KOTA BATU – Pencegahan bayi stunting di Kota Batu terus dimaksimalkan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Batu. Salah satunya pencegahan stunting melalui program Community Feeding Center (CFC) atau bisa juga disebut pos gizi, yaitu upaya perbaikan gizi yang bertujuan untuk meningkatkan mutu perbaikan gizi perorangan dan masyarakat melalui konsumsi makanan bergizi dan perilaku sadar gizi
Ada banyak kegiatan yang dilakukan untuk membantu masyarakat agar terhindar dari stunting. Seperti memberikan pendampingan kepada para ibu agar tidak memiliki bayi stunting. Salah satu bentuk pendampingannya adalah mengajari cara membuat menu masakan yang memiliki kandungan gizi tinggi. “Meskipun bahan yang masak berasal dari sekitar kita, bukan bahan yang mahal-mahal,” kata Hayati S ST MM Kabid Kesehatan Masyarakat Dinkes Kota Batu.
Apa saja makanan lokal yang mudah didapatkan dan bergizi tinggi itu? Hayati menyebutkan seperti ikan lele, telur tahu, tempe serta sayur-sayuran yang ada di pekarangan sekitar rumah. Menurut dia, bahan makanan tersebut sudah sangat memenuhi kebutuhan gizi. Tetapi yang jadi masalah, terkadang banyak anak kecil yang tidak suka makanan tersebut, karena diolah dan disajikan secara tradisional. Misalnya sayur hanya direbus, atau tempe hanya digoreng. Jika dimasak dengan model seperti itu, tidak heran jika anak kecil kurang suka.
Menurut Hayati, para ibu harus kreatif dalam menyajikan menu makanan agar anak-anak suka makan. Misalnya jika selama ini sayur yang hanya direbus bisa diolah menjadi nugget. Begitu juga dengan tahu tempe, bisa diolah menjadi nugget atau dibuat seperti sosis. Dengan cara tersebut diyakini anak-anak akan suka memakannya. “Karena makanan anak-anak sekarang itu macam-macam modelnya, mereka terpenagruh informasi di media sosial. Maka, kita harus mengikuti selera anak tetapi dengan memodifikasinya,” terang Hayati.
Nah, untuk memodifikasi makanan tersebut, dinkes juga menghadirkan ahli memasak untuk mengajari para ibu. Setelah diajari memasak menu baru, selama 14 hari berturut-turut akan dilakukan pemantauan terhadap tumbuh kembang balita stunting. Jika tidak ada perubahan dalam pertumbuhannya, maka bayi tersebut bisa dikonsultasikan ke dokter spesialis untuk mengatahui apakah ada kelainan atau tidak. “Barangkali punya penyakit lain, semua itu kita periksa,” kata Hayati.
Disampaikan Hayati, untuk melakukan pemantauan dan pendampingan itu, dinkes sudah bekerja sama dengan relawan stunting, ibu-ibu PKK, kader pendamping stunting dan kader desa. Mereka inilah yang akan memantau langsung tumbuh kembang bayi stunting yang ada di daerahnya masing-masing.
Sementara itu, untuk daerah yang sudah mendapat pendampingan, Hayati menyebut di bulan Oktober lalu pendampingan dilakukan di lima desa. Yaitu Oro-Oro Ombo, Sidomulyo, Sisir. Sumber Brantas dan
Giripurno. Lima desa tersebut termasuk yang memiliki angka stunting tinggi di Kota Batu.
Dijelaskan Hayati idealnya upaya menghindari lahirnya bayi stunting itu sudah harus dilakukan sejak calon ibu belum menikah, dilanjutkan ketika hamil dan melahirkan. ”Karena peran ibu itu sangat penting, kalau sebelum menikah asupan makanan ibunya kurang bergizi bisa berpengaruh kepada bayinya,” tutup Hayati.(*/lid)