BATU – Modal banyak, tapi cuan bertahun-tahun kemudian. Begitu kiranya kata yang tepat untuk menggambarkan bisnis anggrek. Berbeda dengan tanaman hias lain, anggrek menjadi komoditi bisnis yang terbilang stabil dan menjanjikan.
Hal ini diakui oleh Dedek Setia Santoso, ketua Persatuan Anggrek Indonesia (PAI) Malang Raya. Kegigihannya sejak 2005 menekuni bisnis anggrek mengantarnya menjadi petani anggrek paling sukses di Malang Raya. Bahkan, namanya juga tersohor di kaliber nasional maupun internasional.
Dari semula hanya memiliki 1-2 bibit, kini Dedek bisa mendaftarkan lebih dari 200 jenis anggrek silangan di The Royal Horticulture Society (RHS) London. Dedek juga kerap dipanggil sebagai juri di festival anggrek skala nasional maupun internasional.
Bicara kenapa bisnis anggrek stabil dan terbilang menjanjikan? Alasannya sederhana saja. Karena tanaman hias ini memiliki masa hidup yang panjang dan juga jenis yang beragam. “Beda dengan tanaman lain yang jenisnya beberapa saja. Kalau bentuknya begitu saja kan pasti ada masanya turun,” kata Dedek.
Beda dengan anggrek, di mana selalu ada jenis baru yang lahir. Eksperiman dengan menyilangkan satu jenis anggrek dengan yang lain terus dilakukan di kebun miliknya DD Orchid Nursery. Setiap harim dia menargetkan untuk memiliki 3 jenis silangan baru.
Selalu ada anggrek jenis baru di kebun miliknya. Kebaruan itu pula yang membuat bisnis anggrek tak pernah pudar. Berbeda dengan jenis tanaman hias umumnya yang hanya booming di beberapa waktu saja atau musiman.
“Setiap hari aku target ada 3 jenis silangan baru. Jadi terus update. Orang ke sini bakal senang karena selalu ada yang lebih menarik dari sebelumnya,” jelas Dedek.
Situasi itu pula yang membuat bisnis anggrek jadi bisnis yang tidak mengenal fluktuasi harga. Mau kapan pun, harga anggrek bisa dikatakan stabil. “Kalau diniati, dalam waktu 2 tahun saja sudah bisa balik modal,” ungkapnya.
Tantangan Bisnis Anggrek
Potensi ini mungkin juga dirasakan petani anggrek lainnya yang juga hidup dari anggrek. Dari data yang dimiliki PAI Malang Raya, total ada 300 petani anggrek yang menjadi anggotanya.
Meski menjanjikan, bisnis anggrek juga ternyata bisa dikatakan stabil dalam distribusinya. Hingga saat ini, tantangan terbesar petani anggrek adalah bagaimana cara memperluas penjualan hingga ke luar negeri.
Namun, tantangan itu tidak pernah terjawab hingga saat ini. Menurut Wakil Ketua I DPD PAI Jawa Timur, Asyari, faktor terbesar mandeknya pasar anggrek ini karena terbentur alasan klasik, yaitu regulasi. Regulasi yang ada saat ini masih melarang ekspor anggrek Indonesia ke luar negeri.
Memang regulasi ini, menurut Asyari, pada dasarnya berniat untuk menjaga ekosistem anggrek agar terjaga keotentikannya. Tetapi, negara lain juga sama namun mereka tetap bisa ekspor.
“Oke kalau itu, tapi di negara lain kan juga punya anggrek endemik yang langka. Namun mereka tetap terbuka. Mereka bisa pilih, mana anggrek yang dibuat bisnis, mana yang tidak boleh. Imbang,” kata Asyari.
Namun di Indonesia menurut dia masih berkutat di situ-situ saja. Sementara negara lain bebas untuk mengirim anggrek mereka masuk ke Indonesia. Padahal, kata Asyari, jenis anggrek silangan dalam negeri jauh lebih unik dan punya daya saing tinggi.
Asyari membeberkan bahwa dari 400 lebih jenis anggrek di dunia, Indonesia menyumbang sepertiga genus itu. Artinya, sepertiga genus itu hanya ada di Indonesia. Khususnya anggrek keriting yang menjadi ciri khas genus anggrek di Indonesia. Selain anggrek spesies lain yang lebih langka.
“Namun ketika kita bicara dengan petani luar negeri selalu terbatas. Akhirnya mereka gak mau ke sini, karena tidak ada anggrek yang bisa dibawa pulang ketika main jauh-jauh ke sini,” tuturnya.
Meski begitu, pembahasan regulasi ekspor ini akan terus menjadi fokus bahasan ke depannya. “Semoga, pemerintah mampu menangkap peluang ini dengan kemudian mendukungnya lewat regulasi (ekspor) yang bijak,” harapnya.
Reporter: M Ulul Azmy
Editor: Herlianto. A