BATU, tugumalang.id – Sosoknya sederhana, tak seperti bos pada umumnya. Saat ditemui tugumalang.id, Minggu (16/10/2022), dia memakai kaos oblong belel, celana pendek. Santai. Namun siapa sangka namanya begitu tersohor di dunia anggrek. Baik dalam negeri maupun luar negeri.
Namanya Dedek Setia Budi, akrab dipanggil Dedek. Pria berusia 42 tahun itu adalah pemilik DD Orchid Nursery di Desa Dadaprejo, Kota Batu, Jawa Timur. Selain memiliki kebun anggrek ratusan jenis, juga memiliki laboratorium kultur jaringan.
Kontribusi petani angrek ini juga gak kaleng-kaleng. Sejauh ini, Dedek masih dikenal paling aktif melahirkan jenis anggrek silangan baru. Hingga saat ini, total sudah ada 200 lebih jenis hasil silangan anggrek telah ia daftarkan di The Royal Horticulture Society (RHS).
Beberapa nama paling terkenal seperti Dendrobium Black Mamba, Mufidah JK, Cettar, Shining Batu, Indonesia Damai hingga Binatang Jalang. Anggrek hasil silangannya mendapatkan predikat bergengsi yakni First Class Certificate (FCC) dari Singapura pada 2018.
Melihat berbagai sepak terjangnya itu, tak heran jika Dedek kerap malang melintang sebagai juri hingga narasumber di berbagai festival lomba nasional dan internasional. Meski begitu, sosok sederhananya tak berubah. Dia masih seperti dulu yang dikenal supel dan berjiwa sosial tinggi.
Dedek juga yang berhasil mengubah stigma bisnis tanaman hias anggrek menjadi prospek bisnis yang bagus. Tentu saja, upaya membalikkan stigma itu dilakoninya dengan susah-payah sejak 2005 silam, dari hanya satu bibit.
Paling diingat, pernah waktu itu, Dedek mengajukan pinjaman pada sebuah bank plat merah untuk modal membuat kebun. ”Tapi ditolak, karena anggrek waktu itu belum booming, potensinya gak bagus dan resikonya tinggi. Saya kecewa ke bank itu sampai sekarang,” kata Dedek.
Sejak itulah, motivasi Dedek untuk membuat kebun justru berapi-api. Ia semakin giat berdagang keliling bibit anggrek. Mulai pasar Splendid hingga Selecta. Hasilnya, disisihkan dan ditabung. Hingga suatu hari Dedek berhasil membuat kebun pertamanya.
Perlahan, anggrek budidayanya mulai bertambah banyak. Pasarnya juga sudah terbentuk. Sampai-sampai stok di kebunnya kehabisan. Disitu Dedek mulai mengajak petani lain. Namun pada prosesnya banyak yang urung. Memulai budidaya anggrek sendiri sejak awal memang butuh modal banyak dan waktu lama.
Paham hal itu, Dedek bahkan kerap memberi modal para petani berupa kebun hingga bibit gratis. Nanti, kalau sudah panen, hasilnya per bulan yang kata Dedek bisa sampai Rp 50 juta itu nanti bisa dibagi dua sebagai cicilan modal awal tadi.
”Memang butuh ketelatenan dan senang. Saya saja memang berangkat dari hobi, jadi ya gak ngerasa rugi. Tapi secara bisnis, nanti kalau sudah panen, supply chain-nya jalan, ya kelihatan hasilnya,” aku Dedek yang juga Ketua PAI Malang Raya ini.
Hingga kini, total ada 180 petani anggrek binaan yang berhasil digandeng. Bahkan rata-rata mereka adalah warga sekitar Desa Dadaprejo sendiri. Baik tua maupun muda. Lambat laun, mereka mulai solid untuk saling menghidupi bahkan sampai terbentuk desa wisata anggrek.
Bisnis yang diterapkan Dedek memang terbilang lain dari yang lain. Dari semula pengetahuan tentang teknik menanam anggrek semacam menjadi rahasia perusahaan, namun oleh Dedek justru diumbar dengan cuma-cuma.
Alasannya sederhana. Dedek tidak ingin orang-orang kesulitan belajar seperti apa yang dia rasakan dulu. Otodidak, itu butuh orang-orang yang keras kepala. Perlahan, konsep bisnis berbasis pemberdayaan masyarakatnya itu terwujud. Bahkan masyarakat satu desa itu menuai cuan bersama.
Tak heran jika hingga kini nursery miliknya kerap menjadi jujugan pecinta anggrek, penelitian, tempat magang mahasiswa berbagai macam jurusan dari seluruh Indonesia hingga menjadi percontohan desa mandiri.
Jika ada orang dari luar daerah ingin belajar, Dedek tak segan membimbing mereka langsung. Bahkan Dedek selalu berpesan agar nanti ketika kembali di kampungnya juga bisa memberdayakan manusia di sekitarnya.
”Urip iku urup. Sebaik-baiknya orang adalah yang membawa manfaat bagi orang lain di sekitarnya,” tutur pria asli Dadaprejo ini.
Jiwa sosial Dedek pun bahkan masih berlanjut hingga kini. Meski bisa dikatakan usahanya itu sukses mendulang cuan, namun untung itu kembali diinvestasikan ke petani lain untuk membuat kebun.
”Ya gak rugi. Malah seneng nanti orang lain juga bisa dapet penghasilan tambahan. Tapi meski gitu aja sulit. Pernah saya ajak 25 orang itu yang bertahan pasti cuma 1 orang,” ujar ayah satu anak ini.
Dari lahan yang dia punya hanya berukuran 1 meter, kini Dedek telah memiliki kebun anggrek seluas 5 ribu m². Disana, anda bisa menjumpai banyak macam jenis anggrek. Mulai yang cantik hingga langka, semua ada.
Istimewanya, Dedek tiap harinya menargetkan untuk memiliki 3 jenis silangan baru. Artinya, selalu ada anggrek jenis baru di kebun miliknya. Kebaruan itu pula yang membuat bisnis anggrek tak pernah pudar.
Berbeda dengan jenis tanaman hias lain yang hanya booming di beberapa waktu saja atau musiman. ”Setiap hari aku target ada 3 jenis silangan baru. Jadi terus update. Orang kesini bakal seneng karena selalu ada yang lebih menarik dari sebelumnya,” jelas Dedek.
Peribahasa kacang lupa pada kulitnya seperti tak berlaku bagi Dedek. Kontribusi besarnya bagi dunia anggrek di Indonesia tak lantas membuatnya berkacak pinggang. Dia justru tetap membumi, merangkul kanan kiri. Kebun anggreknya tetap tersohor dan dikunjungi pecinta anggrek dari seluruh negeri.
Reporter: Ulul Azmy
editor: jatmiko