MALANG, Tugumalang – Hingga kini, belum diketahui penyebab pasti meninggalnya 135 korban Tragedi Kanjuruhan. Ada beberapa kesamaan kondisi korban yang meninggal. Dua di antaranya adalah trauma dan asfiksia.
Dari 21 korban meninggal yang dievakuasi ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kanjuruhan, disebutkan dugaan penyebab kematian mereka adalah trauma akibat terinjak-injak dan sesak napas akibat asap dan kekurangan oksigen (Asfiksia).
“Korban mengalami gangguan pernapasan akibat asap dan kekurangan oksigen, juga terinjak-injak, itu menjadi satu. Itu semua kompilasi yang memperberat kondisi,” ujar Direktur RSUD Kanjuruhan, dr Bobi Prabowo, Minggu (2/10/2022).
Namun ia menekankan perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk mengetahui penyebab pasti kematian korban.
“Perlu kajian-kajian lagi yang mendalam untuk mengetahui penyebab utama kematian para korban,” imbuhnya.
Untuk korban yang kulitnya terlihat menghitam, Bobi menjelaskan korban tersebut mengalami iritasi karena gas air mata.
“Selain itu, proses kematian juga bisa mempengaruhi,” imbuhnya.
Sementara data korban meninggal di Wava Husada tercatat sebanyak 73 orang. 58 di antaranya langsung teridentifikasi dan diserahkan ke keluarga. Sisanya tidak segera teridentifikasi sehingga harus dibawa ke Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Kota Malang.
Humas RS Wava Husada, Tri Rahayu Andayani mengatakan bahwa pihak rumah sakit tidak melakukan visum pada korban sehingga tidak diketahui penyebab kematian mereka.
“Untuk penyebab meninggal korban, kami tidak melakukam visum,” ujarnya saat ditemui, Rabu (5/10/2022).
Dalam konferensi pers di Posko Crisis Center Dinas Kesehatan Kabupaten Malang pada Kamis (13/10/2022), Kabid Dokkes Polda Jawa Timur Kombes Pol dr Erwinn Zainul Hakim mengatakan bahwa dari hasil pemeriksaan dokter forensik, ditemukan gejala asfiksia pada korban meninggal. Ia juga menyebut bahwa di sebagian besar korban tidak ditemukan adanya trauma.
Namun pemeriksaan ini hanya dilakukan pada korban meninggal di rumah sakit milik pemerintah, yaitu RSUD Kanjuruhan, RSSA, dan RS Bhayangkara Hasta Brata Batu.
“Untuk RS non fasilitas pemerintah, kami tidak ada datanya. Hanya ada catatan bahwa korban sudah dibawa pulang oleh keluarga masing-masing,” imbuh Erwinn.
Pada korban meninggal bernama Reyvano Dwi Afriansyah, diketahui terjadi luka dan pembengkakan pada bagian kepala. Namun tidak disebutkan diagnosa akhir atau apa yang menyebabkan kematiannya.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malang, drg Wiyanto Wijoyo mengatakan bahwa luka di kepala tersebut bisa disebabkan oleh trauma karena terinjak atau berdesak-desakan.
“Diagnosa awalnya adalah superficial injury of head. Untuk detail klinisnya saya tidak mendalami itu,” kata Wiyanto.
Keluarga korban Reyvano juga mengatakan bahwa almarhum juga mengalami patah di tulang bahu.
“Di sini (bahu) patah. Tapi yang lebih tahu istri saya,” ujar Arif Yuliarto, ayah dari Reyvano saat ditemui, Jumat (21/10/2022).
Untuk korban meninggal Farzah Dwi Kurniawam Jhovandha (20), Wiyanto membeberkan sejumlah diagnosa terakhir yang dialami almarhum.
Farzah disebutkan mengalami edema cerebri (pembengkakan otak), pneumoni (infeksi paru-paru), diffuse brain injury (cedera otak), syok sepsis (infeksi yang meluas), observasi kejang, dan patah tulang sphenoidalis kiri.
“Kemungkinan korban sudah tertular (COVID-19) sebelum kejadian. Itu memperberat kerja paru-parunya yang mengalami pneumoni,” kata Wiyanto saat konferensi pers di kantor Dinkes Kabupaten Malang, Senin lalu (24/10/2022).
Reporter: Aisyah Nawangsari Putri
editor: jatmiko