Tugumalang.id – Setiap masa berjabat erat dengan musiknya masing-masing, begitu pula sejarah permusikan di tanah air. Semangat itulah yang ditangkap oleh Galeri Malang Bernyanyi, salah satu museum musik Indonesia yang ada di Kota Malang.
Museum ini berawal dari Komunitas Pecinta Kajoetangan (KPK) yang dibangun oleh Hengky Herwanto bersama rekan-rekan sehobi. Mereka mendirikan Galeri Malang Bernyanyi (GMB) pada 2009, galeri ini selanjutnya diresmikan menjadi Museum Musik Indonesia pada tahun 2015.
Selasa, 20 Februari 2024, tim Tugumalang.id berkunjung ke museum tersebut. Di lokasi tampak alat-alat musik klasik yang di pajang di sana-sini. Begitu menaiki tangga menuju lantai 2 Gedung Penunjang Museum Mpu Purwa itu terdengar lantunan musik musisi legenda Indonesia, Iwan Fals.
Baca Juga: Gagal Terealisasi di Kota Batu, Museum HAM Munir akan Dibangun di Fakultas Hukum UB
Musik itu mengalun merdu menyambut pengunjung siang itu. Atmosfer hangat menyebar di penjuru museum. Museum yang berlokasi di Gedung Penunjang Museum Mpu Purwa lantai 2 Jl Soekarno-Hatta, Perum Griya Shanta Blok B No 210 Kelurahan Mojolangu, Kecamatan Lowokwaru ini merupakan rumah bagi lebih dari 40.000 koleksi musik.
Usman, salah seorang pengelola museum, mengatakan bahwa setelah beberapa waktu menempati Gedung Kesenian Gajayana, pada November 2023 lalu, museum ini harus berpindah karena ada pengembalian fungsi Gedung Kesenian Gajayana sebagai gedung pertunjukan.

Bagian utama MMI terbagi menjadi 3 ruangan, yaitu resepsionis, ruang utama museum, serta ruang alat musik tradisional. Pada bagian resepsionis, terpajang etalase berisi merchandise spesial MMI.
Baca Juga: Banyak Kejanggalan, Museum HAM Omah Munir di Kota Batu Gagal Direalisasikan
Di dekatnya terdapat sebuah pintu yang mengarah pada ruang penyimpanan alat-alat musik tradisional. Menurut Usman, alat-alat musik tradisional itu didapatkan dari sumbangan beberapa wali kota yang hadir pada Rakernas Apeksi Malang tahun 2017 lalu.
“Alat musik itu (diperoleh) waktu Malang ada Apeksi. Wali kota seluruh Indonesia itu ke Malang. Kita surati untuk bawa alat tradisional itu. Untung kok mau. Jadi, ya baris gitu bawa alat (musik) tradisional,” papar Usman diiringi gelak tawa.

Beranjak dari ruangan alat musik tradisional menuju ruangan utama museum, pandangan langsung disambut rak-rak berisi berbagai macam koleksi museum.
Beberapa alat musik turut mejeng di sekeliling dinding berkawan potret musisi-musisi legenda. Tak hanya itu, di bagian sudut, terdapat pula satu set alat musik band hibah dari Menparekraf yang dapat pengunjung coba mainkan.

Usman lekas menawari pengunjung mencoba sensasi mendengarkan musik menggunakan piringan hitam. MMI mempunyai banyak koleksi piringan hitam yang dapat dipilih pengunjung yang kemudian diputar pada alat pemutar piringan hitam.
Terdapat berbagai pilihan album piringan hitam, mulai dari musisi dalam negeri, seperti Iwan Fals, hingga musisi asal berbagai penjuru dunia (Eropa, Amerika, Afrika, dan banyak lagi).
Museum ini merupakan rumah bagi lebih dari 40.000 koleksi mulai dari kaset, CD, piringan hitam, alat musik, majalah musik, ensiklopedia musik, hingga kostum manggung beberapa musisi.
Pengunjung dapat bebas membaca koleksi majalah serta buku-buku yang tersedia. Sembari memilih piringan hitam, Usman menjelaskan kegiatan-kegiatan yang ada di MMI. Salah satunya adalah kegiatan mencuci piringan hitam yang terbuka untuk umum.
“Udah sepuluh-an kali (mencuci piringan hitam). Di Ijen, di Gedung Kesenian Gajayana. Terbuka untuk umum dan kebanyakan mahasiswa yang bantu-bantu,” papar Usman.
Namun, semenjak Pandemi COVID-19, kegiatan pencucian piring hitam ini belum diadakan kembali. Lebih lanjut, penjaga museum ini menceritakan kembali hidupnya beberapa produsen piringan hitam di Indonesia,
“Dulu paling mahal ya ini, piringan hitam Indonesia, karena tidak diproduksi lagi. Kalau di negara sono, masih diproduksi semua, The Beatles itu masih diproduksi,” katanya.
Koleksi-koleksi Museum Musik Indonesia merupakan hasil sumbangan dari banyak pihak. Dari penjelasan Usman, penyumbang koleksi hanya tinggal memaketkan saja sumbangan mereka. Namun, ada pula musisi yang menyumbangkan karya mereka dengan datang langsung ke MMI.
“Ada yang dari artis sendiri itu, piringan hitam ada. Yang datang ada artis-artis zaman dulu, artis Itali,” jelas penjaga museum tersebut.
Masuk ke museum ini, pengunjung tidak hanya menemukan ruang fisik, tetapi juga memasuki dunia yang kaya akan kreativitas, keindahan, dan warisan budaya yang tak ternilai harganya.
Baca Juga Berita tugumalang.id di Google News
Penulis: Fitrothul Mukaromah (Magang)
Editor: Herlianto. A