MALANG – Pandemi COVID-19 sangat berdampak pada dunia industri di sektor penerbangan. Tak terkecuali pada bisnis Sriwijaya Air.
“Karena pandemi COVID-19 ini sifatnya global. Terutama dunia pariwisata, perhotelan, kampus, akhirnya terganggu. Sehingga, sektor perekonomian terutama sektor penerbangan mendapatkan imbasnya,” ungkap Station Manager Sriwijaya Air Malang, M Yusri Hansyah, pada Jumat (25/12/2020).
“Kedua, dengan adanya regulasi di penerbangan, membuat orang merasa was-was untuk bepergian. Terutama saat ini ada rapid test. Dan rapid test antigen serta swab membuat orang yang tadinya mau mengeluarkan uangnya, jadi tidak mau lagi,” sambungnya.
Yusri mengungkapkan, saat pandemi, Sriwijaya Air harus memberikan pemahaman kepada klien atau relasi bahwa di situasi ini, ada pembatasan penumpang dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.
“Terutama saat kita mengangkut penumpang itu tidak bisa maksimal (jumlahnya), sehingga yang tadinya bisa mengisi 100 persen sekarang hanya 70 persen,” paparnya.
Bahkan, di Malang sendiri, kini Sriwijaya Air jarang menyediakan pesawat karena minimnya penumpang.
“Di Malang sendiri sebelum pandemi kita ada 3 pesawat. Sekarang karena ada pandemi jadi kadang ada pesawat tapi kadang tidak ada sama sekali. Karena saat kita coba beberapa kali penerbangan ternyata demand-nya (permintaan) tidak signifikan, sehingga tidak seimbang antara produksi dan revenue (pendapatan),” bebernya.
Oleh karena itu, pihaknya memutuskan untuk memindahkan rute perjalanan agar tidak terlalu merugi.
“Sehingga kita putuskan lebih baik kita terbangkan ke sektor lain, yang mana aturan protokol kesehatannya masih ada toleransi. Ada yang rapid tes saja, jadi itu yang kita manfaatkan. Kita eksplore daerah yang lain untuk armada yang ada,” jelasnya.
Penurunan penumpang saat pandemi juga dirasakan sangat signifikan daripada tahun-tahun sebelumnya.
“Total pelanggan Sriwijaya kalau sebelum pandemi sekitar 34-35 ribu pelanggan aktif selama satu bulan di Malang saja. Sekarang setelah ada pandemi ini, turunnya sangat drastis sampai 60 persen. Jadi, kadang tinggal 40 persen kita arahkan ke Juanda Surabaya,” ungkapnya.
Bahkan ironisnya, lanjut dia, di kuartal kedua (bulan April 2020), pihaknya nyaris tidak terbang. “Karena demand-nya (permintaan) tidak ada memang,” sambungnya.
Yusri mengatakan, hal ini merupakan dampak dari para mahasiswa yang sudah pulang kampung dan perjalanan dinas tidak ada lagi.
“Sifatnya jadi temporary jadinya. Orang-orang hanya memerlukan ketika benar-benar membutuhkan perjalanan saja. Kita tidak tahu lagi kedepannya bakal berjalan seperti apa,” lanjutnya.
Saat pandemi ini, Yusri sendiri lebih banyak bekerja untuk memberikan informasi pada pelanggan.
“Saat pandemi ini yang kita kerjakan seperti mengupdate informasi pada pelanggan. Ketika ada aturan dari kementerian atau regulator kita sampaikan ke pelanggan. Sehingga pelanggan tahu apa yang bisa mereka lakukan ketika bepergian,” ucapnya.
Saat ini, pihaknya harus aktif menjual rute-rute yang lain, contohnya ke wilayah timur dan Sumatera.
“Harapannya pandemi ini segera berakhir, dan ekonomi tumbuh kembali. Sehingga tidak berdampak tragis pada semua dunia usaha, pariwisata, pendidikan, sampai perindustrian,” inginnya.
“Saya perkirakan ini bisa kembali seperti semua akan membutuhkan waktu lama. Belum tentu satu dua tahun akan pulih. Bisa tiga tahun lagi akan pulih. Artinya harus pintar-pintar dalam kondisi saat ini,” pungkasnya.
Reporter: Rizal Adhi
Editor: Lizya Kristanti