambatan sehingga kami baru tiba pukul 20.00 WIB.
Hambatan pertama adalah kemacetan saat baru masuk Blitar. Tepatnya sebelum masuk dusun Brongkos. Ada truck pengangkut tebu yang terguling. Seorang sopir dari arah berlawanan, meminta saya putar balik karena macet akan lama dan panjang. Sayapun memilih putar balik.
Saya kembali ke Jembatan Lahor, lalu lewat Arjowilangun, Kalipare. Meski saya asli Kalipare, tapi sangat jarang ke Blitar lewat jalur ini. Jalur ini jalannya lumayan bagus, untuk ukuran jalan kampung. Ada beberapa jalan rusak, tapi mayoritas masih oke.
BACA JUGA: Jeda
Memasuki daerah Arjowilangun saya mampir ke sebuah mushala untuk shalat. Dulu sekali sekitar 7 tahun yang lalu, saya pernah mampir ke tempat ini. Waktu itu untuk liputan berseri, berpuasa di daerah-daerah yang umat muslimnya menjadi minoritas. Liputan di kantor saya sebelumnya itu, tujuan utamanya untuk merekam kerukunan. Di beberapa dusun di Arjowilangun, memang banyak sekali yang menganut kristiani.
Setelah shalat, kita geber lagi mobil. Melintasi jalan kampung yang sempit, perjalanan cukup lancar meski kadang harus pelan-pelan ketika ada mobil dari arah berlawanan. Hingga akhirnya masalah muncul, yakni jembatan di sebuah desa tidak bisa dilewati.
Karenanya, saya dan istri harus kembali lagi ke jalan utama. Arah utara. Kita kembali sekitar 20 menit ke daerah Brongkos. Untungnya, kemacetan tidak ada di daerah ini. Karena kemacetan jaraknya sekitar 5 kilometer sebelum Brongkos. Singkat cerita, perjalanan panjang sekitar empat jam ke Sabilu Taubah.
Saat kami tiba, acara inti belum mulai. Masih pembacaan shalawat pembuka. Ribuan orang memenuhi jalanan. Saya lihat, yang datang ke Sabilu Taubah ini cukup beragam, ada yang orang tua, juga banyak yang muda-muda. Mereka tampak khusuk bershalawat, yang memang dibawakan dengan sangat merdu dan syahdu oleh tim ST (Sabilu Taubah).
Tidak lama setelah kami duduk di pinggir jalan untuk mengikuti acara, Gus Iqdam berkeliling menyapa jama’ah. Cukup tertib. Semua jama’ah mengikuti himbauan panitia sebelumnya untuk tidak bersalaman dan mendekat. Tapi, mereka tetap berteriak: Gus, Gus, Gus.
Ya, Gus Iqdam selain masih muda, juga rupawan. Sehingga, banyak sekali fans-nya. Tentu saja selain ceramahnya yang mudah dicerna, dan membaur dengan siapa saja. Santri Gus Iqdam banyak juga yang mantan preman, pemabuk, dan anak motor.
Saat awal-awal mendirikan Sabilu Taubah pada 2018, pengikut jama’ah ini hanya tujuh orang. Saat ini yang hadir sudah ribuan, bahkan puluhan ribu. Di setiap pengajian, Gus Iqdam sering memanggil dan mewawancarai jama’ahnya yang datang dari jauh. Saat saya hadir, ada yang datang dari Semarang, Boyolali, Batam, Bojonegoro, dan lain sebagainya. Yang diwawancara itu, dikasih uang serta bingkisan berupa kerudung atau skin care.
Gus Iqdam adalah fenomena. Bagaimana gaya ceramahnya yang sederhana, membawa Hari, seorang pemuda asal Kecamatan Ponggok, Blitar, mengaji di Sabilu Taubah. Yang membuat hati terenyuh, dalam mengaji, Hari membonceng ayah dan ibunya dengan sepeda motor sederhana yakni Motor Suzuki RC 100. Kebetulan, ayah Hari buta.
Video ketika Gus Iqdam mewawancarai Hari ini viral dan lantas membuat istri saya ingin datang ke Sabilu Taubah. Istri saya sempat meneteskan air mata, bagaimana seorang yang buta, bisa istiqomah mengaji selama setahun penuh di Sabilu Taubah.”Hari, semoga kamu kelak juga bergandengan tangan dengan ayah dan ibumu, di Surga Allah SWT,” kata Gus Iqdam dalam video tersebut.
Datang karena air mata, kita juga menemukan banyak air mata berjatuhan di majelis ini. Terutama saat mahalul qiyam (membaca shalawat dengan cara berdiri). Selain menjadi pemuas batin dengan shalawatnya yang enak, ceramah Gus Iqdam juga menjadi pengingat. Kata dia, agar hidup kita menjadi mudah, perbanyaklah membaca shalawat. Tentu saja, tetap berusaha sebisa mungkin.
Malam mulai larut. Acara selesai sekitar pukul dua belas malam. Meski menyita banyak waktu, tenaga, mungkin juga uang, istri saya tidak kapok datang ke Sabilu Taubah: acaranya seru dan tidak monoton, bisa diulangi lagi. Demikian kata istri saya.
*Penulis Irham Thoriq (CEO Tugu Media Group, tugumalang.id dan tugujatim.id).
BACA JUGA: Berita tugumalang.id di Google NEWS
editor: jatmiko