Tugumalang.id – Selama hampir dua dekade, Desa Dalisodo, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, dikenal sebagai sentra dupa yang mengirimkan produknya ke berbagai daerah di seluruh Indonesia.
Namun kini, produksi dupa di desa yang terletak di lereng Gunung Kawi tersebut terlihat lesu. Sebab utama dari menurunnya jumlah perajin dupa di desa tersebut adalah persaingan yang tidak sehat dan munculnya saingan perajin dupa dari daerah lain.
“Sekarang yang susah ini pasarnya. Kami biasanya kirim banyak ke Bali tapi sekarang jumlah pesanan semakin sedikit karena di Bali sudah ada yang memproduksi dupa juga,” ujar perajin gupa, Giman, dalam bahasa Jawa.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa dupa buatan perajin di Bali bisa memiliki harga lebih murah karena tidak terbebani ongkos distribusi yang mahal.
Selain itu, Giman juga mengakui adanya persaingan yang tidak sehat antara perajin dupa di Dalisodo. “Kami berteman, tapi kalau untuk dagang, kami saling bersaing,” ungkapnya.
Senada dengan Giman, Sekretaris Desa Dalisodo, Abdul Kholiq juga mengatakan persaingan tidak sehat menjadi salah satu penyebab lesunya produksi dupa di sana.
“Hancurnya sentra dupa ini karena masing-masing pengusaha itu cari pasar sendiri-sendiri, tidak satu pintu. Akhirnya mereka bersaing secara tidak sehat. Mereka pasang harga semurah mungkin,” bebernya, di ruang kerjanya, pada Jumat (28/1/2022).
Ia juga mengungkapkan bahwa perekonomian di Desa Dalisodo terangkat berkat produksi dupa. “Dulu yang mengangkat perekonomian warga-warga desa itu ada dupa dan sapi perah,” kenangnya.
Kata dia, Desa Dalisodo sempat terpuruk sebelum pabrik biting (tusuk) dupa berdiri di desa tersebut di awal dekade 2000. Kala itu perekonomian di sana lesu dan beberapa warga mencuri kayu untuk menghidupi keluarga mereka.
“Sejak ada pabrik biting dupa, ekonominya terpompa. Akhirnya semua tertarik untuk bikin dupa,” tutur Abdul Kholiq.
Dari 32 perajin dupa, saat ini hanya tersisa delapan saja. Kemerosotan ini dipercepat oleh pandemi COVID-19 yang membuat berbagai perayaan harus dilaksanakan sesederhana mungkin.
“COVID-19 bukan penyebab utama (lesunya bisnis dupa), tapi memang ada pengaruhnya. Orang masih akan tetap pesan dupa walaupun ada pandemi. Tapi mereka nggak bisa kumpul-kumpul orang banyak, jadi pesannya cuma sedikit,” ujar Giman.
“Saat ini di Desa Dalisodo hanya ada sekitar delapan pengusaha dupa. Mudah-mudahan semuanya bertahan,” harap Abdul Kholiq.
Reporter: Aisyah Nawangsari
Editor: Lizya Kristanti