Irham Thoriq*
Gulai tikungan (Gultik). Dua pekan lalu, saya selama enam hari berada di Jakarta. Dua kali saya ke tempat ini. Ada di Blok M. Porsinya kecil. Pertama ke sini, saya habis tiga porsi. Kedua kalinya, saya habis dua porsi.
Gulai tikungan memang unik konsepnya. Sekitar 15 pedagang berjualan gulai di satu tempat. Disebut gulai tikungan karena berada di dekat tikungan. Mereka berjualan di trotoar. Kaki lima. Tapi sudah canggih, menerima pembayaran memakai QRIS.
Puluhan pedagang ini seperti sedang mengadu nasib dan rezeki saja. Ya, karena mereka berjualan di tempat yang sama, dengan jenis jualan yang sama. Sudah sejak 1980 atau 42 tahun silam, gulai tikungan ini eksis.
Hal seperti itu nyaris tidak ada di Kota Malang. Tidak ada kawasan khusus, yang menjual dagangan yang sama. Ini bisa menjadi inspirasi buat pengembangan wisata kuliner di Kota Malang. Misalnya, di Jalan Jakarta, Kota Malang yang rindang itu, pedagang kaki lima di kumpulkan, dan diminta berjualan dagangan yang sama. Pilihannya, bisa gulai yang dijual.
Dengan konsep ini, pemerintah secara tidak langsung membuat sentra kuliner baru dan bisa memancing wisatawan untuk berkunjung. Selama ini, tidak ada sentra kuliner yang bisa dijadikan tempat jujukan wisatawan. Yang ada, sejumlah makanan legendaris, yang itu tempatnya ada di sejumlah titik.
Lebih hebat lagi, misal dalam satu kawasan ada sentra kuliner yang berkaitan dengan sapi. Ada gulainya. Ada olahan jeroan sapi. Ada susu sapi. Ada rambak sapi. Dan lain-lain yang berkaitan dengan sapi.
Apalagi, data menunjukan bahwa masyarakat Indonesia termasuk pecinta olahan sapi. Di Indonesia, konsumsi daging sapi per kapita mencapai 2,57 kilogram. Kebutuhan daging sapi 706,38 ribu ton. Sedangkan produksi sapi nasional 436,70 ribu ton. Kekurangan daging sapi mencapai 207,19 ribu ton. Sedangkan stok cadangan daging 58,88 ribu ton. Kebutuhan impor daging 266,06 ribu ton.
Jika pemerintah bisa menjadi dirigen dalam sebuah orkresta kuliner lokal, akan sangat dahsyat bagi partumbuhan ekonomi kreatif. Jika satu tempat kuliner bisa mempekerjakan tiga orang, jika kawasan kuliner tersebut ada 20 pedagang, maka bisa menyerap 60 lapangan kerja. Itu satu titik. Kalau ada lima titik, maka ada 180 orang yang mampu dipekerjakan dari sentra kuliner baru ini.
Di Malang, sebenarnya sudah ada gulai tikungan, yang didirikan oleh Roy Yuwono, teman saya. Gulai Tikungan itu ada di Jalan Kauman, Kota Malang, atau di sebelah barat Alun-Alun, Merdeka, Kota Malang.
Roy yang juga Bendahara HIPMI Kota Malang tampaknya sedang melakukan ATM (Amati, Tiru, Modifikasi) terhadap gultik yang berada di Jakarta. Dia juga mengakui, bahwa inspirasinya juga datang dari Jakarta. Tampaknya, juga soal porsi. Yang sama-sama sedikitnya. Agar, orang yang makan kurang. Lagi dan lagi.
Dari kesederhanaan gultik, Roy meraih inspirasi. Kini, dia sedang berjuang, agar Gultik-nya bisa di scale up. Punya banyak cabang. Panjang umur. Sebagaimana panjang umurnya Gultik di Blok M, Jakarta. Kadang, hal-hal bermanfaat, memang datang dari sebuah kesederhanaan.(*)
*CEO Tugu Media Group
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id